Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ikhlas Dulu atau Ikhlas Nanti?

12 Agustus 2014   03:26 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:47 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“apa guna beramal kalau tidak ikhlas” celetuk seorang lelaki pekerja muda di serambi masjid usai sholat jumat ditunaikan

“Bagaimana anda tahu kalau orang yang sedang bersedekah itu ikhlas atau tidak ikhlas?” tanya teman lain yang duduk disampingnya memendam rasa penasaran

“lha tadi pakai diumumin nama dan jumlah sumbangan oleh takmir masjid, sebelum khatib sholat jumat naik mimbar ” argumen pekerja muda membela diri

“Oooo .., #!...*(-)....? teman disebelahnya mengangguk sembari kebingungan masih duduk disampingnya.

Urusan ikhlas tak ikhlas adalah urusan ruhani dan tak bisa dengan mudah diclaim hanya melalui parameter pikiran manusia, lagi pula kenapa musti sewot orang lain yang bersedekah dan menymbangnya memakai harta dari kantong mereka secara otomatis biarkan mereka sendiri yang berhak menentukan menata hati (entah) ikhlas atau tak ikhlas, terus biarkan mereka sendiri yang mendapat akibatnya, apakah sedekahnya di terima di sisi Allah swt kemudian mendapat keberkahan dan kelancaran rejeki apabila ikhlas dihatinya ataukah mereka hanya mendapat sanjung dan puja dari manusia sekaligus bisa menjadi “prospekkan” bagi pencari donatur gadungan apabila riya menjadi prioritasnya.

Lalu apa hubungannya dengan orang lain yang berkomentar akibat hanya sekedar mendengar nama seorang dibacakan dalam daftar penyumbang pembangunan tempat ibadah, apakah kesewotannya akan memberi efek bagi dirinya sendiri,apakah sikap sewotnya apakah akan berdampak bagi kemuliaanya karena telah memberi inspirasi kepada pihak lain tentang nilai luhur yang bernama ikhlas, pertanyaan ini yang nihil jawaban sampai akhirnya kedua rekan kerja ini berlalu meninggalkan masjid

Setan ada dimana mana bahkan bersemanyam di hati manusia, pernyataan perang dengan manusia yang pernah diutarakan ketika Allah swt mengultimatum bahwa setan akan ditempatkan abadi di neraka gegara menolak bersujud pada Nabi Adam AS, sampai kini komitmen setan dengan nyata dan konsisten sudah dibuktikannya. Setan tak ragu hadir ditengah tempat peribadatan dengan gencar menyerang seperti kasus di awal tulisan ini. Bagi orang yang mengajipun tak lepas dari goda, bisa saja ditumbuhkan bibit rasa bangga akan keelokkan suaranya atau sang qori akan dilambungkan angannya bahwa tiba masa namanya akan terkenal seantero negri, pun di majlis taklim dan majelis ilmu lain setan mengendap mencari celah untuk mengotori sanubari

Ah setan...setan..........

Namun saya pribadi beranalogi misalnya saja ketika ingin membuka usaha, apakah harus memiliki uang yang banyak dulu untuk mencari lahan yang berada ditempat strategis kemudian membangun ruko yang megah kemudian mengisi dengan barang jualan yang lengkap, atau yang penting jualan dulu dengan modal uang dan kondisi yang ada? taruh kata membuka lapak di teras rumah menjual barang yang sesuai kebutuhan orang di sekitar, atau menjadi agen untuk barang yang sudah terbukti laku kemudian mengembangkan network dan belajar ilmu marketing melalui situs yang bisa diakses gratis dan mengembangkan diri agar usaha bisa berkembang seiring dengan peningkatan keahlian dalam berjualan. Misalnya lagi apabila ingin menjadi penulis handal apakah harus membeli komputer atau gadget canggih yang nyaman dipakai untuk menyusun kata demi kata kemudian mendaftar kelas kelas penulisan dengan mentor penulis terkenal nan profesional kemudian kursus private secara spartan tentang tips dan trik menjadikan tulisan hebat atau lebih memilih untuk memulai dulu saja menulis, mungkin kalau belum punya komputer atau laptop bisa di selembar kertas dulu kemudian dengan uang tigaribu rupiah bisa diketik ulang di warnet di posting di blog gratis sambil mencoba mengirim naskah ke sana sini syukur diapresiasi kalau belum jangan mudah patah arang. Aktif mencari informasi acara tentang bedah buku, menyisiri kultwit di media sosial tentang kepenulisan beserta tehniknya sehingga kesungguhan akan proses bisa membentuk tulisan menjadi apik dan menyihir orang lain yang membaca.

Kembali ke topik awal perihal ikhlas, jadi sikap yang harus ditetapkan adalah pada saat ada kotak amal melintas dihadapan pada saat khotbah sholat jumat berlangsung kemudian di kantong ada duit kenapa tidak segera dimasukkan ke dalam kotak tersebut, atau kalau sedang macet ditengah jalan ada masjid sedang renovasi coba sisihkan barang selembar dua lembar uang kertas. Usai belanja di minimarket disamping pintu keluar ada kotak amal untuk panti asuhan jangan berpikir terlalu lama untuk memasukkan uang receh kembalian dari kasir. Mungkin ada baiknya jangan dulu berbicara ikhlas atau tak ikhlas yang penting sedekahnya dulu yang dibiasakan. Seiring dengan pembiasaan yang berulang dan berulang akhirnya akan terbuka pemahaman pemahaman baru tentang dimensi keruhanian, bukankah sunatullah akan berpihak pada orang yang menyediakan diri berproses untuk peningkatan kualitas diri? Waktu kita bernafas di dunia ini terbatas jangan sampai jatah itu lebih dulu datang sementara diri masih tarik ulur ikhlas dulu atau ikhlas nanti. (wallahu’alam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun