Sungguh, perlu komitmen serta tekad teguh, ketika memutuskan mengirim anak menimba ilmu di Pondok Pesantren (Ponpes).
Sudah sunatullah, bahwa menimba Ilmu (di mana saja) pasti ada tantangan, tetapi bahwa di Ponpes tantangannya jauh berbeda, setidaknya itu yang saya rasakan. Mengirim anak ke Ponpes, berarti siap berpisah sementara waktu, tidak bisa saban hari melihat dan bertemu dengan anak dikasihi.
Anak-anak belajar menempuh kesehariannya sendiri, memutuskan apa yang harus dilakukan sekaligus mengatasi resiko atas setiap keputusannya. Ia akan bersosialisasi dengan lingkungan baru, berproses tanpa campur tangan orangtua kandung (tetapi tenang, kan ada para ustad). Anak-anak belajar pada ruang kelas dan ruang kehidupan nyata, bersama teman seangkatan, kakak kelas atau warga di sekitaran Ponpes.
Sementara para orang tua, juga dituntut untuk terus belajar, menahan diri tidak (sedikit-sedikit) mencampuri urusan anak-anak. Orangtua jangan terlalu responsif dan siap turun tangan, ketika anak-anak menemui tantangan, ketika anak-anak belajar menyelesaikan masalah.
"Mengirim anak ke Pondok itu kuat-kuatan, "nasehat ustad di awal masuk pondok terus terngiang.
---
"Kakak kesel, di kelas ada yang bully"
Orangtua mana tidak sedih, mendapati anaknya sesenggukan pada saat disambangi, seperti ada yang sesak dan menggumpal di dadanya.
"Kakak dikatain ini dan itu,mau ngapa-ngapain diikutin dan disalah-salahin" ujarnya
Mendengar curhatan seperti ini, rasanya tak tahan berdiam diri, pengin nyamperin anak yang membuat jagoan ini bersedih.