"Semua ludes tak bersisa"
Suara itu terdengar parau, menyiratkan rasa kehilangan yang mendalam. Jago merah melahap tanpa ampun, rumah petak 10 kamar di pinggiran Jakarta Selatan.
Zarkasi, lelaki paruh baya bertubuh tambun, dipercaya sebagai penjaga rumah kontrakan yang dibangun sang paman. Siang itu tinggal ibu dan anak-anak di rumah, sementara para suami sedang pergi untuk mencari nafkah penghidupan.
"Api menyambar sangat cepat," ujarnya pilu.
Saya memaklumi pernyataan ini, mengingat di rumah petak banyak benda mudah terbakar (terutama triplek).Â
Meskipun tidak ada korban jiwa pada kejadian menyedihkan, tetapi duka dan kerugian harta benda tidak bisa dielakkan. Apalagi para penghuni rumah petak, termasuk keluarga yang masih merangkak, serupiah dua rupiah tentu sangat berharga.
Saya datang sehari pasca kebakaran, setelah sebelumnya menjadi saksi ketika api melumat seluruh bangunan. Lokasi kejadian sudah sepi penghuni, hanya Zarkasi yang berjaga, agar benda tersisa tidak diambil pemulung.
Korsleting rupanya menjadi musabab utama, melenyapkan bangunan rumah sekaligus isinya hanya dalam hitungan jam.
Menurut pengakuan sang penjaga, setiap rumah petak dipasang dua stop kontak, dan oleh penghuni dipasang steker T bertumpuk (kadang bisa 2 steker T)