56 tahun lalu, Aku terlahir sebagai anak lelaki ke 2 yang menjalani kehidupanku dengan sehat, bahagia dan ideal dengan kegiatan serta olah raga  ekstreme adalah hobbyku. Menempuh Pendidikan yang baik dan selalu mendapatkan perhatian orang tuaku. Segala keinginanku selalu mendapatkan dukungan penuh walau ayahku seorang pegawai perusahaan asing yang harus sering meninggalkan keluarga untuk beberapa hari karena tugasnya.
    Diusia 24 tahun, aku mulai kehidupan baru dengan sebuah predikat sebagai pekerja, rasa senang karena sudah bisa menghasilkan uang sendiri, memenuhi kebutuhan sendiri dan menikmati masa muda menuju kedewasaan sejati. Tanpa tersadar aku mulai terpengaruh lingkungan pergaulan metropolitan yang selalu menjepitkan sebatang rokok diantara jari telunjuk dan tengah setiap hari dan setiap kesempatan hingga akhirnya aku terbelenggu dan tergantung dengan nikotin di usia belia, nasihat orang tua pun tidak lagi aku hiraukan, didepan kukatakan "iya" dibelakang akan lain lagi faktanya hingga akhirnya orang tuaku bosan menasehatiku dan membiarkanku tumbuh dengan polaku sendiri.
Berjalan waktu aku berpindah kerja pada perusahaan besar dan terkenal, ya sebuah stasiun TV Swasta Nasional ke 5 di Indonesia yang konon saat itu kehadirannya merupakan ancaman besar bagi stasiun TV lainnya. Melewati persaingan sengit ribuan pelamar dan akhirnya lolos menjadi calon karyawan dengan NIK rendah pada divisi pemberitaan adalah hal yang sangat membahagiakanku.
         Kebanggaan itu aku tunjukkan dengan bekerja serius tanpa neko-neko, segala perintah produserku selalu aku penuhi, akhirnya akupun nyaris menyerupai ayahku, ya.... Tugas keluar kota, luar negeri bukanlah hal aneh bagiku bahkan akupun boleh dikatakan jarang berada di kantor pusat. Pilihan tugas pagi, siang bahkan malam sebagai jurnalis shift sudah membuat fisikku "kebal" dengan perubahan cuaca, suhu ditunjang staminaku yang sangat sempurna sebagai efek hobbyku berolah raga semasa kecil hingga selesai kuliah, merupakan keberuntunganku apalagi aku boleh dikatakan jarang absen untuk alasan sakit hingga akhirnya pimpinanku melihat prestasiku dan memberi kepercayaan menjadi wartawan khusus yang bertugas di Istana Kepresidenan hingga keberangkatanku ke luar negri makin sering kujalani, mengikuti kepala negara melakukan kunjungan lawatan ke negara lain.
    Â
      Tahun 1995, tepat diusiaku ke 30, tahun aku meminang seorang wanita yang hingga saat ini menjadi istriku yang selalu setia menemaniku dan setahun kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki yang sehat tentu menambah kesempurnaan kebahagiaanku beserta keluarga besarku. Dengan kesibukan serta rutinitas yang tidak pernah surut, tak terasa waktu bergulir hingga di tahun 1998 aku di percaya mengikuti Pendidikan one man show yang diadakan oleh sebuah kantor berita kelas dunia, berbagai pendidikan singkat baik di Universitas Indonesia maupun Pendidikan yang di adakan oleh instansi terkait hingga di tahun 2000 kembali aku mendapatkan kepercayaan lebih besar sebagai Pimpinan juru kamera pemberitaan se Indonesia.
Tentunya memiliki konsekwensi aku harus lebih sering berada di kantor pusat guna mengatur alur pekerjaan anak buahku setiap hari dan mengontrol kwalitas gambar dari semua koresponden sebelum gambar ditayangkan serta membuat jadwal tugas serta penilaian bulanan. Ya sebuah pengalaman baru dan menantang bahkan menjemukan karena harus diselingi rapat lintas divisi guna menyinkronkan rencana program, khususnya program siaran langsung dari Istana kepresidenan, Lembaga tinggi negara, kantor pemerintahan ataupun siaran langsung dari tempat kejadian peristiwa yang masuk dalam skala luar biasa yang umumnya terjadi mendadak, konsekwensi ini makin membuatku menikmati batang demi batang, merek demi merek atas nama stress, entah sudah berapa ratus bahkan ribu batang kunikmati itu semua dan sudah berapa juta rupiah uang hasil keringatku, aku bakar demi "pelega" stress.
Dalam perjalanan karierku, selama penugasanku ke luar kota aku selalu selalu menyempatkan diri mengunjungi laut dan pulau untuk memenuhi hasrat petualangku, DIVING, hal yang sangat menyenangkan, memenuhi hobby ditengah kesibukanku, hingga akhirnya aku berkesempatan mendapatkan sertifikat sebagai penyelam profesional sesuai log atau jam selam yang telah kucapai selama ini.
Tak terasa pengabdianku di stasiun ini dengan tekun dan setia membuatku akhirnya tahun 2011 mengundurkan diri karena ingin berusaha dikaki sendiri walau saat itu aku masih meraba untuk memulai pekerjaan baru sebagai dive guide profesional atau dive master dari Lembaga atau agency Diving Internasional yang sangat terkenal di dunia harus kumulai dari mana.
        Perlahan tapi pasti pintu demi pintu dive centre yang ada di Jakarta ku datangi, kuceritakan maksud tujuanku tentunya dengan menunjukkan sertifikat International yang sudah kuperoleh dari agency besar kelas dunia, ternyata hal melamar didunia percampuran antara kesenangan, kebahagiaan dan olah raga ini tidak semudah membalikkan tangan namun aku tak pernah kenal kata mundur, apalagi menyerah, kata-kata yang tidak pernah ada dalam kamus hidupku karena prinsip hidupku sangat jelas, "Aku harus mengerti hidup, karena hidup tidak akan mengerti aku", hidup terus  berjalan seperti jam di dinding rumahku, semakin aku diam semakin aku ditinggal detik yang setia berputar. Hadir ke beberapa dive centre, duduk ngobrol dan berbagi pengalaman dengan staff tetapnya tanpa ada imbalan rupiah kecuali berharap peluang kerja, kulakukan selama 15 bulan tanpa aku hiraukan apa kata para staff dimana aku sering berkunjung.
Gayung bersambut, salah satu dari dive centre menerimaku menjadi staff diving sebagai asisten untuk menemani para instruktur mengajar tanpa aku dibawa menikmati dinginnya air kolam bahkan tidak diajak kelaut, sehingga tugasku hanya membawa peralatan peserta, duduk dan amati kegiatan dari pinggir kolam, kali ini aku mulai merasa tidak nyaman dan berpikir, buat apa sertifikat ku? Tak terasa waktu berjalan akhirnya aku mulai dilibatkan dengan kegiatan kolam dan ujian di laut hingga akhirnya aku bisa menjadi seorang dive master sesungguhnya, membuat, bertanggung jawab, dan membawa tamu menyelam, tidak tanggung-tanggung aku buat gebrakan langsung menuju Indonesia Timur, sesuatu yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh tempatku bekerja, aku hanya ingin menunjukkan bahwa aku mampu, aku berjuang untuk mendapat seritifikasi itu dan aku mau tempat kerjaku juga diperhitungkan oleh pesaingnya dalam hal trip diving.
