Hari itu, aku dihubungi oleh salah satu temanku dengan via whatsaap, katakanya kelas kita akan berangkat penelitian kesalah satu kota di Sulawesi utara, singkat cerita, kami menginap di sebauh vila yang pemiliknya adalah seorang koruptor (katanya ) dan berhasil disita oleh komisi pemberantasan korupsi,
 disamping vila itu terdapapat tanah seluas kira-kira 7 hektar dan diisi dengan tempat makan, kolam renang tempat main golf serta sebuah gereja kecil, tapi karena tempat itu sudah tidak terawat lagi sehingga semuanya sudah kelihatan kumuh bahkan kolam renangnya pun sudah banyak tumbuhan.Pada malam harinya kami berdiskusi tentang tema dan kesiapan umtuk besok harinya, kebetulan aku mendapat tempat disalah satu kelurahan jawa tomohon yng dulunya masih menjadi sarongsong.
Pagipun tiba, telingaku, Â dimanjakan oleh suara burung-burung yang berterbangan bahagia kesana kemari, cuaca pagi itu ibarat berada dalam sebuah dunia mimpi, pohon-pohon hijau nan indah menandakan kekuasaan tuhan yang memanjakan mata hambanya. Serta udara dingin yang seakan-akan menelanjangi kode-kode rahasia dilukisan monalisa milik Leonardo davinci. Â
hari itu. Aku harus berangkat kekampung jawa tomohon sekitar jam 7 pagi untuk melakukan riset kecil-kecilan yang akan melatihku berinteraksi dan menjadi peneliti. Sedikit kuceritakan tentang kampu ng jawa tomohon
Tubagus Buang adalah pemimpin perlawanan terhadap Belanda di Banten. Dia bangsawan tinggi Kesultanan Banten menjabat Hulubalang. Tubagus Buang sangat menentang Kompeni Belanda karena terjadinya kemelaratan, pemerasan, pajak yang tinggi sefrta kerja rodi. Tubagus Buang dkk gelombang pertama dibuang Belanda di Minahasa tidak membawa istri.Â
Mereka kemudian kawin di Minahasa mengawini gadis-gadis yang belum mengenal Injil dari Sarongsong, Sonder, Pineleng dan Tondano. Tubagus Buang mengawini wanita bermarga Supit dari Lahendong, sehingga dikisahkan memperoleh hadiah perkawinan wilayah yang meliputi Kampung Jawa kini.
Dari isterinya itu, Tubagus Buang memperoleh anak 3 orang bernama; Tubagus Agus, Tubagus Baii dan Tubagus Abdullah. Mereka kemudian mempunyai banyak keturunan hingga kini di Kampung Jawa Tomohon.
Gelombang kedua yang datang mendiami Kampung Jawa Tomohon tapi bukan interniran, berasal dari Sulawesi Selatan dengan tokoh-tokohnya Lasambang dan Lakoro.
 Mereka adalah pedagang Bugis yang semula hanya menyinggahi pelabuhan Kema. Pertemuan para interniran Banten dan para pedagang Bugis dengan gadis-gadis Minahasa semula dan berawal dari perdagangan di pasar berupa ajang "baku blantek" (barter).
Para "tibo-tibo" Minahasa biasanya terdiri dari kaum wanita, sementara para interniran warga Jawa punya kebiasaan membuat gula aren yang dijual di pasar Tomohon dan Manado lalu sering dibeli oleh "tibo-tibo" Minahasa. Dari pertemuan barteran itu lalu terjadi kawin-mawin campur. Kemudian pemukiman Kampung Jawa Tomohon ditambah masuknya pemuka-pemuka dari Kampung Jawa Tondano pengikut Kyai Mojo Kyai Muslim (penasehat Pangeran Diponegoro), Kyai Demak, Suratinoyo, Pulukadang dan Masloman dari Jawa Tengah yang dibuang Belanda dan tiba di Mjnahasa Thn 1830.Â