Â
: Kepada Coretan Embun
Ternyata, selain dzikir kepada Tuhan, memajaskanmu lewat puisi ialah cara lain untuk meraih kebahagiaan.
Sebab, bagiku, engkau dan puisi adalah kebahagian itu sendiri, sebelum cinta mengabadikannya.
Engkau langkah yang dibutuhkan kaki.
Perlu kau tahu! Jemari ini pernah melingkari angka genap di sebuah kalender usang, dalam lingkaran itu - kusimpan hujan dari mataku sebagai pengawet untuk mengekalkan kenangan - Kau pasti tahu kenangan itu! kenangan di saat kita menikmati coffee bersama di sebuah cafe ternama, dan kau mengatakan, "kita sama-sama penikmat coffee, aku gula dan engkau coffee, sedangkan panas air adalah cinta yang melarutkan kita." ah, pada saat itu, engkau pandai sekali menjadikan telingaku seolah budak, yang tunduk dan bertindak pada kata perintah yang berundak-undak.
Engkau kedip yang dibutuhkan mata.
Barangkali aku seorang yang biadab, bila saja kucampakan jelitamu yang terbungkus hijab. Entah rahasia apa yang ada dalam sejuk tatapmu, matamu yang embun, telah menjadikan kedipku serupa jendela; di setiap pagi hendak kubuka, engkau lebih dulu menegur-sapa. Engkau begitu sederhana, dengan kesederhanaanmulah aku jatuh cinta.
Engkau denyut yang dibutuhkan nadi.
Tak kupungkiri, engkaulah denyut dalam nadi yang menjadikan jalan hidupku lebih hidup. kuangankan engkau serupa diksi yang dibutuhkan puisi, dan jelitamu adalah rima-rima mewah yang menjadikan puisi itu wah. Namun, seperti kurang lengkap dan sempurna jika rima-rima itu tak disertai oksimoron. Kau tahu oksimoron itu apa? tak perlu kaubuka KBBI! cukup kauartikan saja kata itu sebagai lawan jenis yang sedang mejalani sebuah hubungan, lawan jenis itu aku dan kau di atas jalan cinta.
Â
***