      Saat aku merasa ingin mandiri, Tuhan tau apa yang kuinginkan, Dia "mengirimkan" tamuku yang pernah ikut trip bersamaku untuk bekerjasama yang bersifat kekeluargaan dan berbagi hasil dengan landasan kepercayaan, singkat kata akhirnya kami memiliki sebuah PT dan kantor sendiri di Selatan Jakarta, ya salah satu PT dari hanya beberapa PT untuk kegiatan olah raga selam yang ada di Indonesia, Kamilah salah satunya.Â
         Diawal PT kami berdiri, aku berkomitmen akan menjadi perusahaan penyedia layanan terbaik baik dengan harga dan pelayanan terbaik tanpa menjatuhkan agen lain sebagai saingannku karena prinsipku ini persaingan sehat dan terbuka, biarlah konsumen yang menilai dan memilihnya. Praktis aku menjalani keseharianku di ruang kantor seorang diri, melakukan komunikasi dengan rekanan dive centre daerah sendiri, melakukan penjualan sendiri, membuat iklan dan menayangkannya sendiri tapi kami saling support, aktif berkomunikasi dan rutin melakukan pertemuan dihari libur, dan hal itu kulakukan penuh suka cita karena memang sejak awal akan berdiri kami berkomitmen mandiri dengan tanggung jawab dan kegiatan masing-masing karena partnerku memang karyawan diperusahaan lain sehingga dengan keterbukaan diawal semua berjalan lancar.
      Belum genap 6 bulan, perusahaan ini sudah dikenal banyak penyuka diving, dan betul saja dugaanku beberapa agency agak sinis dengan perusahaanku karena banyak tamu yang memilih kami tentu atas dasar pertimbangan harga terjangkau dengan pelayanan bintang lima, namun kami tetap pada komitmen bahwa keuntungan bukanlah segalanya kami tetap akan menjadi "jembatan" bagi semua penyelam untuk dapat menikmati kegiatan ini kemanapun mereka mau.Trip demi trip kami jalankan bersama dan dari waktu ke waktu, tamu makin banyak bahkan terpaksa kami tolak ataupun kami buat 2 x trip diwaktu berbeda ini semua demi menjaga kepercayaan tamu yang kami bangun dalam waktu bahkan kurang dari 1 tahun.
 Awal tahun 2020, saat perusahaan menunjukkan grafik peningkatan yang sangat baik, aku mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres diseputar leher, saat berbicara terkadang suaraku mengecil dan cenderung hilang hingga aku harus berhenti berbicara dan ini sangat mengganggu terutama saat aku harus melakukan briefing sebelum melakukan penyelaman namun gejala ini tidak kusambut baik bahkan cenderung kuabaikan, hingga akhirnya suatu hari istriku mengajakku control ke dokter THT ditempatnya bekerja, disalah satu rumah sakit besar khusus kanker di Jakarta.
Dokter THT saat itu mengatakan kemungkinan Gerd atau hal yang berurusan dengan lambung sehingga keluarlah surat wasiat larangan makan ini dan itu, ironisnya semua itu makanan yang sangat aku suka. Mungkin bukan Agung Namanya kalau bukan orang yang suka melanggar larangan apalagi yang dilarang adalah apa yang kusukai, semua aku nikmati terus seolah aku merasa baik-baik saja.
January 2011 kembali aku harus berurusan dengan rumah sakit yang sama untuk ke dua kalinya karena suaraku makin aduhay dan menelan mulai ada kendala. Seorang dokter wanita yang memeriksaku meminta tindakan endoskopi agar lebih jelas lagi apa persoalannya, maka saat itu dilakukanlah tindakan endoskopi melalui lubang hidung dan ditampilkan ke layar agar kami sebagai pasien dan keluarga melihat langsung apa yang menjadi gangguan.
Terlihat bulatan-bulatan kecil yang menyatu dan menggumpal di sisi pita suaraku dan dokter dengan tegas meminta saya melakukan biopsi untuk lebih memastikan persoalannya dan dokter bisa menegakkan diagnostic atas penyakitku, namun.....lagi-lagi aku meminta waktu karena aku merasa masih punya tanggung jawab membawa tamuku melakukan trip diving ke pulau Maratua Kalimantan Utara pada bulan Maret dan berjanji setelah pulang dari trip ini aku akan segera melakukan saran dokter. Waktu berjalan, janji tinggal janji aku lupa untuk kembali ke dokter, hingga akhirnya di hari minggu diakhir Oktober 2021 saat terbangun pagi, suaraku hilang total untuk beberapa saat dan aku akhirnya menyerah untuk kembali kedokter.
