"Saya dulu, tidak pernah merasa gemuk. Orang bilang saya cantik, akhirnya saya merasa diri saya cantik."
Dua ujung bibir ini memanjang, mendengar pernyataan, menyaksikan sebuah vlog yang membahas masalah diet. Mungkin anda tidak asing --terutama generasi 80-an--, dengan nama Dewi Hughes.
Seorang presenter hiburan, identik dengan perawakan besar dengan tubuh yang subur. Di usia yang sudah tidak muda, Kini Hughes berhasil menurunkan berat badan, dengan angka cukup signifikan.
Saya tersenyum --dengan pernyataan di atas--, karena pernah berada pada posisi tersebut. Meski badan ini gemuk, saya (selalu) mencari alasan untuk pembenaran (tepatnya menoleransi diri sendiri). Terlebih sikap serupa, juga dilakukan orang-orang terdekat di sekitar.
Alih-alih menyadarkan, justru memberi dukungan melalui komentar-komentarnya.
"Gak papa gemuk, sudah punya anak dan istri ini."
"Kamu itu tinggi, jadi gak kelihatan kalau gemuk."
"Kalau kurus, kamu malah gak pantes."
"Kalau kurus, dikira gak diurus istri."
Begitu seterusnya dan seterusnya, kalimat demi kalimat (pembenaran) satu persatu masuk telinga, kemudian disimpan dalam benak. Lama-lama menjadi pemakluman, menumbuhkan perasaan nyaman alias merasa tidak ada yang salah dengan badan gemuk.
Memang sih, tidak ada yang salah dengan orang gemuk. Toh, yang merasakan akibatnya juga diri sendiri.