Mohon tunggu...
Debora Agatha Chandra Elloinia
Debora Agatha Chandra Elloinia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

tulisan adalah sebuah mahakarya

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

BISINDO Media Inklusif di Dunia Kerja

1 Juli 2023   19:45 Diperbarui: 1 Juli 2023   19:47 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bekerja menjadi impian bagi setiap orang untuk dapat menghasilkan uang dan suatu kebanggaan tersendiri. Dalam bekerja keahlian khusus sangat diperlukan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Misalnya memberikan pelayanan kepada customer dibutuhkan keahlian berkomunikasi dengan baik dalam bahasa lisan maupun tertulis. Sehingga dalam bekerja tidak hanya otak yang bekerja, tetapi seluruh tubuh dari atas sampai bawah serta seluruh indera harus dapat berjalan dengan baik.

Bagaimana dengan teman tuli yang terlahir berbeda dengan orang lain untuk bisa mendapatkan pekerjaan. Tentu saja mereka akan tetap mendapatkan kesempatan bekerja di berbagai sektor pekerjaan. Jumlah teman tuli di Indonesia menurut data Kementerian Sosial telah mencapai 18,9 juta orang pada tahun 2019. Namun, berdasarkan data Badan Statistik Negara proporsi pekerja dengan disabilitas di Indonesia sebesar 0,53% pada 2022. Angka ini masih perlu ditingkatkan karena jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 9,7 % atau hanya sekitar 137 ribu orang dari jumlah penduduk atau sekitar 26 juta orang. Menurut Bagya Prawira butuh waktu 3 bulan untuk bisa menerima keadaannya ketika kehilangan pendengarannya 100% dan lingkungan sekitar yang bagi dirinya tidak akan memahami apa yang orang lain ucapkan.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah pusat sebagai urgensi yang harus segera ditangani. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah dengan memperkenalkan dan mengajarkan Bahasa Isyarat Indonesia atau biasa dikenal dengan BISINDO. Bahasa ini menjadi media berkomunikasi bagi teman tuli. Bagi mereka lebih mudah menggunakan bahasa isyarat daripada harus menulis di kertas karena belum tentu setiap saat membawanya. Tetapi, bagi kebanyakan orang, budaya inklusif ini terasa asing dan sering dianggap angin lalu. Hal ini disebabkan stigma disabilitas tidak bisa berdampingan hidup dengan orang normal. Di dunia kerja, fenomena disabilitas sulit mendapatkan pekerjaan nyata terjadi dan bukan hanya sekadar data.

Stigma negatif ini perlu diubah di dunia kerja dengan pelaku usaha mau menerima disabilitas dan mau belajar bahasa isyarat sebagai media berkomunikasi kepada disabilitas terutama tuli contohnya dengan menempel gambar dasar-dasar bahasa isyarat dan memberikan fasilitasi bagi disabilitas. 

sumber : Bangunpendidikan
sumber : Bangunpendidikan
Sudah banyak perusahaan di Indonesia yang menerapkan hal ini dan mampu memberikan dampak yang signifikan. Misalnya Perusahaan Alfamart mulai aktif memberi kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk bergabung menjadi karyawan melalui program Alfability. Melalui program ini Alfamart berupaya menuju perusahaan inklusi, dengan mengembangkan lingkungan kerja yang terbuka dan peduli kepada penyandang disabilitas. Suatu perusahaan yang bertransformasi menjadi perusahaan inklusif memiliki keuntungan yang signifikan. Mulai dari menghapuskan bias diskriminasi terhadap disabilitas dan menciptakan karyawan yang kreatif dan unik.

Menciptakan budaya inklusif dengan mempelajari BISINDO juga mampu memberikan berbagai benefit yang menggiurkan misalnya dapat menjadi JBI atau Juru Bahasa Isyarat dengan gaji 4-8 juta per bulan. Lingkungan yang inklusif mampu menciptakan dinamika keberagaman yang indah seperti semboyan negara kita Bhinneka Tunggal Ika. Bahasa isyarat mampu memberikan berbagai manfaat salah satunya menurut Vamela Aurina mampu menambah nilai jual di dunia kerja sebagai skill yang tidak setiap orang kuasai. Skill ini telah dibuktikan oleh Winda Utami seorang JBI pada acara HUT RI ke-77. Bagi Winda pekerjaan ini tidak hanya sekadar menerjemahkan bahasa lisan saja ke bahasa isyarat namun perlu adanya kelihaian dalam menyampaikan pesan yang dapat diterima baik oleh teman disabilitas.

Tak mudah memang keluar dari zona nyaman dengan hanya berinteraksi dengan orang normal. Dibutuhkan dorongan secara internal maupun eksternal dari orang di sekitarmu dan lingkungan sekitarmu untuk mampu menerima teman kita penyandang disabilitas. Seperti halnya di dunia kerja, orang-orang berlomba-lomba mencari pekerjaan,tetapi hanya berpatokan untuk orang normal saja. Hendaklah kita mau dan siap menerima penyandang disabilitas sama dengan kita untuk menciptakan budaya inklusif yang berkesinambungan.

"You can't categorize diversity based on what a person looks like. It's what that person can do for the organization."

--- Charles K Poole, Author 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun