Sampai hari ke duabelas , insyaallah saya terus berusaha focus dengan target tersebut, sebagian besar waktu dan pikiran saya niatkan untuk membenahi diri. Â Beberapa kali saya menolak pekerjaan, yang sekiranya menghalangi saya mencapai target Ramadan.
Niat inilah, yang (nyatanya) membantu mengerem untuk sering-sering membuka medsos dan atau membuat status atau menulis comment yang berkaitan dengan politik. Saya menganggap upaya ini, sebagai bagian dari puasa medsos ala saya, meskipun tidak bisa total (lepas dari medsos), karena beberapa pekerjaan saya masih berkaitan dengan medsos.
-------
Sebuah pencerahan saya dapati, ketika menyimak tausiyah disampaikan seorang ustad, pada jeda antara sholat taraweh dengan sholat witir. Tentang memahami hakikat puasa, yang akan mengantarkan kita pada proses menuju inti dari "kemanusiaan" itu sendiri.Â
Bahwasanya kita (muslim yang sudah baligh) dalam menjalankan puasa, seharusnya tidak hanya puasa secara lahiriyah saja, tapi sudah pada tahap puasa secara batiniah. Â Bahwa kita berpuasa, sebenarnya tidak sekedar melawan lapar dan haus saja, tetapi sudah lebih dari itu yaitu puasa melawan hawa nafsu.Â
Hakikatnya menuruti hawa nafsu, tidak ubahnya seperti mengedepankan jiwa "kebinatangan" yang dimiliki oleh setiap manusia. Bahwa dengan kerap menuruti hawa nafsu, (bisa-bisa) membuat manusia turun derajad dari kodratnya sebagai mahkluk mulia.
Ukuran batalnya puasa (yang lahiriah) sudah jelas, yaitu dengan sengaja makan dan minum sebelum waktu berbuka tiba, atau berhubungan suami istri (bagi yang sudah menikah) di siang hari. Tetapi ada banyak sekali hal, yang sama sekali tidak membatalkan puasa (lahiriah), tetapi mengurangi nilai atau esensi puasa sehingga mengurangi pahala berpuasa.
"Dasar Ka**et, gitu saja .... bla....bla.....bla....." tidak lama kemudian status berbalas, "Woi, lo **bong, otak lu di....bla...bla....bla", perhatikan sampai hari ini ( di bulan suci). Â Status atau kalimat bertebaran di medsos, masih saja berisi, marah-marah, mengumpat, berbohong, berlaku aniaya, saling ejek, berprasangka buruk, berlaku culas, menyebar hoak dan lain sebagainya (silakan teruskan sendiri).
Sikap tersebut, memang secara langsung tidak berkaitan dengan batalnya puasa (selama dilakukan tidak sambil makan dan minum) Tetapi sesungguhnya hal ini bisa menjadi (salah satu) cermin, betapa puasa kita masih sebatas puasa lahiriah saja, dan belum membawa dampak perubahan bagi suasana batiniah kita.