Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Segelas Es Dawet (Tentang Ayah)

13 November 2014   03:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:56 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_374795" align="aligncenter" width="576" caption="ilustrasi kolam renang (dokpri)"][/caption]

"Yah..temenku sudah ke Manunggal Karya, kolamyang dekat stadion itu lho yah" Hanafi kecil membuka pertemuan pada kamis sore itu di teras.

Sang ayahyangduduk di kursi panjang dari papan menoleh sebentar, kemudian kembali lagi pandangannya tertuju pada halaman koran yang ada ditangannya. Koran terbitan dua hari yang lalu dibawa dari sekolah, setelah yakin mendapat ijin dari rekan guru lainnya. Mendengar ucapan bungsunya ayah tak segera bereaksi, merasa kalimat bocah kecil itu berkelanjutan.

"Aku kapan diajak main ke kolam itu Yah" lanjut Hanafi sambil duduk mendekat.

Ayah yang memang irit bicara mengalihkan tatapan sayunya pada jagoan disebelahnya, senyum mengembang kedua ujung bibir mendesak minggir pipinya.

"memang kamu bisa renang" tanya Pak Sukamad menyelidik.

"eee.....eemmmmm" Hanafi menarik kalimat tak jelas tanda ragu menjawab.

Bola matanya dilempar ke langit langit menghindar tatapan sang ayah, sekaligus mencari jawaban yang tepat dan tentunya masuk akal. " kata teman teman ada kolam bulat dan dangkal Yah " Hanafi berargumen menangkal serangan.

Tak kuasa melihat wajah sang anak yang memelas dan tak tega menolak permintaan. Ayah tak melanjutkan topik tentang keahlian renang Hanafi, lelaki paruh baya ini memilih menyambung obrolan tema selanjutnya "memang mbayare berapa kalau renang ke situ" lanjut sang ayah.

"gak mahal Yah" wajah cerah Hanafi mendadak terbit "kata temanku kalau anak SD bayar separoh" jelas Hanafi antusias "bahkan yang ngantar gak pake bayar, asal tidak ikut nyebur kolam " Hanafi meyakinkan ayahnya.

Ayah meletakkan koran dipangkuan dengan setengah terlipat, wajahnya menengok penuh pada anak kesayangannya. Senyum terbaik kembali dipersembahkan, kedua ujung bibirnya kembali mendesak minggir pipinya yang tirus. "Hari minggu saja ya lee....., kamu kan libur" kesanggupan dilontarkan ayah "tapi ada syaratnya satu" ayah memancing penasaran.

"pakai syarat segala, memang apa Yah" mimik Hanafi yang semula cerah beringsut serius.

"Kamu harus cepat mandi, sebentar lagi mau adzan maghrib" ekspresi ayah dibuat sedemikian serius.

"Iya Yah, aku mandi sekarang, biar gak keburu maghrib" anak bungsu itu berlalu ke belakang menunaikan syarat sang ayah.

**********

Menunggu hari Minggu tiba bukanlah waktu yang sebentar, rencana kepergian yang menyenangkan itu tak kuasa dipendamnya sendiri. Hampir semua teman lelaki sekelas yang pernah pamer dikabari, seolah ingin "membalas" sekaligus membuktikan kalau sebentar lagi anak kelas tiga SD ini akan merasakan dinginnya kolam renang.

"awas yo jangan sampai kelelep kamu, nanti plempokken" ledek Slamet teman sebangku disambut tawa teman lainnya.(*plempokken: kemasukan air sampai kembung)

"Kalau klelep hidungku tak pegangi sambil tahan nafas, terus mulutku mingkem" balas Hanafi sambil mempraktekkan.

"paling kamu nanti di kolam yang bunder to" sahut Budi menjatuhkan mental "iku kolam buat bocah TK Han" lanjut lebih sengit.

