Bulan Ramadan dinanti kini telah tiba, saatnya umat muslim bersuka cita menjalankan ibadah puasa. Seklias memang terkesan berat menanggung lapar dahaga, namun kalau dijalani sebenarnya terasa menyenangkan.
Saat menanti detik-detik menuju bedug magrib, menjadi moment paling mendebarkan. Waktu terasa berjalan begitu lama, satu menit berjalan serasa sepuluh menit. Sudah ditinggal mengerjakan ini dan itu, nyatanya tetap saja jarum jam berjalan teramat lambat.
Begitu adzan magrib terdengar, perasaan mendadak “PLONG” terbayar sudah penantian. Seteguk dua teguk minuman membasahi kerongkongan, rasa haus seketika hilang tak berbekas— Subhanallah nikmatnya tiada tara.
Satu dua hari berlalu berganti minggu, hingga akhirnya genap satu bulan puasa dikerjakan. Hari kemenangan yang ditunggu tiba, perasaan lega tidak terdefinisikan dengan kata. Saling bermaaf-maafan tanpa memaksa dan dipaksa, setiap diri kembali lahir menjadi pribadi yang baru.
Saya masih ingat, awal mula menjalankan ibadah puasa. Saat itu masih duduk di kelas satu SD, keinginan itu muncul sendiri karena melihat ayah, ibu ,saudara kandung dan teman sekolah sudah berpuasa.
Puasa pertama masih bolong sana-sini, sesekali ngumpet demi ngemil makanan kalau sedang kelaparan siang hari. ibu saya adalah orang paling telaten menahan keinginan anaknya batal puasa, sembari mengingatkan bahwa saat berbuka tidak lama tiba.
Saya tetap saja bersikeras makan saat ibu lengah, kemudian pura-pura puasa hingga tiba saat berbuka. Sebenarnya sih saya yakin, kalau ibu tahu anaknya sudah batal puasanya—hehehe.
Setelah masuk kelas empat Sekolah dasar, saya mulai menjalankan puasa dengan penuh kesadaran. Bisa menikmati bagaimana nikmat lapar dan haus, sampai genap sebulan tidak ada hari yang batal. Kemudian mulai menggenapi dengan taraweh dan tadarus, ditambah menjalankan I’tiqah jelang akhir Ramadan.
Kini setelah punya dua anak, saya merasakan sendiri bagaimana ayah dan ibu dulu berusaha sekuat tenaga, menanamkan kesadaran pada anak untuk berpuasa.
Alhamdulillah sulung saya sudah rutin berpuasa, sejak belum genap berusia enam tahun disandangnya. Pada umur masuk kelas satu madrasah itulah, jagoan yang kini sudah menjelang puber tidak bolong puasanya.
Sebagai ayah saya berusaha bersikap demokratis, tidak terlalu memaksakan kehendak pribadi. Namun tetap saya menanamkan manfaat puasa, sembari menceritakan ulang kisah-kisah manusia pilihan.