Sebagai insan akademik tentunya harus memiliki naskah akademik, demikianlah skripsi sebagai prasyarat resminya gelar kesarjanaan seorang Mahasiswa. Baik mereka adalah mahasiswa yang suka orasi di depan gedung dewan, mahasiswa yang suka ikut lomba karya ilmiah sana sini, sampai mahasiswa yang keberadaannya dikampus hanya sebatas masuk kelas pun juga harus menuliskan skripsi. Boleh jadi, skripsi yang dikerjakan bisa tuntas hanya dalam waktu hitungan bulan tapi tidak sedikit yang menghabiskan bertahun-tahun hanya untuk menyelesaikan satu buah skripsi (dan segala dramanya).
Sehingga sangat memungkinkan sanak saudara, paman, dan tetangga membanding-bandingkan antara si A dengannya. Tak sedikit juga tetangga yang memiliki prinsip husnudzan (berpikir positif) dalam hidupnya inisiatif bertanya, “kenapa sih menyelesaikan skripsi itu butuh waktu lama ?”. Faktor rejeki, do’a dan kerja keras tentu menjadi faktor utama kenapa skripsi itu bisa cepat diselesaikan tapi kadang kita lupa bahwa ada faktor-faktor kecil yang kalau dilupakan justru bisa menjadi faktor utama.
Semasa kecil, saya sering diajak menonton pertandingan sepakbola. Berada di kerumunan orang yang punya tujuan sama agar tim ini menang justru bisa buat saya ikut-ikutan untuk menyanyikan mars-mars fans club juga bergoyang kekanan dan kekiri sambil mengikuti irama drum band yang di mainkan. Karena sedari kecil sudah diajak untuk merasakan atmosfer berada diribuan pasang mata, saya merasa memang benar bahwa ada perbedaan antara menonton dilayar kaca televisi dibanding menonton langsung sekalipun harus penuh sesak.
Tim yang jadi kebanggaan Sulawesi Tengah itu sangat jarang terlewatkan untuk ditonton meskipun kala itu masih menggunakan nama Persipal (Persatuan Sepak Bola Palu). Tim ini berlaga di divisi satu berada satu level dari panggung utama persepakbolaan Indonesia yaitu divisi utama. Meskipun dewi fortuna tidak berpihak ke tim ini, tapi sedikit banyak tim ini juga mengalahkan tim-tim yang kala itu selevel dengannya seperti PSMS Medan, Mitra Kukar, dan Persiwa Wamena.
Terbiasa dengan sepakbola menjadikan masa remaja pun dihiasi dengan warna-warni ingin menjadi pesepakbola. Kalau sebelumnya saya hanya menyaksikan sepakbola, kali ini sayalah yang ditonton oleh orang lain. Ditonton oleh orang lain ketika bertanding itu ternyata punya dampak tersendiri untuk permainan.
Apalagi ditambah kalau gebetan yang nonton serasa punya dorongan lebih untuk melakukan sesuatu yang lebih sekalipun hanya pertandingan memperebutkan piala bergilir Kepala Madrasah. Saya pun merasakan betul di iring-iringi teriakan dan nyanyian supporter itu bisa buat tenang dalam mengumpan bola, melakukan clearing di pertahanan, juga membuat keputusan antara menembak atau mengumpan ke teman yang lebih terbuka.
Semasa dewasa ternyata dihadapkan dengan sesuatu yang cukup rumit dibanding mencetak gol ke gawang lawan (gawang sendiri juga gak apa-apa). Semasa kuliah orang-orang yang hobi sepakbola pun harus dihadapkan dengan skripsi, tapi bedanya kali ini memainkan laga skripsi bisa jadi dengan sangat minim supporter. Ketenangan melewati dua tiga pemain di lapangan belum tentu tenang menghadapi dosen pembimbing, tenang dalam preasure lawan belum tentu tenang menghadapi pertanyaan di meja sidang. Sampai-sampai apa yang dulu dikatakan senior kini saya alami juga, “sesusah-susahnya masuk Perguruan tinggi lebih susah untuk lulus dari Perguruan tinggi”.
Supporter juga hadir dalam novel Sherlock Holmes karya Sir Arthur Conan Doyle. Novel ini selalu menampilkan tokoh Sherlock Holmes dan rekannya dr Watson dalam setiap kasus yang harus diungkap. Kalau hanya dilihat dari segi kemampuan rasanya tak perlu kehadiran Watson untuk bisa membuka kasus-kasus yang di identifikasi, bahkan kemampuan Sherlock Holmes dan Watson dalam membaca setiap kemungkinan yang terjadi sungguh jauh sekali levelnya.
Tetapi Sir Arthur menghadirkan tokoh Watson mungkin saja memberi pelajaran pentingnya rekanan yang mensupport, bahkan tak jarang dalam dialognya Sherlock Holmes selalu berkata “sungguh sangat berharga jika kau mau ikut denganku, Watson”. Peran penting Watson sebagai rekan yang mensupport Sherlock Holmes dapat kita lihat dengan kemampuan Watson menuliskan dan mempublikasikan rangkaian peristiwa secara terperinci yang dialaminya bersama rekannya itu. Melihat kesetiaan dukungan Watson kepada Sherlock Holmes juga bisa mengiyakan pendapat kawan saya “sekalipun tidak berkontribusi banyak di tugas kuliah, datang hanya untuk ngobrol di sekitar orang yang mengerjakan itu sudah sangat cukup”.
Melihat pentingnya supporter dalam pertandingan sepakbola dan kehadiran Watson menemani Sherlock Holmes, menurut saya pentingnya juga dukungan ke orang-orang yang akan dan sedang menyusun skripsi. Tidak sedikit diantara kita yang mengucapkan selamat kepada kawan yang sudah menyelesaikan seminar proposal, seminar hasil, maupun sudah disematkan sebagai sarjana. Meskipun yang jauh lebih penting adalah dukungan saat menyusunnya.
Itulah sebabnya sering terjadi kekalahan pada laga tandang tim-tim sepakbola karena ketidakhadiran supporter, bahkan tim se-glamor Real Madrid. Kalau saja semua mahasiswa saling support dalam menyelesaikan skripsi, (mungkin) tidak ada mahasiswa yang bertahun-tahun atau bahkan D.O hanya karena itu.