"ya sak senengku sendiri tho, mau kolam kotak mau kolam bulat terserah aku" muka hanafi merah padam segera meninggalkan pasukan pengolok. Telapak tangan kanannya terkepal meninju meja didepannya, tawa teman temanya meledak melihat tingkah Hanafi.

Sejak latihan di sungai dekat sawah Hanafi pulang dengan kepala pusing, akibat minum air sungai kebanyakan. Perasaan enggan mengulangi latihan lagi menguasai, paling kalau ikutan ke sungai Hanafi yang saat itu masih kelas dua SD nyebur di pinggiran tanpa ikutan berenang.

Keinginan pergi ke kolam renang wisata ini, hanya ingin menyelamatkan "harga diri". Terutama ketika teman sekelasnya bertanya "kamu wis pergi ke Manunggal apa belum Han/". Setelah hari minggu nanti wajah polos Hanafi akan menatap si penanya, kalimat tegas dan percaya diri akam menyertai jawaban "ya sudah to, masak ke manunggal saja belum"

******

Jam meja dengan gambar induk ayam di atas buffet sederhana, menjadi benda yang paling sering disambangi. Anggukan kepala induk anak ayam beriring suara "klik-klik-klik", menggerakkan jarum panjang warna merah, menjadi penanda detik sedang berjalan.

"wis tho Han sana tidurnya di ranjang, jangan nungguin jam terus " ibu menghalau Hanafi yang tiduran di lantai dekat buffet. "ibu mau nyapu, gak bisa kalau kamu di sini" lanjut ibu setengah mengusir

Dua kakak yang masih tinggal ekspresinya datar ketika dipameri adiknya, kalaupun pergi ke kolam lebih suka dengan teman daripada dengan ayah. "dasar ndeso renang ke Manunggal ae pamer" ejek kakak nomor empat.

"ya biarin to" Hanafi tak mau kalah sengit.

*****

[caption id="attachment_374797" align="alignleft" width="196" caption="dokpri"]

1415798904447911806
1415798904447911806
[/caption]

Hari yang ditungu tiba juga, bocah kecil sudah bersiap sejak pagi. Sarapan dengan pecel sayur buatan ibu disantap "biar pas renang gak kelaparan" bujuk ibu sambil menambahkan secentong nasi diatas piring.

Hanafi yang sudah kenyang tetap memaksakan diri, rasanya apapun dilakoni kalau sudah dikaitkan dengan renang. Ayah bertopi warna biru dengan bordir lambang KORPRI (Korp Pegawai Republik Indonesia) sedang memasukkan baju ganti dan bekal dalam kotak plastik serta sebotol teh manis.

"nanti di sana jangan jajan yo le.... ini sudah dibawain pisang goreng" pesan ibu memberitahu isi kotak plastik.

Dengan angkutan umum ayah dan anak ini berangkat, kolam renang ini memang satu satunya. Hari minggu adalah hari libur, tak mengherankan kalau lumayan ramai. Hanafi memilih kolam bulat untuk berendam, sesekali memanfaatkan prosotan dan bergaya seolah olah berenang dengan kaki menginjak dasar kolam. Ayah memandangi anak bungsunya, sambil tersenyum lebar mensuport halus agar anaknya mencoba di kolam kotak.

"ayo cobanen kolam yang kotak tapi kamu dipinggir saja le.." tantang ayah " nanti tangamu pegangan besi itu" ayah menunjuk benda yang dipasang sepanjang dinding pinggir kolam. Hanafi mencoba dan terus berada dipinggiran kolam kotak, meski akhirnya kembali ke kolam yang bulat.

Hari mulai panas Hanafi mulai terpuaskan keinginan berenang, segera mengajak pulang ayahnya. Pesan ibu pulang jangan terlalu sore diingatnya, soalnya malam harus belajar buat persiapan sekolah hari senin. Empat pisang goreng sudah habis dimakan berdua dengan ayah air teh masih separuh botol , Hanafi sudah berganti baju kering siap untuk pulang.

