Permasalahan Pandemi Covid-19 merupakan permasalahan yang kompleks. Sebab, pandemi covid-19 ini bukan hanya mewabah di Negara Indonesia saja. Melainkan penyebarannya sampai wilayah global.
Mengingat pandemi ini merupakan wabah penyakit yang penyebarannya cenderung cepat maka agar bisa menanggulanginya. Pemerintah Indonesia segera membuat beberapa kebijakan agar bisa menanggulangi wabah pandemi covid-19 dengan berbagai upaya. Sebagai contoh awal, seperti yang diberlakukan diwilayah DKI Jakarta dengan membuat Kebijakan berupa Pergub 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB, 11 sektor itu adalah kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional, dan objek tertentu, serta kebutuhan sehari-hari. Sesuai ketentuan Kementerian Kesehatan, penerapan PSBB berlaku selama 14 hari dan dapat diperpanjang atau diakhiri. Penerapan PSBB pertama itu berakhir pada 23 April 2020. Anies kemudian memperpanjang penerapan PSBB sebanyak dua kali yakni pada 24 April - 22 Mei 2020 dan 24 Mei - 4 Juni 2020 (Cnn Indonesia, 2020).
Adapun setelah pemerintah memberlakukan PSBB yang baru-baru ini pemerintah membuat suatu Kebijakan mengenai PPKM. Pemerintah Kembali melanjutkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Bermasyarakat Level 2-4 di Jawa dan Bali untuk menekan penyebaran virus corona. Kebijakan itu diperpanjang selama 7 hari, terhitung sejak 31 Agustus hingga 6 September 2021. Pelonggaran yang dimaksud yakni sejumlah sekolah diperbolehkan menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, dibukanya pusat perbelanjaan secara terbatas, dan juga diperbolehkannya tempat ibadah menggelar ibadah berjamaah (Kompas.com, 2021).
Perlu diketetahui Pandemi Covid-19 ini merupakan wabah penyakit yang terjadi di seluruh negara di dunia yang berakibat pada semua sektor kehidupan, baik ekonomi, politik, pendidikan dan sosial terdapat catatan mengenai kenaikan angka kejahatan. Dilansir dari pendapat Iqrak Sulhin mengatakan Jenis kejahatan yang kemungkinan mengalami peningkatan di antaranya penyebaran hoaks, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan kejahatan siber, seperti penipuan daring (Kompas.id, 2020).
Faktor Penyebab maraknya Tindak Kejahatan yang terjadi karena adanya dorongan faktor sosial dan ekonomi yaitu Pertama, Karena banyak para Pegawai yang di PHK di berbagai Perusahaan yang sudah Koleps membuat beberapa masyarakat susah untuk mencari pekerjaan. Sehingga dengan jalan yang praktis melakukan kejahatan. Banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) pasca penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama masa pandemi Covid-19 di Indonesia membuat masyarakat menjadi nekat untuk melakukan kejahatan.
Kedua, Dengan adanya pandemi covid-19 membuat pemerintah menerapkan kebijakan work from home, hal ini merupakan kebiasaan baru dimana orang disuruh untuk bekerja didalam rumah. Ada sebagian yang sudah terbiasa, dan yang lainnya yang belum terbiasa membuat banyak orang menjadi jenuh dan stress. Apalagi ditambah dengan persediaan bahan makanan yang cenderung menipis, sehingga berdampak munculnya tindakan kriminogen. Ketiga, Demi memenuhi kebutuhan hidupnya, karena adanya kesulitan ekonomi dalam mencari pekerjaan sehingga demi memenuhi kebutuhannya sehari-hari rela untuk melakukan kejahatan. Hal ini berpotensi naik lagi dengan asumsi situasi kesulitan ekonomi merupakan kondisi kriminogenik.
Dilansir dari psw.ugm khususnya pada Polda DIY sepanjang tahun 2020 menangani 4.694 laporan. Angka tersebut cenderung naik dari pada tahun 2019 dari laporan yang masuk sebanyak 3.452 laporan. Dengan kenaikan sebanyak 35% dibandingkan dengan tahun 2019. Dengan rincian laporan tindak kejahatan di Polda DIY yaitu: Laporan curanmor sebanyak 149 kasus, narkoba 600 kasus, pencurian dengan pemberatan 307 kasus, dan pencurian dan kekerasan sebanyak 61 kasus (Amelia Hapsari, psw.ugm.ac.id, 2020).
Dari faktor penyebab maraknya kejahatan dan data yang didapatkan oleh psw.ugm apabila ditelaah lebih mendalam antara keduanya saling berkelindan antara satu sama lain. Karena adanya faktor sosial dan ekonomi pelaku melakukan suatu tindak pidana demi bisa menghidupi kelangsungan kehidupannya maupun keluarganya. Ditengah-tengah masa wabah pandemi covid-19 membuat orang mencari nafkah untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari menjadi sulit. Itu pun juga dibuktikan dengan data psw.ugm mengutip data yang dikeluarkan oleh POLDA Daerah Istimewa Yogyakarta dengan presentase kenaikan dari setiap tindak kejahatan.
Pendekatan Kriminologi    Â
Dari berbagai macam kejahatan yang sudah penulis uraikan diatas. Ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan bahwa kejahatan seperti kekerasan dalam rumah tangga dan penipuan online cenderung meningkat dan bahwa pelanggaran baru juga muncul dalam masa Pandemi Covid-19.
Menarik untuk dikaji sebenarnya apa yang menyebabkan pelaku melanggar norma yang telah ada seperti Kebijakan yang sudah diterbitkan Oleh Pemerintah yakni Intruksi Kemendagri Nomor 02 Tahun 2021, Maupun Surat Telegram Nomor ST/3220/XI/KES.7/2020 tanggal 16 November 2020 dalam surat tersebut yang mencantumkan pasal-pasal yang dijadikan acuan pasal 65 KUHP, Pasal 212 KUHP, Pasal 214 ayat (1) dan (2) KUHP, Pasal 216 dan Pasal 218 KUHP bagi masyarakat. Kemudian untuk pelaksanaannya Kapolri menerbitkan Surat Telegram (STR) Kapolri soal Operasi Aman Nusa II Penanganan Covid-19 bernomor STR/577/VII/OPS.2/2021.