Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Selaksa Kesabaran

28 Desember 2014   16:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:19 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_386747" align="aligncenter" width="538" caption="Mas Taufik dan Rekan di Jeddah "][/caption]

Kisah seorang teman di dunia maya, tentang sebuah perjuangan menapaki altar kehidupan. Setiap kita terbentang jalan kehidupan, musti dititi satu persatu bagai anak tangga. Kesabaranberbatas cakrawala menjadi modal, sabar tak bersangka ujung pangkalnya. Kalaupun ada istilah "sabar ada batasnya", tak lebih sebagai cerminan betapa ringkih manusia. Batas kesabaran setiap kita berbeda, tergantung seberapa dalam mengenggam makna kata sabar.

Mas Taufik begitu saya memanggilnya, kami kenal melalui tulisan (belum bersua secara fisik). Mengisahkan liku yang telah ditempuh, menceritakan onak duri yang dilalui. Kini langkahnya menjejak di kota Jeddah, seperti membayar sekian lama penantian. Tak mudah memang menjalani, namun ketika upaya dan doa mengingiring. Niscaya semua terlampaui, setajam apapun kerikil menancap di kaki.

*****

Mas Taufik dulu (sekitar 2011) sempat bekerja di luar negeri,sebagai tenaga outsourching terikat kontrak tiga tahun. Setelah masa kontrak selesaiterpaksa pulang, ke negeri tercinta ditambatkan harap. Kisah pencarian pekerjaan pasca pulang, menjadi pengalaman yang begitu pelik.Uang tabungan hasil bekerja, dibelikan sebuah mobil. Dengan uang muka yang disetor, ada kewajiban membayar cicilan. Upaya dilakukan untuk menyambung hidup, dengan aneka pekerjaan yang dilakoni.

Sambil terus mencari sumber penghasilan, terbetik ide agar roda empatnya menjadi produktif. Maka dititipkan ke sebuah perusahaan rental, setidaknya hasil sewa bisa memback up cicilan. Proses kerjasamapun berjalan aman, kondisi saling menguntungkan terpelihara. Sampai beberapa bulan senyum tetap tersungging, kewajiban ke leasing ada yang menanggung. Namun satu masa mulai terlihat janggal, ketika empunya mobil berniat mengambil.

Mas Taufik tak berniat menyewakan, khusus saat hari lebaran tiba. Pada hari yang bahagia, hendak dipakai bersama keluarga. Paras sang patner jelas tampak tak senang, sebuah skenario seperti sedang dipersiapkan. Pada hari H pengambilan kendaraan tak ditempat, alasan dibawa penyewa dianggap akurat.

Sehari dua hari yang dilalui, terasa lama bagi hati yang dirundung was was. Bak petir di siang bolong, kabar hilangnya roda empat sampai juga mampir ditelinga. Lelaki paruh baya ini bagai terhempas pertahanannya, harta berharga tak diketahui sangkan parannya. Pihak rental lepas tangan, sejengkel apapun hatinya cicilan tetap menjadi tanggungan. Selama proses polisi berlangsung, pembayaran angsuran tetaplah berjalan. Kewajiban membayar akan tuntas, setelah surat kehilangan mobil ada ditangan.

Tabungan mulai menipis, setipis harap mobil kembali di tangan. Debt collector seperti musuh bebuyutan, "menerkam" mangsa yang (dianggap) mangkir. Ketika hasil laporan kepolisian keluar, satu masalah seperti tutup buku dari kehidupan.

Satu pintu rejeki bagai tertutup kini, pencarian pekerjaan tak kunjung didapati. Ibarat mencari jarum ditumpukkan jerami, Mas Taufik berlinang keringat dan air mata.

******

Berbekal pengalaman di luar negeri, kembali langkahnya menuju kantor PJTKI. Sebuah harapan terbit kembali, ketika peluang bekerja di Canada terbuka. Bagai mendapat durian jatuh, bergegas dan membuncah semangat baru. Hari hari yang dijalani kembali bersemi, pedih kehilangan mobil tak terasa lagi. Bersama beberapa teman mengikuti satu persatu rangkaian proses, interview, test kesehatan, dan menunggu penempatan.

Batu ujian belumlah tuntas, kantor PJTKI tumpuan harap mangkir. Uang pembayaran yang telah disetor, ditahan tak dikembalikan. Tinggal bersama di rumah orang tua, tentu membuat semakin tak enak. Beban yang ditanggung terasa berat, perih di rasa tak terungkap kata. Lara yang baru saja sirna dari hilangnya mobil, kini tersayat luka baru di hati yang sama.

*****

[caption id="attachment_386748" align="aligncenter" width="538" caption="Mas Taufik dan Rekan di Jeddah"]

1419735221628424283
1419735221628424283
[/caption]

Langkah lunglainya kembali menapak, sisa asa dipunguti agar berdiri tegak. Kembali ke kantor Jasa Penyalur Tenaga Kerja lainnya, kali ini kota Jeddah menjadi tujuan.

Mas Taufik dengan kisahnya, seperti setiap kita yang meniti alur nasib dan takdir. Niat ke kota berwaktu tempuh tak sampai sejam ke Mekkah, tak kalah menguras kesabaran batinnya. Harapan muncul tenggelam, bagaikan fatamorgana antara ada dan tiada. Kantor penyalur yang menaunginya, mengulur waktu setiap ditanya. Seminggu lagi dua minggu lagi, jawaban jamak yang didapati. Harapan yang digantungkan, ingin segera ditanggalkan.

Status pengangguran yang tersemat, menjadi sebuah perjuangan batin. Terhitung tahun ketiga tanpa pegangan pasti, sejak kontrak bekerja di luar negri selesai dijalani. Upaya mencari pekerjaan di negri sendiri, bagai menebar garam di samudra. Kecakapan yang dimilikinya, belum cukup untuk menembus kompetisi.

Tak genap lima bulan menanti, kantor penyalur tenaga kerja mengirim berita gembira. Lelaki yang telah teruji kesabarannya, dinyatakan hendak berangkat menuju Jeddah. Per Oktober Mas Taufik dan beberapa rekan terbang, membelah awan menempuh sebuah perjalanan. Satu surel masuk ke inbox, membagi kabar dan bersapa berita. Sebuah Restaurant menjadi tempat mengabdikan diri, tempat kembali menjulangkan asa. Cita cita untuk membahagiakan orang tua, menjadi motivasi terbesarnya. Mas Taufik selamat bekarya, semoga sehat dan sukses selalu. Semoga berkenan di kalbu, tulisan ini saya dedikasikan untuk anda.

(Note: mohon maaf kalau ada yang terlewat atau kurang, karena terbatasnya komunikasi dan informasi..salam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun