Melihat tampilan tumbuhan, tak ubah seperti tanaman liar. Sekilas seperti tanaman ilalang, yang tumbuh di pinggiran danau atau sungai. Karena dianggap tanaman tak berguna, biasanya akan dibakar setika batang mulai kering. Saya pribadi baru kali pertama, mendengar nama tanaman purun.
"tanaman seperti ini banyak di Kalimantan, bisa tumbuh di daerah lembab atau basah di pinggir danau atau sungai" timpal Fikry.
Kemudian mahasiswa cerdas, menjelaskan singkat proses pengolahan purun menjadi briket. Tanaman liar yang kering dibakar, kemudian setelah menjadi abu dimasukkan dalam cetakan. Untuk menyulap menjadi briket dicampur dengan bahan lain, agar wujudnya menjadi padat. Komposisi campuran tersebut, terdiri dari tepung 1,5 gram dan purun 28,5 gram. Untuk menghasilkan satu cetak briket, memiliki berat 30 gram mengandung 6.160 kalori.
Briket purun ini berfungsi, sebagai bahan pemanas tungku. Selain bisa untuk memasak, juga untuk membakar gerabah (kerajinan dari tanah). Inovasi adik-adik mahasiswa ini sangat bermafaat, briket purun bisa menggantikan briket batu bara.
[caption caption="Aris & Fikry dari Unlam Kalsel (dokpri)"]
[caption caption="Briket dari Tanaman Purun (dokpri)"]
Sebuah potongan paralon berdiameter sekitar 20 centi, tampak sedang digabungkan dengan alat lainnya.
"Alat ini berfungsi untuk menghasilkan tenaga listrik" jelas Furqon ketika saya tanya perihal benda yang ada di tangannya.
Cara kerjanya cukup simple, paralon menampung air dari arah vertikal. Bisa dari air hujan atau air terjun, kalau air sungai yang mengalir horisontal tidak bisa karena tekanannya tidak maksimal. Setelah air masuk ke paralon, otomatis memutar baling-baling yang dipasang di dalam paralon. Kemudian permukaan luar paralaon, dipasang magnet yang ditempel dengan lakban. Setelah magnet dipasang mengeliling paralon, dilapisi lagi dengan gulungan kumparan.
[caption caption="Aris & Fikry dari Unlam Kalsel (dokpri)"]
[caption caption="Furqon, fak. MIPA IPB (dokpri)"]