*******

Pelataran dekat pintu masuk kolam ramai dengan pedagang, beberapa pengunjung tampak baru berdatangan. Sekian lalu lalang manusia dan pedagang ada satu tempat yang menarik perhatian Hanafi, sebuah gerobak dorong di sudut halaman kolam renang. Dengan tulisan warna hijau mencolok, "ES DAWET" menunjukkan si pedagang menjual es dawet.Dengan mata terus tertuju pada gerobak, Hanafi memendam ragu mengutarakan keinginannya.

"Ayo kita nyari angkutan Han" ajak ayah belum sadar ulah Hanafi

"nggih yah" balas Hanafi gagap kakinya melangkah berat dan tersendat berharap sang ayah menengok padanya.

Benar saja dalam hitungan detik kepala Pak Sukamad menoleh, mulai sadar kelakuan lelaki kecilnya. "ayo kita buruan pulang..." ayah mengulang ajakkanya sambil menggandeng tangan kanan Hanafi.

Bocah ini tak menjawab kecuali menuruti langkah ayahnya dari belakang, dengan tatapan focus tak beralih. Dawet warna merah yang terlihat jelas dari toples bening begitu menggoda, enggan rasanya melepas rasa segarnya meski hanya dengan melihat. Mulut kecil itu tak berani mengeluarkan sedikitpun kalimat, semua kata kata seperti tercekat dalam kerongkongan. Berdua bergeser ke bawah pohon waru di pinggir jalan, menunggu angkutan umum datang.

"kamu pengin Es dawet yo...?" tanya ayah tak tahan melihat anaknya.

Hanafi diam tak menjawab, diamnya jagoan ini justru jawaban itu sendiri "ayo kesana" Pak Sukamad beranjak menuju gerobak es dawet.

Satu gelas dipesan pada pedagang yang dari tadi berharap didekati ayah dan anak ini, "Kok pesannya Cuma satu yah" tanya Hanafi polos

"Ayah kurang suka Es Dawet" jawab ayah beralasan.Kebahagiaan hari libur ini semakin utuh, selain pergi ke kolam renang segelas es dawet menjadi pelengkapnya.

Tak lama angkutan umum datang dan mengantar keduanya sampai depan rumah, terlihat ayah mengeluarkan selembar uang satu satunya dari dompet diberikan pada pak supir.

Cerita kolam Manunggal menjadi Hot News pada hari senin di geng Hanafi, ada yang masih saja mencemooh tapi ada mengakui Hanafi sudah sejajar dengan teman yang lain.

Sepulang dari sekolah Hanafi menuju dapur, ibu yang baru pulang dari berdagang di pasar masih meletakkan belanjaan di balai balai. Tas anyaman daun pandan berisi belanjaan terbuka bagian atas, menyembut sebuah bungkusan plastik bening.

"buk...ini Es dawet siapa" Hanafi Penasaran

"Punya ayahmu ojo diminum, kamu sudah beli di Manunggal tho " Ibu melarang bungkusan itu diambil

Hanafi kecil menuruti kalimat sang ibu dan memilih masuk rumah berganti pakaian, tak ada kalimat bantahan saat itu.

*******

Kini setelah masa jauh berlalu dan ayah telah berpulang beberapa tahun silam, tiba tiba segelas es dawet itu terasa dalam maknanya. Ayah yang beralasan kurang suka es dawet, sesungguhnya sebuah strategi agar kami berdua bisa sampai rumah. Mengingat uang di dompet tinggal satu satunya, oleh oleh ibu dari pasar membuktikan ayah juga suka es dawet. Hanafi baru tersadar sesuatu yang dulu terkesan sangat wajar, menjadi begitu dahsyat dan luar biasa untuk sebuah nilai kasih sayang.

Matur suwun ayah..kini aku semakin meyakini luar biasanya kasihmu, sanggupkah doa yang kukirim untukmu melunasi sayang tulus yang telah tercurah padaku.

Hari ini perkenankan saya ucapkan Selamat Hari Ayah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun