Memasuki bulan Agustus dimana-mana aku saksikan semua sibuk menyusun acara, entah itu karnaval, perlombaan dan entah apapun saja, mulai menghiasi jalan jalan raya dengan rumbai rumbai merah putih dan segala pernak pernik macam macam yang tak bisa lagi di jelaskan dengan kata kata, benar sekali ini adalah tepat 72 tahun dimana waktu itu pada tanggal 17 Agustus 1945 Seorang Proklamotor Bangsa Bpk. Ir. Soekarno memprokamirkan Kemerdekaan Indonesia Rayya.Â
Kali ini saya bukan bermaksud untuk tidak menghormati kemerdekaan Negeri saya tercinta ini, tetapi ada yang mengusik ketenangan jiwaku ketika semua orang teriak "Merdeka, merdeka, merdeka" hampir saja aku jawab "Merdeka Mbahmu" bukan bermaksud tidak suka, saya sangat berterimakasih kepada para Pahlawan Putra Bangsa terbaik yang dengan rela dan ikhlas penuh menumpahkan darahnya demi kemerdekaan Negeri ini, tetapi sayangnya semua jasa mereka telah dilupakan, dan tak lagi dihargai, bahkan bisa jadi dikencingi secara terang terangan. Jasa mereka, Â Kemerdekaan Bangsa yang mereka Perjuangkan hanya di hormati dan dikenang melalui upacara bendera setahun sekali dan pawai-pawai yang tidak menunjukan nilai-nilai kemerdekaan tetapi hanya pesta pora yang mengumbar kesenangan, masih mendingan mungkin sebagai bentuk hiburan kepada semua rakyat Indonesia yang selama ini begitu tersakiti hatinya akan tetapi mereka pendam dalam-dalam di hati-hati sunyi dan diam-diam mereka suguhkan pada Tuhanya.
Lihatlah Negara kita yang katanya Merdeka ini, Merdeka dari apa? Sumber daya alamnya semua dikuasai asing, Anak negerinya dibiarkan nganggur dan jadi pengemis di negeri sendiri, sementara para Investor datang menikmati, mengeruk kekayaan alam ini seenaknya, kita jadi gelandangan di Negeri sendiri, tanah yang kaya akan berbagai macam Sumber Daya Alam tapi bukan milik kita, bukan kita punya, bukan kita pengelolahnya, kita hanya diberi sisa sisa ampas ampas pembuanganya.
Lihatlah para Dewan terhormat Perwakilan Rakyatnya tak pernah mereka memikirkan rakyatnya padahal mereka duduk disana  itu atas penipuan dan rekayasa para partai partai politik yang memaksa kita memilih diantaranya, dan mereka di gaji juga dari hasil keringat kita, tetapi lihat lah kelakuanya mereka menganggap diri kita seolah sampah sedangkan mereka yang raja padahal jika secara filosofi garis besarnya bukankah mereka itu buruh buruh kita yang kita bayar untuk mengelola lahan kita.Â
Dan mereka justru dengan bangga duduk tanpa malu meminta dinaikan uang tunjangan ini dan itunya tetapi kerjanya non sens, nol besar, tidak menghasilkan apa apa kecuali sistem yang justru menyengsarakan rakyat. Mereka justru menjadi tangan tangan besi perpanjangan dari para penjajah negeri ini bahkan mereka justru tidak melawanya tetapi bersekongkol dan melegalkan penjajahan dengan dalih Investasi, dengan dalih kontrak karya dan banyak lagi bentuk bentuk lainya.
Pertambangan, pertanian, dan industri semua dikuasai Asing , Aseng, bahkan Perdagangan dan lain sebagainya. Pernah di lempar isyu Nasionalisasi tetapi hanya sampai di mulut, hanya gertakan sambal untuk mendapatkan pundi pundi dan kucuran dana yang masuk kantong kembali, ya inilah negeri kita, bangsa kita, lantas apakah akan kita sebut ini dengan lantang dan semangat membara dengan berteriak "Merdeka, Merdeka, Merdeka" Â maka akan saya jawab lirih dan santai dalam kebisuan ini "MERDEKA MBAHMUU...!".
Hanya satu doaku dalam tahun ini semoga saja Negeriku benar benar menemukan kejayaanya dan memahami benar benar arti Kemerdekaan dalam diri para pejabat Negerinya, Rakyatnya dan penghubinya agar kelak nantinya semua Sumberdaya Alam itu bisa kita Kuasai dan miliki lagi sendiri, sebagai negeri yang berdaulat adil dan makmur, gemah ripah loh ji nawi.
Dirgahayu Bangsaku Indonesia Raya, semoga Merdeka sebenar-benarnya Merdeka.
Salam,
Agung widiatmoko
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H