Hari pertama diawal minggu, aku memasuki ruang tunggu dokter dengan perasaan yang aku enggak bisa ceritakan, pastinya semua bercampur aduk hingga saat konsultasi di tetapkan akan tindakan biopsy dan ini deal, aku nggak mampu lagi menolaknya bahkan dengan alasan apapun.
10 November 2021, adalah hari "bersejarah" dalam hidupku, aku harus menerima kenyataan akan dilakukan biopsi untuk memberi kepastian masalah dalam leherku. Pagi hari, aku masih mencoba tegar menghadapi biopsi yang akan dilaksanakan besok. Lunglai, lemas dan duduk dipelataran parkir dimana biasa kuparkirkan kendaraanku yang setiap hari setia menemaniku menghantar dan menanti istriku pulang bekerja. Bak orang kehilangan arah, mondar mandir area parkir -- warung kopi entah berapa kali kulakukan dan entah berapa gelas kuhabiskan kopi hitam itu sambil berdoa memohon kekuatan dariNYA, ya hanya kepadaNYA aku memohon hingga aku terduduk lelah sambil meneteskan airmataku tanpa ada siapapun yang melihatnya terlintas pertanyaan, akankah semua berakhir disini? tak terasa lapar menyapaku dan kusambangi pedagang nasi uduk diluar pagar hanya agar lebam mataku tak ada yang melihat.Â
Sepiring nasi uduk di hadapanku, tanpa sedikitpun rasa ingin menyuapkannya kedalam mulutku, lagi-lagi aku terduduk sambil merenungkan sebuah kesedihan yang mendalam, tiba-tiba terlintas dalam pikiranku, "aku harus menyantapnya sebagai yang terakhir kalinya" hingga aku tak sadar saat itu di ambil foto oleh kawan-kawan yang selama ini selalu setia menemaniku di area parkir dan perlahan kusantap tanpa dapat kunikmati hingga tak terasa piringpun kosong tanpa aku tau apa yang kumasukkan dalam mulutku.
Dengan lesu akhirnya aku menarik tas memasuki lobby Rumah Sakit untuk mengurus administrasi rawat inap dan akhirnya mendapat ruang di lantai 8. Bersama istri dan karyawan administrasi kami menuju lantai rawat inap tempat dimana aku banyak berharap agar akan ada mukzizat terbaik dariNYA
Tanpa terasa waktu terus berjalan, hingga kami harus kembali menemui dokter untuk mendapatkan hasil dari tindakan biopsi yang telah dilakukan tanggal 11 November 2021 lalu dan menunggu bagaimana tindakan selanjutnya. Masih begitu teringat, seperti disambar petir disiang hari saat dokter dengan penuh keprihatinan mengatakan sebuah vonis bahwa aku kanker pita suara stadium 1 dan operasi adalah tindakan terbaik guna mencegah penyebaran atau metastasis. Bagaimana perasaan saya ketika pertama kali didiagnosis kanker? Sedih? Tentu. jatuh secara mental? Sudah pasti......."Kenapa harus saya?".adalah pertanyaan klasik dan wajar bagi semua pasien yang mendengar vonis menderita kanker.
Setelah memberi banyak penjelasan dan pertimbangan dampak positif dan negatifnya dokter meminta agar saya secepatnya mengambil keputusan hingga tindakan pencegahan terbaik dapat segera dilakukan. Entah kekuatan apa yang hadir saat itu, seperti seorang militer yang mendapatkan perintah menuju garis perang dengan segala resikonya, Â saat itu juga saya dengan penuh keyakinan menyatakan siap melakukan apa yang terbaik menurut petunjuk dokter.Â
Itu semua aku lakukan atas dasar cinta saya pada keluarga yang begitu besar tanpa selama ini bisa aku tunjukkan agar mereka semua tidak lagi direpotkan dari dampak penyakit ini jika aku menolak operasi walau aku sadar operasi inipun memiliki resiko dan konskwensi yang tidak kecil dan tidak sedikit, biarlah aku yang berkorban demi mereka dan sebelumnya akupun telah mencari literature mengenai kanker pita suara sehingga aku faham bahwa angka kejadian kanker tenggorokan adalah sekitar 1%-5% dari tumor ganas di seluruh tubuh, dalam lingkup THT ada di urutan kedua setelah kanker nasofaring(St Stamford International Medical).
Saat aku konsultasi dengan dokter paru, salah satu dokter senior yang akan melakukan tindakan bedah, beliau menjelaskan dengan santai bahwa ini operasi dengan resiko besar " saya hanya punya waktu 30 sampai 45 detik saja untuk memindahkan saluran nafasmu sebelum saluran itu tertutup cairan darah" jika terlambat maka hanya 50:50 saja kemungkinannya, namun ahli onkologi itu meletakkan tangannya dengan meyakinkan di lenganku: "Kami akan membantu anda bertahan hidup," katanya dan ini membuatku merasa nyaman.
Para tim medis baik dokter, perawat semua memberi dukungan dan kelancaran dalam proses menuju operasi hingga akhirnya, hari itu 15 Desember 2021 aku berangkat ke Rumah Sakit seolah-olah aku tidak menghabiskan malam sebelumnya dengan menangis, seorang juru parkir dan seorang supir karyawan Dharmais yang setiap hari selalu bersamaku dengan setia menemaniku kala itu, menghibur, menguatkanku tentunya semanguk bubur ayam  "Atok" kami nikmati bersama sebelum aku diantar menuju lobi. Saat diruang rawat inap lantai 8, dengan tenang dan percaya diri aku merebahkan diri menanti perawat menjemputku menuju ruang operasi, aku begitu percaya bahwa ini bukan akhir segalanya, aku pasti bisa berkarya walau ada yang hilang, ya kemampuan bicara secara alamiku akan hilang akibat kanker ini.
Mendung pagi baru saja lewat waktu operasi saya dijadwalkan pada pertengahan Desember. Tidak ada yang bisa datang menemaniku kecuali istriku dan 1 sahabatku yang hanya dapat memberi dukungan beberapa detik saja karena saat itu virus Covid sedang ganas-ganasnya menyerang negara ini, kehadiran 2 orang yang sangat berarti bagi saya membuat tekadku makin bulat dan tanpa ragu maju menuju ruang operasi karena aku tau dan menghargai perjuangannya, pengorbanan dan harapan mereka, Kemudian, dokter bedahku muncul dan menggenggam tanganku erat-erat. "Tidak apa-apa" katanya.
Disaat -- saat gelap, aku menyadari bahwa suaraku telah meninggalkanku, Kehidupan yang diberkati bersama keluarga dan pekerjaanku di hari itu tanggal 16 Desember 2021. Tindakan medis sangat membantu, namun kemampuan alami untuk berbicara hilang selamanya, bagiku Kanker bukanlah kematian, bukan pula akhir dari segalanya. Disaat-saat sulit, aku memutuskan untuk membiarkan suara baruku menjadi cahaya penuntun bagi banyak orang karena saya yakin bisa berbuat lebih baik dengan bantuan suara yang ada saat ini.Â
Terlepas dari tantangan ini, saya tetap menjalani kehidupan secara penuh dan bermakna serta dikelilingi oleh keluarga, sahabat, teman yang selalu mendukungku dan saya berusaha untuk mendorong banyak orang baik yang sehat terlebih yang sakit kanker .untuk tidak pernah menyerah pada impian mereka. Saat ini kemajuan teknologi kedokteran dan kesehatan sudah sangat maju pesat, fasilitas dari Pemerintah bagi siapapun yang menyandang gelar pasien dari berbagai macam penyakitpun makin hari makin bagus, baik cara maupun pelayanannya. Namun apapun itu menjaga kesehatan itu adalah yang terbaik, ciptaan Tuhan tidaklah akan tergantikan oleh kemajuan teknologi. Saat ini aku menggunakan alat berbicara elektrik namun sehebatnya alat tentu suara aslilah yang terbaik.
18 Desember 2021, saya dipindahkan dari ruang HCU menuju ruang perawatan biasa karena hasil pemantauanku paska operasi dianggap sudah aman. Suara aneh dari alat pendeteksi kesehatan mulai menjadi "sahabatku" Â hingga akhirnya tanggal 19 Desember 2021 pukul 23.08. saat saya "berkomunikasi" menggunakan hand phone dengan istriku yang selalu setia menemaniku, mendadak saturasi ku drop menjadi 33%, dan aku berusaha "menggapai" oxygen karena saat itu praktis tak ada lagi nafas yang mampu ku hirup namun saat itu saya sadar bahwa hidupku akan berakhir, secepat itu saya memohon maaf pada istriku dengan cara menyatukan dua telapak tanganku di dada, dan saya sempat berkata dalam hatiku "Tuhanku-Tuhanku kenapa secepat ini Engkau akan mengambilku, aku siap ya Tuhan namun jagalah anak istriku".
Sebuah mukzizat dari Tuhan, saat itu dokter jaga UGD secepat itu datang memasuki ruang rawatku di lantai 8 dan memberi bantuan darurat hingga akhirnya saya tetap bisa bertahan hingga saat ini kerena menurut pengalaman, seseorang dengan saturasi dibawah 60% akan sulit tertolong, namun aku drop hinggal level 33% masih bertahan, sesuatu keajaiban Tuhan padaku, entah apa rencanaNYA.
Tentu kita semua tidak ada yang menginginkan terkena kanker, namun yang perlu disadari bahwa itu semua takdir yang tidak dapat diubah dan mau tidak mau harus dihadapi dan pada akhirnya yang kita pelajari dari hidup adalah bagaimana cara menerima suatu keadaan tanpa menyalahkan takdir.
Dari perjalanan 2 tahun sebagai pasien kanker laring, ada  hal yang penting yang saya catat dalam melawan kanker
- Jangan pernah menyerah, tidak perduli seberapa sulit hal yang dihadapi.
- Tentukan hasratmu & kejarlah dengan semua kemampuanmu untuk mencapainya karena tidak ada yang tidak mungkin
- Kelilingi dirimu dengan orang-orang positif yang akan mendukung perjalananmu menuju keadaan yang lebih baik
- Percaya pada kemampuan diri sendiri untuk mencapai tujuan anda
- Bagi kita yang sehat belajarlah mengenalilah tubuh sendiri. Jika dirasa ada perubahan pada tubuh segera periksakan ke dokter.Saat itu saya agak sedikit terlambat memeriksakan diri kedokter walau saya menyadari perubahan pada leher saya namun setelah perubahan itu agak parah maka saya segera kedokter dan  Itu yang membuat stadium kanker saya diketahui secara dini
- Jika hasil pemeriksaan sudah ada penegakan diagnosis kanker maka harus berbesar hati menerima kenyataan bahwa kita sudah kanker dan perlu pengobatan, jangan terlalu lama merenung, bersedih dan bermuram diri karena itu bukanlah obat yang akan merubah keadaan bahkan sebaliknya kesempatan sembuh makin menipis bersamaan dengan makin berkembangnya si kanker.
- Sebagai orang yang memiliki Tuhan harus percaya bahwa kita kuat  maka itulah kita dipercaya dan dipilih Tuhan untuk menjadi kepanjanganNYAdidunia ini entah apa dan kapan tapi itu pasti dan selalu berbahagia untuk  melanjutkan hidup serta bersyukur dengan semua kondisi yang ada karena kanker ini ditemukan saat kondisi kita masih prima dan kita dikelilingi keluarga yang selalu mendukung kita dalam proses pengobatan ini.
- Dalam perjalanan 2 tahun ini, saya sudah mempersiapkan diri dan mental saya sebaik- baiknya menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi kedepannya termasuk metastasis atau penyebaran
- Turuti segala petunjuk dokter, karena kebahagiaan dan kepuasan seorang dokter jika pasiennya bisa sembuh minimal diselamatkannya.doakanlah mereka dan para tim medis yang menangani kita, karena Tuhan menolong kita melalui tangan mereka.
- Pasien kanker itu pasien hebat, karena pengobatan kanker adalah berkelanjutan sebab kanker tidak pernah hilang dari tubuh tetapi "tidur", setidaknya kita hingga hari ini mampu bertahan dan akan terus menikmati kehidupan bersama keluarga.
- Tidak punya pita suara bukan berarti kiamat karena hidup itu anugerah dari Tuhan yang harus di syukuri. Tujuan hidup manusia hanya Dia yang tau karena hidup ini sejatinya bukanlah yang kita lihat di dunia tapi tersembunyi bersamaNYA diatas sana. Ingat, kita punya waktu terbatas mari kita kejar dengan segala upaya kita memenuhi panggilan Tuhan karena hidup ini bukan tentang kenikmatan tapi bagaimana kita bisa di pakai oleh Tuhan untuk membawa kebaikan dengan sisa waktu yang kita miliki.
- Masuklah dalam komunitas pasien kanker yang sejenis dengan yang kita alami karena dalam komunitas tersebut biasanya kita bisa saling berbagi cerita, bertukar pengalaman hingga merasa satu keluarga.
- Hindari melakukan pengobatan tradisional, karena tidak dapat dipertanggung jawabkan efeknya dan mereka tidak memiliki riwayat perjalanan sakit kita dan hal ini adalah boomerang bagi kita.
- Jangan malu dengan keadaan kita saat ini, kita sama dengan kita yang dahulu hanya saat ini kita tidak bisa bicara, semua orang yang tau kekurangan kita akan tulus membantu dan itu sudah saya buktikan saat berlibur seorang diri ke Jogja sementara istri saya ikut pelatihan disalah satu Universitas di kota gudeg.Â
- Tetaplah melakukan kegiatan seperti sebelum sakit, tentu dalam batas kewajaran.
Saat ini saya merasa menjalani hidup jauh lebih ringan, karena setiap hari  saya jalani dengan bahagia bersyukur dan mencoba berbagi sesama pasien khususnya pasien kanker laring.
Hari ini, saya ingin menyampaikan kekaguman yang tulus serta rasa hormat yang mendalam kepada semua pihak baik dokter, perawat dari RS Kanker Dharmais yang luar biasa mendukung saya tanpa lelah dan sangat berempati, juga organisasi, perusahaan yang telah membangun, menciptakan sistim pendukung yang tak ternilai sehingga memungkinkan orang-orang yang cacat diseluruh dunia untuk dapat meneruskan hidupnya dengan luar biasa.
Saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sangat dalam kepada semua pihak yang telah percaya akan kekuatan suaraku, baik itu secara langsung ataupun melalui telephone, panggilan video atau dengan mengundangku untuk berbagi wawasan serta pengalaman. Anda semua telah berperan dalam memperkuat suara mereka yang mendukung inklusi
Saya bersyukur atas kesempatan untuk berbagi cerita dan menginspirasi orang lain, saya percaya bahwa kita semua memiliki kekuatan dan kemauan untuk mengatasi rintangan yang kita hadapi.
JIKA AKU BISA, KAMU JUGA BISA. Inilah prinsipku yang terus saya gaungkan pada kawan-kawan sesama penderita kanker.
Terima kasih kepada keluarga, sahabat atas pengakuan ini, saya merasa rendah hati dan dihormati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H