Keputusan Presiden Jokowi untuk memberikan hukuman mati kepada para tersangka pengedaran narkoba danmenolak grasi keenam tersangka hukuman mati tersebut memperoleh tanggapan dari berbagai kalangan, baik tanggapan yang pro maupun kontra terhadap kebijakan tersebut. Adanya kedua kelompok yang pro dan kontra tersebut membuat terjadi perdebatan sengit diantara keduanya. Di satu sisi beranggapan bahwa di dalam Undang-Undang Narkotika di Indonesia menghalalkan hukuman mati sebagai hukuman terberat bagi bandar narkoba. Sedangkan di sisi lain, terdapat kelompok yang menolak hukuman mati tersebut atas nama hukum HAM internasional.
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hukuman mati merupakan hukuman paling berat yang diberikan kepada seorang tersangka. Ada beberapa bentuk dalam pelaksanaan eksekusi hukuman mati diantaranya adalah hukuman pancung, sengatan listrik, suntik mati, hukuman gantung,rajam dan hukuman tembak. Hukuman mati ini sudah ada sejak zaman kerajaan dahulu kala. Setiap tawanan perang bahkan prajurit sendiri yang melakukan kesalahan harus bersiap-siap kehilangan nyawa karena adanya hukuman mati dalam sistem kerajaan terdahulu.
Seiring dengan perkembangan zaman yang memasuki era globalisasi saat ini, hukuman mati mengalami berbagai penyesuaian. Hukuman mati di era sekarang ini lebih memiliki rasa toleransi kepada tersangka. Maksud toleransi disini adalah tidak semua kejahatan akan dikenakan hukuman mati, melainkan hanya kejahatan-kejahatan yang berat saja yang dikenakan hukuman mati. Selain itu, penentuan hukuman mati sudah diatur pelaksanaannya di dalam peraturan perundang-undangan masing-masing Negara. Sehingga dapat dirasakan bahwa perbandingan intensitas pelaksanaan antara zaman kerajaan dulu dengan zaman globalisasi ini sangatlah berbeda. Di era globalisasi ini jumlah pelaksanaan hukuman mati sudah sangatlah berkurang. Bahkan, di sebagian besar Negara sudah tidak terdapat hukuman mati karena mencabut adanya pelaksanaan hukuman mati untuk para tersangka.
Berdasarkan catatan yang dikeluarkan oleh Hands Off Cain Info terdapat sekitar 155 negara yang telah menghapus kebijakan hukuman mati dalam sistem hukum maupun praktiknya. Bahkan Negara sekelas Amerika Serikat yang masih mempertahankan hukuman mati dalam sistem hukumnya telah mengalami kemajuan dengan penghapusan hukuman mati di 17 negara bagiannya. Selain itu, Tiongkok juga telah memperbarui kebijakan mereka terkait sistem hukuman mati.
Berdasarkan fakta diatas, setiap Negara seperti akan mengarahkan regulasi hukuman mati kea rah Abolisi karena adanya paham kontroversial dalam pemaknaan hukuman mati tersebut. Dari hal tersebut, muncullah perdebatan tentang pelaksanaan hukuman mati hingga perdebatan tersebut juga terjadi di Tanah Air tercinta ini. Apabila dicermati, perdebatan tersebut telah menimbulkan polemik tentang pelaksanaan hukuman mati di Indonesia telah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila atau tidak.
Atas dasar Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28I ayat 1 yang berbunyi “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”, dan Pasal 28J ayat 2 yang berbunyi “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis”, hukuman mati bagi pengedar narkoba di Indonesia bukanlah merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM. Hal tersebut disebabkan karena perbuatan mengedarkan narkoba merupakan suatu bentuk perbuatan yang tidak bermoral, tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Selain itu, perbuatan mengedarkan narkoba juga menyebabkan ratusan bahkan ribuan nyawa masyarakat Indonesia terutama pemuda Indonesia yan merupakan generasi bangsa terancam hilang. Dengan alasan tersebut maka perbuatan mengedarkan narkoba juga tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sila kedua yaitu kemanusiaan dan sila kelima yaitu kehidupan yang penuh dengan berkeadilan sosial. Dengan kata lain, para pengedar narkoba layak untuk dijatuhi hukuman mati karena telah mengancam bahkan melanggar hak hidup yang dimiliki oleh orang lain. Ketentuan hukuman mati bagi pengedar narkoba juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Penerapan hukuman mati pada para pengedar narkoba oleh Presiden Jokowi ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku pengedar narkoba dan dapat mencegah masyarakat yang berniat untuk menggunakan dan mengedarkan narkoba. Sehingga kasus kematian akibat narkotika di Indonesia dapat ditekan dengan adanya penegakan hukuman mati ini. Untuk selanjutnya diharapkan Pemerintahan Presiden Jokowi ini konsisten dengan pemberlakuan hukuman mati bagi para pelaku tindak pidana narkotika. Selain itu, diharapkan juga agar Presiden Jokowi memberlakukan hukuman mati kepada para tersangka tindak pidana korupsi yang telah merugikan Negara dalam jumlah yang sangat besar dan telah menyalahgunakan hak yang dimilikinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H