Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Dampak Positif Macet dan Urun Solusi Mengatasi

10 November 2017   07:44 Diperbarui: 12 November 2017   14:05 1818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bisa ngobrol sepanjang jalan -dokpri

Lampu Ibukota berpendar terang, meski pelukan malam belum terlalu larut. Jarum jam di pergelangan tangan, baru separuh jalan meninggalkan petang.

Pukul sembilan malam, kami lima Kompasianers menunggu pesanan UberX. Sengaja berlima ride sharing, selain lebih hemat dan ekonomis, bisa ngobrol sepanjang perjalanan.

Kami berdiri di trotoar, di depan sebuah Hotel, di Jalan Wahid Hasyim - Jakarta Pusat. Tetes air belum terlalu rapat, dikirim langit untuk jatuh di jalanan Ibukota.

Acara Kompasiana Nangkring kali ini, memang selesai cukup malam. Sesuai jadwal, acara baru dimulai jam 19.00.

"Order UberX, sudah berhasil kan mbak?"

Giovani, lelaki paling muda diantara kami berlima. Nada suaranya terkesan, kalau dirinya sudah tidak sabar. Seolah menyimpan khawatir, kalau-kalau titik air jatuh menjelma lebih kerap.

"Sudah kok, tiga menit lagi sampai "

Mbak Tuty -satu dari dua perempuan diantara kami-, sebagai pemesan mencoba meyakinkan. Sembari memperlihatkan layar ponsel, membuktikan ucapannya bukan basa basi.

Sontak saya menanggapi,  memanjangkan leher, mendekatkan mata ke arah handphone. Terbaca di wall aplikasi Uber, tersemat status sedang menunggu driver.

"Iya, tiga menit lagi sampai."

Saya meyakinkan Gio, mesti dalam hati sendiri ragu. Apa benar, dalam waktu tiga menit, mobil berhenti di depan tempat kami berdiri.

Lalu lintas Jakarta, sedari dulu akrab dengan kemacetan. Mau pagi, siang, sore, malam, bahkan dini hari sekalipun. Ruas jalan megapolitan, tak pernah senyap dari lalu lalang kendaraan.

Namun berkegiatan musti terus jalan, seperti halnya roda kehidupan yang berputar. Terbukti, kami lima Kompasianers, malam ini beratap langit jalanan Jakarta.

Yang dinanti tiba, mobil pesanan berhenti, meski lebih lambat tiga menit. Sebelum gerimis menjelma hujan, satu persatu bergegas menempati jok di dalam mobil.

Udara penat jalanan, berganti nyaman dari pendingin mobil. Musik slow sedang diputar, mengalirkan rasa tentram dan ketenangan.

"Selamat malam, ke Stasiun Tanah Abang, ya Pak-Ibuk"

Driver Uber  bertutur sopan, menyebutkan tujuan, memastikan membawa orang yang tepat. 

"Iya Pak, Ke Tanah Abang"

Mbak Tuty menjawab ramah. Kami memaklumi, atas keterlambatan beberapa menit.

Kemacetan dan Rade Sharing dalam Sudut pandang

Sudah satu tahun lebih, saya lebih suka bepergian dengan transportasi  publik. Entah Trans jakarta, Commuter Line atau transportasi berbasis  online (baca, Uber Motor atau UberX)

Dulu, kemana-mana saya naik  motor, kerap terkena stress di jalanan. Sampai satu waktu, ketika  berpapasan dengan palang kereta sedang ditutup. Saat menunggu  serangkaian gerbong melintas, bunyi sirene terdengar memekik telinga.

Mendadak, pada pangkal leher terasa pusing. Saya memijit dengan ujung jari, meski tidak terlalu membantu mengurangi rasa sakit.

tennessean(dot)com
tennessean(dot)com

Aplikasi Uber-dokpri
Aplikasi Uber-dokpri
Titik balik terjadi, setelah konsultasi dokter. Selembar kertas print hasil USG, merekam organ tubuh bagian dalam. Penjelasan dokter panjang lebar, meluruskan ketidaktahuan demi ketidaktahuan.

Keluar dari ruang konsultasi, pikiran ini berbalik seratus delapan puluh derajad. Saya bertekad, merubah gaya hidup, pola makan dan rutin berolah raga, demi kesehatan diri sendiri.

Ya. Naik transportasi publik, menjadi pilihan paling keren. 

Apa gak ribet, apa gak mahal? 

O, tentu tidak. Kita bisa pesan Uber dari manapun, sistem ride sharing memberi pilihan lebih hemat.

Berikut Dampak Kemacetan dan Ride Sharing sebagai Solusi  

Fisik Lebih Bugar, Langsing dan Sehat

Dua tahun lalu, bobot tubuh ini hampir satu kuintal. Kala itu, kemana-mana naik sepeda motor. Saya relatif minim gerak, lebih lama duduk di jok saat sedang macet.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Dengan naik UberX, saya tidak stress memikirkan macet. Cukup duduk dan bersabar, begitu sampai tujuan tak repot mencari parkir. Turun dari Uber, saya lebih kerap berjalan cepat atau setengah berlari.

Hasilnya, kalori terbakar dalam jumlah signifikan, badan lebih bugar. Dalam jangka waktu satu setengah tahun, berat badan menyusut.

Saya kerap ride sharing bersama beberapa teman, setelah turun dari Uber, mengajak jalan bergegas. Sebenarnya sedang tidak terburu-buru, sekedar strategi membakar kalori, biar sama-sama lebih sehat.

Semakin Akrab dengan Teman

Kemacetan membawa berkah, bagaimana tidak, banyak hal bisa dikerjakan di tengah macet. Sistem ride sharing, memungkinkan antar kami, bisa ngobrol banyak hal dengan teman seperjalanan.

bisa ngobrol sepanjang jalan -dokpri
bisa ngobrol sepanjang jalan -dokpri
Mulai berbagi informasi event ini dan itu, berbagi tips dan trik menulis untuk lomba. Tak jarang, kami berdiskusi tentang topik hangat yang sedang terjadi.

Kami, yang semula tidak terlalu dekat. Berkat ride sharing, berubah menjadi sering ngobrol dan akrab. Tak pelak, setiap ada event bersama, janjian pulang bareng dan memesan Uber.

Lebih Menghargai Waktu

"besok, jalan jam berapa"

"Jam 8 sudah keluar rumah"

Dampak kemacetan, biasanya akan memperpanjang waktu tempuh di jalan. Saya mulai terbiasa, mempersiapkan waktu lebih panjang, sebelum berangkat ke suatu tempat.

Saya siap keluar rumah, dua jam dari jadwal satu acara dimulai. Janjian dengan teman --rumahnya satu wilayah- di satu tempat, satu diantara kami memesan Uber untuk ride sharing.

Sampai saya tulis artikel ini, cara mengatur waktu lumayan manjur. Saya nyaris tidak pernah telat-kecuali force majour- , ketika menghadiri sebuah acara.

"kenapa gak jalan jam 9 saja"

"Kita berangkat, barengan dengan jam kantor, pasti macet deh"

Suasana kemacetan- dokpri
Suasana kemacetan- dokpri
Menyalurkan Hobi

Buku --biasanya novel-, sebagai barang tak lupa saya bawa di dalam tas. Kemacetan, bisa menjadi alasan untuk menyalurkan hobi membaca. Di tengah lalu lintas padat, saya bisa membaca beberapa bab. Hal serupa belum tentu terjadi, kalau kondisi jalanan sedang lancar.

Bahkan pernah kejadian, stock buku belum dibaca sampai habis. Akhirnya, saya membaca ulang buku lama. Ada satu novel karya Umar Kayam, dibaca ulang sampai empat kali.

-Bukan berarti, saya lebih suka macet ya. Membaca, bisa menjadi alternatif, mengisi waktu di tengah kemacetan-

Kemacetan Menjadi Cara Efektif Berhemat

Dulu saat naik motor, sekali isi pertamax sekitar Rp. 20.000,- per hari. Efek menyetir motor sendiri, badan lebih capek terutama pada saat macet --belum lagi stressnya, seperti di awal artikel.

Project Pop -dokpri
Project Pop -dokpri
Ride sharing menjadi solusi tepat, untuk lebih menghemat pengeluaran. Mari kita berhitung, berlima ride sharing dengan Uber,  membayar (misal) Rp. 25.000,-. Artinya, satu orang, hanya mengeluarkan uang Rp. 5.000,-

Bandingkan, dengan budjet dikeluarkan, saat masih menyetir motor sendiri. Dengan ride sharing, bisa menghemat sampai Rp. 15.000,-

Ya. Cukup dengan lima ribu, selain hemat, saya mendapatkan aneka benefit- seperti diuraikan di atas.  Bagaimana kalau seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan, tentu lebih banyak pengeluaran transportasi dihemat.

Belum lagi, dampaknya pada kesehatan dan psikologis. Tentu akan lebih sehat, tidak mudah stress, lebih nyaman, serta aneka benefit yang tidak bisa diukur dengan sekedar uang.

-0-

Lampu lalu lintas berwarna merah, saat Uber sampai di perempatan Sarinah. Semalaman ini, masih saja lalu lalang kendaraan tiada henti. Pada beberapa titik tersendat, terutama pada pertemuan arus kendaraan.

Tak jauh dari Hotel tempat kami naik, mobil sempat tertahan di perempatan Jalan Sabang. Setelah lepas dan sampai perempatan Sarinah, Uber belok kanan arah bundaran patung kuda.

Lanjut melintasi Jalan Budi Kemuliaan, sedikit lewat Jalan Abdul Muis, kemudian belok ke jalan tanah abang. Agar tidak terlalu memutar, kami memilih berhenti di Jalan Jati Baru, tinggal nyebrang sudah terlihat pintu masuk Stasiun Tanah Abang.

Sepanjang jalan, berlima kami bertukar cerita. Mulai dari pengalaman pribadi, sampai isu yang sedang ramai dibahas. Driver kami libatkan dalam percakapan, sehingga suasana menjadi sangat cair.

"Ada yang iseng di google map, Jalan Dewi Sartika diganti jadi Jalan Dewi Persik." Celetuk driver, disambut tawa seisi mobil.

Sampai tujuan, total 20 menit waktu tempuh dibutuhkan, selesai membayar, kami pamit sembari membuka pintu mobil.

"Sampai ketemu lagi ya Pak"

Saatnya Setiap Individu Berkontribusi

suasana macet di jalan tol -dokpri
suasana macet di jalan tol -dokpri

Mengamati lalu lintas Jakarta, yang terkenal dengan kemacetan. Keruwetan semakin menjadi-jadi, ketika jam berangkat dan pulang kantor sedang berlangsung.

Belum lagi, kalau rute perjalanan, terpaksa berhimpitan dengan proyek MRT. Waduh, untuk satu kilometer jarak tempuh saja, bisa dibutuhkan waktu satu jam---pengalaman pribadi nih.  

Kita tidak bisa berdiam diri, musti ikut berpartisipasi menyelesaikan masalah--meski kecil. Tidak bisa, hanya mengandalkan kebijakan pemerintah dan atau menunggu orang lain.

Sebagai pengguna jalan, setiap individu sangat bisa berkontribusi. Hal paling sederhana, adalah mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, menerapkan konsep ride sharing dengan Uber.

Mari kita berhitung (lagi), kalau hanya satu orang, untuk mengisi satu mobil di jalanan Jakarta. Maka apabila ada lima mobil di jalan, berarti untuk mengangkut (hanya) lima orang.

Bagimana kalau 10 orang, 15 orang, 20 orang, dan selanjutnya dilipatkan lima. Pertambahan mobil berlipat lima juga, berbanding lurus jumlah orang di dalam mobil.

Sementara kapasitas jalanan tetap, tidak mungkin diperlebar dan terus diperlebar. Inilah muasal, mengapa kemacetan terjadi di semua sudut Jakarta.

Persis seperti video di bawah ini


Setiap diri, musti menekan ego, demi kenyamanan berlalu lintas. Kalau saja setiap orang, mau menerapkan konsep ride sharing. Niscaya, dampaknya tidak akan disangka.

Mengacu contoh perhitungan di atas, bagaimana kalau satu mobil untuk membawa lima orang. Maka, tidak perlu 25 mobil, untuk mengangkut 25 orang.  Tapi, sukup 5 mobil, SEKALI LAGI 5 MOBIL  (sengaja CAPS LOCK) bisa muat untuk 25 orang. Kalau 5 mobil cukup untuk 25 orang, berarti ada 20 mobil tidak perlu turun ke jalan.

So, kemacetan tidak perlu lagi terjadi. Urusan berlalu lintas lebih lancar, waktu tempuh lebih pendek, cepat sampai rumah saat perjalanan pulang.

Selanjutnya, kualitas hidup lebih meningkat. Banyak waktu untuk keluarga, tidak lagi terbuang di jalan akibat macet.

 Mengurai Kemacetan, Sejatinya tanggung jawab kita semua !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun