Mana ada, atlet panahan tapi tidak punya tangan kanan. Karena tangan (apalagi kanan) , kan penting untuk menarik dan melepaskan busur. Rasanya mustahil, perempuan tuli menjadi founder dan CEO perusahaan dengan ribuan karyawan. Butuh effort yang besar, Â untuk menghandel banyak orang dengan banyak pikiran. Dan satu lagi, tidak mungkin bangetlah, atlet renang tapi tidak punya kaki. Bagaimana bisa mengayuh di dalam air, Â tanpa keseimbangan antara dua tangan dan dua kaki.
Semua keraguan demi keraguan itu, Â saya dapati jawabannya secara langsung. Ternyata, apapun kondisi seseorang, sangat bisa dan serba mungkin berprestasi, Â karena di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin.
Dan (alhamdulillah) saya berkesempatan menemui dua diantara mereka (yang satu via video call), Â dalam acara bincang inspiratif yang diadakan Sabang Merauke di daerah SCBD. Â
Sungguh, saya dibuat terkagum-kagum dengan kualitas mental tiga orang istimewa, telah berhasil menaklukkan kelemahan yang ada di dalam diri.
Mereka adalah Kholidin, atlet panahan dengan disabilitas daksa tangan. Â Angkie Yudistia, seorang penulis, Â founder dan CEO perusahaan outsourching dengan disabilitas tuli dan Jendi Panggabean, atlet renang berprestasi dengan disabilitas daksa kaki.
-----
Apakah ada diantara Kompasianer yang merasa, saat ini berada dalam kondisi terpuruk dan menjadi orang paling merana di dunia. Apapun yang dilakukan seolah tiada guna, merasa nasib baik belum juga datang dan berpihak.
Padahal, kalau saja kita mau membuka mata lebih lebar, betapa masih banyak orang yang lebih susah dibanding diri sendiri. Mungkin, sesusah-susahnya kita, masih punya panca indera yang komplit. Sehingga tidak terkendala, kalau ingin melakukan banyak hal.
Bagaimana, Â dengan saudara kita yang kehilangan anggota tubuh. Mereka musti berupaya lebih agar bisa bertahan dan bangkit dari keterpurukan.
------
Kejadian naas tidak pernah terlupakan, terjadi ketika Kholidin bersama istri dan anak pulang kampung, suami perhatian ini hendak memetik buah kelapa.
Siapa nyana, Â kejadian dua hari sebelum lebaran itu, Â membuatnya terjatuh dari ketinggian 9 meter.
Penanganan yang membutuhkan waktu panjang (kala itu), mengakibatkan tangan kanannya terkena infeksi dan tidak ada jalan lain kecuali diamputasi.
"ibarat kata lebih baik kehilangan tangan dari pada kehilangan nyawa" kisah Kholidin.