Mohon tunggu...
Agoez Perdana
Agoez Perdana Mohon Tunggu... lainnya -

read more article at my personal blog www.agoezperdana.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Aviophobia: Suatu Pengalaman Menakutkan Tapi Mengasyikkan

13 Desember 2011   10:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:22 2037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Terus terang saya memiliki penyakit aviophobia atau takut naik pesawat terbang. Entah kenapa penyebabnya, saya juga kurang tahu. Tapi ketika akan terbang, mulai memasuki area bandara saja, badan rasanya sudah keringat dingin, mual, dan ingin terus menerus buang air. Mungkin kata “gugup” paling pas untuk menggambarkan situasi menegangkan tersebut. Saya tak tahu apakah semua penumpang pesawat lainnya mengalami hal yang sama, ataukah mereka hanya berusaha menutupi ketakutannya. Pertama kali terbang dengan pesawat saya lupa kapan, tapi seingat saya tahun 1993 ketika itu pesawat bermesin jet masih jarang. Alhasil ketika itu saya menempuh perjalanan Jakarta-Medan menggunakan pesawat Mandala Airlines yang masih berbaling-baling. Kondisi di dalam pesawat ketika itu pun, tak ubahnya seperti di film “Con-Air” Nicholas Cage, sangat jauh dari kenyamanan. Sejak saat ini kegiatan bepergian menggunakan pesawat terbang selalu menjadi momok yang menakutkan bagi saya. Di dalam pesawat rasanya roh kita terbang entah kenapa, mungkin terlalu takut pesawat terbang itu akan jatuh dari langit. Sedikit saja ada guncangan di udara ketika terbang, rasanya malaikat maut sedang duduk di sebelah saya. Suatu ketika di akhir tahun 2010, saya harus bepergian menggunakan pesawat terbang. Ketika itu saya naik pesawat Lion Air seri Boeing 737-900ER, ketika di udara seketika karena turbulensi dan cuaca buruk, pesawat kehilangan kontrol hingga terjatuh tak terkendali. Rasanya seperti jatuh naik lift yang terjatuh dari lantai 30 ke lantai 1. Barang-barang diatas bagasi kabin pesawat sampai berjatuhan, anak-anak yang berada di dalam pesawat pun berteriak ketakutan. Darah saya berhenti mengalir ketika itu, dan saya hanya bisa pasrah. Syukurlah pilot bisa mengendalikan pesawat, dan pesawat kembali naik ke ketinggian seharusnya. Pengalaman itu hanya satu dari sekian banyak pengalaman yang saya alami ketika harus bepergian menggunakan “burung besi” tersebut. Karena kantor tempat saya bekerja merupakan kantor cabang dari Head Office yang berada di Jakarta, alhasil mau tak mau saya harus sering bepergian Medan – Jakarta. Sekarang, dalam setahun saya bisa setidaknya 10x terbang Medan – Jakarta, atau ke tujuan lain. Baik untuk tujuan pekerjaan, maupun sekedar hangout liburan. Menaiki berbagai jenis pesawat, Boeing, Airbus, dll. Menginjak berbagai bandara. Rasa takut yang selama ini mengikuti ketika harus terbang diatas langit perlahan berganti menjadi “menikmati” rasa takut itu. Ya, menikmati rasa takut. Menikmati rasa takut ketika mesin pesawat menderu diatas runaway ketika akan take-off. Menikmati rasa takut ketika akan buang air di atas pesawat (lucunya dahulu saya lebih memilih menahan rasa ingin ke belakang ketika sedang terbang, karena takut berjalan di koridor pesawat saat sedang terbang). Bahkan menikmati ketika pesawat sedang “bumpy” menembus awan, atau saat cuaca buruk, dan turbulensi. Yah, rasa phobia ternyata memang tidak bisa dihilangkan. Kita hanya bisa berdamai dengannya, dengan cara menikmatinya. Saat ini malah saya cenderung ingin mencoba semua pesawat, menikmati pengalaman baru diatas deru mesin yang suaranya memekakkan telinga. Dan tak lupa mengambil foto dan video dari atas langit, suatu pengalaman menakutkan tapi mengasyikkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun