Mohon tunggu...
Agus Santosa
Agus Santosa Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Guru Sosiologi pada SMA Negeri 3 Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

14 Prinsip Pembelajaran Menurut Kurikulum 2013. Akan konsistenkah?

28 April 2014   17:24 Diperbarui: 4 April 2017   18:24 3826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir satu tahun Kurikulum SMA/SMA 2013 diterapkan di sekolah-sekolah menengah (SMA/MA) yang ditunjuk. Pada umumnya sekolah-sekolah eks RSBI. Para peserta didik yang menggunakan kurikulum baru itu dua bulan lagi akan naik ke satu jenjang kelas yang lebih tinggi, menjadi kelas XI SMA/MA. Dan, menurut informasi, pada tahun ajaran 2014/2015 semua sekolah “harus” menerapkan kurikulum baru untuk kelas X maupun XI. Hal ini pun menuai reaksi dan masalah yang tersendiri, tentang matrikulasi pokok-pokok materi, pendekatan, metode dan strategi pembelajaran, dan yang jelas sistem penilaian. Kurikulum lama menggunakan rentang nilai 1-100, sedang kurikulum baru menggunakan rentang 1-4. Bagaimana konversinya? Rapot (LHBS) kelas X menggunakan kurikulum lama, tetapi nanti akan menggunakan kurikulum baru. Desakan untuk share pengalaman tentang pelaksanaan kurikulum baru dari teman-teman di MGMP pun muncul. Pada tulisan ini hanya akan mengantarkan (memperkenalkan) tentang pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum baru.

Setelah hampir genap satu tahun, secara pribadi saya belum pernah mengajarkan mata pelajaran yang saya ampu dengan kurikulum baru. Pengetahuan dan pengalaman saya dengan kurikulum baru hanya terbatas dari media online yang saya baca, bahan-bahan yang dipinjamkan dari teman yang mengikuti diklat, atau pembicaraan di forum MGMP.

Berdasarkan sumber-sumber yang saya peroleh, tampaknya tak ada hal baru dari segi pokok materi (bahan ajar). Yang baru justru pada pendekatan, metode, dan strategi pembelajarannya. Dari beberapa teman yang telah mengikuti diklat kurikulum, pendekatan baru itu disebut sebagai pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah,  yaitu: (1) melakukan pengamatan atau observasi terhadap gejala, (2) menanya, (3) mengeksperimenkan atau mengeksplorasi, (4) melakukan asosiasi, dan akhirnya (5) mengomunikasikan, yang dalam berbagai sosialisasi kurikulum baru ini disebut 5-M, atau inquiry/discovery base learning dan project base learning sehingga memenuhi 14 prinsip pembelajaran sebagaimana yang tercantum dalam standar proses, yaitu


  1. dari peserta didik diberitahu menuju peserta didik mencari-tahu,
  2. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar,
  3. dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah,
  4. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi,
  5. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu,
  6. dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi,
  7. dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif,
  8. meningkatan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills),
  9. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat,
  10. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
  11. pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;
  12. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas,
  13. pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan
  14. pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.


Pendekatan demikiansesungguhnya serupa, atau tidak jauh berbeda, dengan yang ada pada kurikulum-kurikulum sebelumnya, seperti CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) pada Kurikulum 1984, pendidikan keterampilan proses pada Kurikulum 1994, maupun pembelajaran berbasis kompetensi pada Kurikulum 2004 yang kemudian disempurnakan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tahun 2006. Subtstansi dari pembelajaran tersebut adalah tidak lagi berorientasi pada guru (sebagaimana Kurikulum 1973), melainkan berorientasi kepada peserta didik. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar, melainkansebagai fasilitator, motivator, dan perancang pembelajaran. Sumber iibelajar dapat berupa apa saja, di mana dan darimana saja (aneka sumber belajar), dari sumber-sumber on line, buku, majalah, dan berbagai dokumen tertulis, audio, bahan-bahan audio-visual, termasuk sumber-sumber belajar yang langsung dari masyarakat.

Selanjutnya, jika dalam kurikulum sebelumnya guru diwajibkan untuk “menyisipkan” pendidikan karakter dalam proses pembelajaran, dan mencantumkannya dalam silabus serta rencana pembelajaran,dalam kurikulum baru ini tidak perlu lagi. Hal yang semacam dengan pendidikan karakter sudah pada KI di setiap mata pelajaran, yaitu menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya (KI-1), dan menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia (KI-2).

Kemampuan atau kompetensi ideal (KI-1 dan KI-2) tersebut, diharapkan dapat tercapai setelah guru membelajarkan para peserta didiknya dengan bahan ajar sesuai dengan disiplin ilmu atau mata pelajarannya dan menjadikan peserta didiknya mampu memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin-tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah (KI-3),  dan mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan (KI-4).

Ideal memang. Pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran sangat memahami karakteristik dari setiap peserta didik. Namun, konsistensi program pendidikan dari persiapan, pelaksanaan, dan assesment perlu dipertanyakan. Jika tetap saja Ujian Nasional menjadi salah satu assesment dengan model seperti yang sekarang ini, saya pesimis guru-guru akan melaksanakan pendekatan, metode, dan strategi sebagaimana diharapkan oleh kurikulum baru. Dengan adanya UN sebagaimana sekarang, guru-guru akan membelajarkan mata pelajaran yang diampunya berorientasi UN. Guru-guru akan membelajarkan siswa-siswanya dengan berbasis materi daripada kompetensi.

Salam.

Yogyakarta, 28 April 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun