[caption caption="Smartphone dalam keseharian (dokpri)"][/caption]
Era tehnologi yang berkembang saat ini, mempengaruhi bergesernya kebiasaan masyarakat. Tiada hari tanpa smartphone,  kalau mau cermat ternyata alat canggih ini membuka peluang menjadi pewarta. Tak peduli latar belakang pendidikan, sosial ekonomi atau keterbatasan apapun. Pendek kata, meski bukan lulusan sekolah komunikasi pintu terbuka menjadi pewarta.
Ada kisah seorang warga pelosok bernama Rudi Hartono, mulanya mengirim video di program dari NET. Perangkat yang digunakan juga sangat sederhana, waktu sedang booming BB (bukan bau badan yak heheh). Karena kualitasnya masih dibawah standart, maka hasil liputan tak ditayangkan televisi.  Namun awak redaksi melihat potensi anak muda ini, sehingga dimentori via phone karena kendala jarak. Semangat Rudi sangat terlihat, dari liputan demi liputan semakin rajin  dikirim.
Akhirnya hasilnya makin lama lumayan bagus, mendapat income dari kegiatan citizen Journalism yang ditekuni. Saat ini Rudi Hartono, bisa membeli peralatan liputan yang lebih layak. Dari sekedar BB, sudah berganti kamera yang lebih canggih. Bahkan terakhir ada kabar, bisa membeli drone demi hasil gambar yang bagus.
Nah kenapa tidak mengikuti, kisah sukses Rudi. Saya, anda atau kita semua, bisa menjadi pewarta warga atau citizen journalism. Tak perlu jauh-jauh mengabarkan berita, mulai dari yang ada disekitar kita. Entah itu kulinernya, budaya yang unik atau keindahan alam. Karena yang tahu persis keadaan sekeliling kita, siapa lagi kalau bukan kita sendiri.
Apalagi kalau mendapat reportase moment !
Misalnya ada kejadian (ini misal ya) kecelakaan, saat itu belum ada journalis yang datang. Hal ini bisa menjadi peluang warga biasa, memanfaatkan mengasah kemampuan sebagai citizen journalism.
Hari yang istimewa ini, saya mendapat pencerahan dari Thomas Herda seorang  Senior Producer NET. Bahwa keterbatasan jumlah jurnalist, dapat diisi oleh warga yang notabene reportasenya  unik artinya beda sudut pandang.
"Biasanya setiap kejadian, jurnalis cenderung mencari angle di ring satu" Ujar Thomas
Misalnya ada acara kenegaraan di istana, wartawan berbondong meliput acara inti di Istana. Padahal ada sudut lain, yang bisa ditampilkan sebagai akibat dari acara kenegaraan tersebut. Contohnya pedagang makanan di sekitar istana yang omsetnya meningkat, atau misalnya pegawai kantor yang kesulitan mencapai kantor di daerah Thamrin akibat penutupan jalan, dan masih banyak angle lainnya.
Saat ini sudah banyak media baik audio, audio visual atau online menyediakan space bagi jurnalisme warga. Peran warga begitu diperhatikan, mengirim reportase baik berupa laporan video, atau juga tulisan.