Mohon tunggu...
Debora Agatha Chandra Elloinia
Debora Agatha Chandra Elloinia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

tulisan adalah sebuah mahakarya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gelora Kemajemukan Beragama dan Berkepercayaan bagi Kaum Muda

8 Juli 2023   07:25 Diperbarui: 8 Juli 2023   07:30 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: SuaraDewata.com

Memiliki agama atau kepercayaan yang dianut masing-masing pribadi di Indonesia merupakan hal yang wajib. Hal ini tertuang dalam UUD 1945 Pasal 28 ayat 1 yang berbunyi  "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali." Selain itu, pada ayat 2 Indonesia memberikan kebebasan menganut kepercayaan dimana berbunyi "Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya."

Kedua landasan hukum tersebut terlihat kuat bagi masyarakat di Indonesia untuk bebas memilih agama dan kepercayaan yang dianut. Tetapi, kenyataannya pondasi ini belum benar-benar kuat dan memberikan sebuah keyakinan dalam diri sendiri untuk tetap memegang teguh. Bagaikan gelombang tsunami yang tiba-tiba menghanyutkan segala sesuatu, kebebasan dan sikap dalam menghargai perbedaan semakin hari semakin hilang. Rasa saling toleransi menjadi omong kosong belaka dan berbalik arah saling berlomba-lomba mengajak menganut agama yang mayoritas pengikutnya lebih banyak di lingkungan tersebut. Apalagi sasaran utama adalah anak muda dengan rentang usia 15-24 tahun.

Masa muda menjadi sebuah masa pergolakan hati dan pikiran dalam memilih suatu hal. Terkadang suatu hal yang dipilih malah menjadi sebuah boomerang bagi diri sendiri bahkan orang lain. Misalnya ketika berada di lingkungan minoritas agama dan kepercayaan yang dianut mendapatkan stigma buruk dan membuat kebimbangan bagi diri sendiri. Layaknya kompas yang tidak berfungsi dengan baik dan kehilangan arah untuk tetap memegang teguh pada iman percayanya. Kejadian ini bisa terjadi karena tidak ada asap kalau tidak ada api. 

Kenyataannya, kejadian ini terjadi pada beberapa anak muda baik yang tinggal di lingkungan mayoritas maupun minoritas. Dari hasil wawancara secara online kepada teman-teman yang sama dan berbeda agama, kepercayaan, serta tempat tinggalnya dengan saya ada yang mengalami diskriminasi dari lingkungan sekitar. Sehingga memiliki pemikiran untuk berpindah keyakinan karena hal tersebut. Efeknya dapat membuat mereka kurang percaya terhadap Tuhan atau sesuatu yang mereka yakini benar, namun kurang dukungan dalam menjalaninya.

Rasa kurang percaya ini diperkuat dari hasil wawancara dengan Bapak Pendeta Andriyan Gembala Jemaat GITJ Pati, mengenai anak muda yang dengan mudah berpindah keyakinan. Ternyata terdapat tiga faktor utama yang dapat terjadi yaitu kurangnya gereja atau tempat peribadatan memberikan pengajaran komprehensif, orang tua yang kurang memberikan pendidikan rohani, dan usaha atau tipu daya teman yang berbeda keyakinan untuk merekrut menjadi pengikut mereka. Tiga faktor utama ini harus bisa minimalisasi dengan adanya kolaborasi dari orang tua, tempat ibadah, dan teman sekitarnya untuk saling memberikan pengajaran, rasa nyaman, dan toleransi terhadap perbedaan yang dimiliki satu sama lain. 

Sumber: Teh SariWangi
Sumber: Teh SariWangi

Dengan demikian, korelasi negara menjamin seluruh rakyat Indonesia mendapatkan kebebasan yang sama dalam beragama dengan realitanya masih diperlukan dorongan. Slogan "Bhinneka Tunggal Ika" harus terpatri dalam jiwa rakyat Indonesia bahwa mengandung arti yang mendalam di dalam gelora kemajemukan beragama dan berkepercayaan. 

Penolakan serta ancaman kerap terjadi di usia muda ditambah dapat secara online melalui platform digital. Lingkungan keluarga berperan penting menjadi tempat yang harus memperhatikan tumbuh kembang seseorang terutama anak menuju kedewasaan. 

Terkadang adanya perbedaan pendapat akan menggiring opini publik yang juga akan beralih pada perubahan pola pikir yang cepat namun tidak dalam konteks yang cukup baik. Tetapi, kurangnya support pemerintah dalam pengalokasian rumah ibadah juga dapat menjadi hal yang harus dioptimalkan agar terjadi pemerataan agama yang ingin dipeluk dan dianut sehingga diskriminasi beragama dan berkepercayaan dalam diminimalisir. Menuju Indonesia ramah moderasi beragama.

"Iman tidak terlihat, tetapi dirasakan. Iman adalah kekuatan ketika kita merasa tidak memiliki apa-apa. Iman adalah harapan ketika semua tampak hilang." - Catherine Pulsifer

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun