"Teng, Teng"
Suara pukulan khas terdengar, keluar dari rongga tiang listrik, yang berada di seberang agak menyamping rumah kami. Mencermati bunyi yang terdengar, sepertinya hasil dari pukulan batu atau tongkat kayu milik satpam, yang mengenai badan tiang berbahan besi itu.
Mungkin kalau di tempat anda, ada pawai bedug yang digawangi anak-anak kecil. Berkeliling kampung, membangunkan warga untuk bersiap-siap sahur. Pukulan bedug bertalu-talu, berpadu dengan teriakan anak-anak jelang puber. Memang di telinga cukup berisik sedikit terganggu, tapi kalau saya sih ya dinikmati saja. Toh hanya berlangsung di bulan Ramadan saja, biarkan anak-anak mengukir kenangan di masa kecilnya.
Kembali ke suara "teng teng," saya lumayan hafal kebiasaan  dini hari bulan Ramadan di perumahan kami. Kebiasaan telah berlangsung lama, sejak kali pertama tinggal sejak sembilan tahun lalu. Dua petugas keamanan, membangunkan warga untuk bersiap makan sahur.
Perumahan yang kami tinggali, cukup majemuk warganya, dari berbagai suku dan lintas usia. Keluarga yang seumuran dengan saya tidak sampai separuh, justru kebanyakan warga sudah pensiun dan jelang pensiun.
Pagi itu, jarum jam masih menunjukkan pukul 02.00 wib. Cukup leluasa waktu, bagi para ibu bangun menyiapkan menu sahur. Namun siapa bisa menjamin, para ibu sudah ada di dapur masing-masing. Saya yang sudah didepan laptop, sudah bisa mengira-ngira beberapa menit lagi bunyi khas itu akan terdengar.
"teng-teng," benar saja perkiraan saya. Tak lama kemudian istri membuka pintu kamar, langsung menuju dapur daerah kekuasaan. Kesibukan kecil mulai terdengar, pantat wajan berpadu dengan pantat panci. Gemericik suara air sedang mengucur, seolah hendak memenuhi tempat cuci piring.
"Teg-teng" Bunyi pukulan yang sama, bisanya diulang tigapuluh menit berikutnya di tiang listrik yang sama. Mungkin karena kebanyakan penghuni, usia setengah abad ke atas. Akhirnya dibuat cara membangunkan yang unik, tidak melalui corong masjid tapi melalui pukulan di tiang listrik.
Sungguh, sama sekali saya tidak terganggu dengan cara membangunkan ini. Karena saya sendiri, biasanya terbangun sebelum pukulan tiang listrik terdengar. Pada dini hari, menjadi waktu ideal bagi saya untuk menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan. Suasana alam yang tenang dan hening, membebas pikiran dari gangguan ini dan itu.
Sebenarnya terdapat masjid di blok berbeda, memperdengarkan pengajian sesekali diselingi "Sahur-Sahur- Sahur". Suara takmir masjid, secara berkala mengabarkan saat sahur melalui pengeras.Â
Namun suara itu cukup lamat-lamat, bisa jadi karena arah corong yang tidak menuju blok kami. Â Bagi telinga saya -- yang usia empatpuluhan---masih bisa mengangkap -- meski tidak terlalu jelas--, bagaimana dengan warga yang seusia ibu saya. Indera pendengaran yang melemah, saya yakin tidak akan menangkap ajakan bangun sahur itu.