Siapa tak kenal buah nanas, dengan daun kaku warna hijau keputihan di bagian atas buah bak mahkota. Kulit buah tebal hijau kekuningan, dagingnya menyimpan banyak air dan serat.
Kalau buah nanas dikupas, akan tampak mata bulat hitam menempel di badan buah. Cara mengupas nanas juga sangat lazim, dengan pisau membentuk guratan spiral mengikuti mata bulat hitam.
Butuh ketelatenan mengupas nanas, terutama menguliti mata buah di permukaan daging. Musti dipastikan benar benar bersih, sedikit saja serabut tertinggal bisa mengakibatkan gatal setelah dimakan.
Semasa masih kecil, saya kerap melihat ibu mencampur garam pada potongan nanas siap makan. Tujuannya untuk mengurangi rasa asam dan efek gatal, terdapat perpaduan asin dari garam dan manis dari air buah nanas.
Nyatanya, asam dan gatal tak sepenuhnya hilang. Tak jarang masih ada sensasi clekit clekit gatal, biasanya di ujung lidah dan tenggorokan. Kalau terjadi seperti ini, ibu menyarankan saya mengambil gula pasir secukupnya diletakkan di lidah.
Karena sering gatal tersebut, sampai dewasa saya tidak terlalu gemar konsumsi buah nanas. Menikmati nanas hanya sekedarnya, kalau kebetulan dibuat rujak dicampur potongan buah lainnya. Atau kalau kebetulan istri sedang ngemil nanas, iseng kepingin mencicipi sepotong kecil.
Tapi itu dulu,
sikap saya mendadak berubah, setelah mengenal nanas jenis hony. Nanas jenis ini, dikembangkan oleh petani buah di perkebunan di Lampung. Jadi bisa kita pastikan, nanas hony termasuk buah lokal.
Nanas honi memiliki kandungan oksalat terendah, oksalat adalah zat yang menyebabkan gatal pada buah. Karena dibudidayakan secara khusus, ukuran buah lumayan besar. Satu buah nanas honi, kalau ditimbang bisa mencapai bobot satu setengah kilo atau lebih.
Kulit buah lebih tebal, sehingga cara mengupasnya unik berbeda dari biasanya. Tak perlu membuat guratan spiral lagi, dijamin lebih praktis dan efisien.