Mohon tunggu...
Agung Widiatmoko
Agung Widiatmoko Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Biasa

Menulislah selama bisa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nuansa Malam, Menuju Pagi

23 Juli 2024   22:48 Diperbarui: 23 Juli 2024   22:52 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reformasi dikorupsi/kapanlagi.com

Apa yang akan anda lakukan jika tiba tiba saja pacar anda memutuskan sebuah hubungan? Atau bagaimana perasaan anda jika anda mempunyai sebuah rasa tertarik pada seseorang, tetapi hanya mampu memendamnya dan tidak mampu mengutarakan rasa tertarik anda, dan setelah beberapa lama akhirnya anda mengetahui bahwa seseorang yang anda suka ternyata justru telah berpacaran dan menjalin hubungan yang sangat serius dengan seseorang yang anda bahkan sangat membencinya?

Mungkin anda akan mengutuk dengan keras, memaki, mengumpat bahkan anda rasanya ingin menampar muka orang yang anda sukai tapi anda tidak berdaya dan tidak memiliki hak serta kekuatan semacam itu, sebab jangankan memukul bahkan mengutarakan rasa tertarik saja anda tidak berani dan hanya menyimpannya dalam hati, atau anda berani mengutarakan tetapi itu di belakang seseorang yang anda sukai atau kagumi tadi.

Seperti itulah yang terjadi pada beberapa waktu silam ketika usai Pemilihan presiden tahun 2019-2024, dimana semua khalayak seolah di pecah menjadi dua bagian antara mendukung Paslon A atau Paslon B dan mereka seolah melupakan mana itu teman, saudara, istri, anak dan lain sebagainya. Akibat fanatisme pada salah satu Paslon pilihannya, padahal mereka sangat menyadari bahwa siapapun yang terpilih tidak akan mengubah kehidupan mereka, yang bekerja tidak akan jadi boss tetap jadi karyawan, atau bahkan tidak dapat merubah usia dari muda menjadi tua dan sebaliknya. Akan tetapi sangat disayangkan demi fanatisme itu sampai melahirkan permusuhan dan saling membenci satu dan yang lainya, bahkan ada yang bercerai, dan saling mengumpat antar tetangga sebelah rumah kita.

Tak lama berselang mereka justru ditampar habis habisan tatkala Paslon yang mereka pilih justru sedang berduaan dan bercanda mesra dengan Paslon yang mereka musuhi dan mereka maki habis habisan bahkan, mereka benci, maka patah hatilah mereka terhadap Paslon pilihannya tadi, hingga kebanyakan dari mereka banyak yang akhirnya berdamai, tak jarang ada yang patah hati, karena meras di khianati oleh cinta nya, memang terkadang Fanatisme itu membutakan kesadaran kita sebagai individu yang seharusnya merdeka, sama seperti cinta jika kita terlalu mencintai kita akan menjadi Bucin atau budak cinta dan ketika kita di selingkuhi atau orang yang kita cintai jalan berdua dengan orang lain pasti kita akan dibutakan oleh rasa cemburu, marah, emosi dan lain sebagainya.

 Tapi ini semua bukan tentang cinta melainkan tentang perasaan dikhianati oleh para Pejabat negara, yang kita memilihnya dan mempercayakan hak pilih kita dalam bilik suara pada saat pemilu, dan akhirnya mengkhianati kita dengan membuat kebijakan dan undang undang se enak udelnya.

Bahkan mana kala setiap kebijakan ataupun undang undang yang mereka tetapkan itu di protes justru tak jarang yang memprotes malah mendapatkan tindakan Represif aparat keamanan dimana seharusnya Fungsi dari aparat keamanan adalah mengamankan warga, atau rakyat nya bukan justru menjadi tameng kekuasaan, tragisnya lagi selalu ada kematian yang tak terselesaikan, bahkan hingga detik ini Negara seolah Menutup mata, contoh misalnya pada aksi Demonstrasi 2019-2021 pada saat demo bertajuk #Reformasidikorupsi ada beberapa korban yang meninggal karena ulah Represifitas aparat akibat penggunaan kekuatan berlebih yang seharusnya tidak perlu dilakukan, diantaranya adalah :


1. Yusuf kardawi Mahasiswa UHO
2. Immawan Randi Mahasiswa UHO
3. Maulana Suryadi pemuda asal Tanah Abang
4. Akbar Alamsyah Seorang Pelajar
5. Bagus Putra Mahendra seorang pelajar.


Dan seperti sebelumnya kita memang mudah lupa, bahkan mantan mantan aktivis yang dahulunya sangat sengit melakukan perlawanan di era 1998 pernah di penjara ber hari hari dan menjadi kejar kejaran aparat justru saat ini malah menikmati ketenangan dan duduk tenang hanya dengan sedikit iming iming uang jajan mereka melupakan fakta sejarah bahwa kawan kawan se pergerakan dan se perjuangan mereka pernah ditangkap, di culik dan kemungkinan nya di hilangkan secara paksa.

Memang kita  mudah sekali di hibur dan di kelabui, dan anehnya kita masih saja percaya dengan hal itu, ataukah kita sudah terlalu Bucin dengan yang namanya Demokrasi atau partai politik yang menjadi partai kebanggan kita atau kesukaan kita sehingga tiap lima tahun sekali dengan metode yang sama, iming-iming sembako, uang seratus ribu dan entah cara cara yang klasik lainya masih saja kita percayai dan kita tetap saja menggunakan hak pilih kita untuk memilih orang dan atau partai yang kelak juga akan membohongi kita lagi dan ini sudah berlanjut beberapa puluh tahun, dengan metode dan pengkhianatan yang sama serta lebih parah dari sebelum sebelumnya.

Apakah kesadaran kita memang sudah dibutakan? sehingga kita sudah menganggap itu hal yang sangat biasa dan kita sudah akan sembuh sakit hati kita akibat pengkhianatan yang serupa hanya dengan sebungkus rokok dan secangkir kopi? Jika demikian adanya maka kapan kita akan berubah? Ber evolusi? Atau dalam bahasa yang agak frontal kapan kita akan REVOLUSi? Kalau justru kita memilih kompromi dengan semua yang telah mereka lakukan hanya dengan beberapa lembar uang ribuan yang cukup hanya buat ngopi dan beli makan satu piring serta rokok satu bungkus? Mari kita bertanya pada rumput yang bergoyang, kata seorang seniman atau musisi pada sebuah lirik lagunya.

Di sebuah bilik sunyi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun