Perundungan atau penindasan atau istilah kerennya bullying, sebenarnya sudah berlangsung dan terjadi sejak dulu. Saya ingat pengalaman sendiri, antara kelas empat sampai enam SD sering diejek habis-habisan, baik dengan sindiran atau terang-terangan.
Reaksi saya tidak terlalu menghiraukan atau membela diri kalau keterlaluan, tapi saya tidak pernah merasa merana atau menjadi pesakitan. Yang pasti di kelas saya tetap mendapat ranking, beberapa kali ditunjuk maju lomba tingkat SD dan lulus dengan nilai baik
Ketika SMP dan SMA, perundungan tetap juga terjadi, tapi saya lebih kerap melawan meski tidak sampai berantem serius. Semasa sekolah menengah dan sekolah atas, saya justru aktif menjadi pengurus OSIS, berkegiatan ini dan itu bahkan pernah  maju lomba mewakili sekolah.
Dua tahun sebelum umur dua puluh, saya merantau dan menghadapi ujian atau perjuangan hidup sesungguhnya. Bekerja sebagai tenaga kasar di sebuah perusahaan, kerap mendapat omelan atasan, memeras keringat dalam arti sebenarnya.
Hasil terbiasa diejek semasa sekolah, mental ini terbentuk dan tidak gentar dimarahin bos ketika ditempat kerja.
"Zaman sekarang berbeda, tidak bisa disamakan dengan jaman dulu Ayah," tukas istri
-00o00-
Beberapa hari lalu, bujang saya pulang dari Pondok Pesantren. Mengeluh perut sakit, kalau sedang melilit saya kasihan melihat. Setelah dibawa periksa ke dokter, diketahui ada masalah dengan lambung, penyebabnya bisa makanan pedas dan/atau karena stres.
Obat diberikan dokter diminum secara rutin, dalam dua atau tiga hari terasa khasiatnya, masalah lambung berangsur membaik. Makanan diatur sedemikian rupa, saya membelikan menu kesukaan dan tidak boleh mengandung unsur pedas berlebihan.
Namun ketika diajak kembali Pondok, ada rasa enggan tergurat di wajah, kemudian perutnya mules lagi gesturenya sama saat awal pulang.