Mohon tunggu...
Agus Sutikno
Agus Sutikno Mohon Tunggu... Koki - Belajar, belajar dan terus belajar.

Sederhana dan menghargai prosesnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Senyum Si Dija

2 Januari 2020   07:28 Diperbarui: 2 Januari 2020   07:24 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kalau dia merespon niat baiknya pasti dia akan menelponnya, atau minim Si Dija ini akan mengirim SMS menanyakan maksut memberi nomor hapenya. Kalau tidak ya artinya Mas Bimo ini hanya bisa mengagumi saja senyum manis Si Dija. Itupun hanya sesaat ketika Mas Bimo membeli tiket masuk. Cinta adalah pelaksanaan kata kata. Kata hati sekalipun. 

Sehari, dua hari, lima hari sudah Mas Bimo menunggu. Tanpa hasil. Hp dia tidak pernah berbunyi. Kalaupun berbunyi bukan dari yang dia harapkan. Lima hari juga Mas Bimo ini tidak menonton di taman hiburan tempat Dija bekerja. Pada satu sore, setelah sholat Ashar, handphone Mas Bimo berbunyi, ada SMS masuk dari nomor yang belum disimpan olehnya. Yup, SMS dari Dija di penjaga kasir, yang menanyakan maksut Mas Bimo ini menyelipkan nomor hape disaat membayar karcis beberapa hari kemarin.

Dengan lugas dan berapi api Mas Bimo menjawab bahwa dia pingin kenal lebih dekat dengannya. Tentu sebagai wanita Si Dija ini tidak serta merta mengiyakan keinginan Mas Bimo. Tapi akhirnya terjalin juga percakapan via chat yang semakin akrap. Satu bulan sudah  Mas Bimo ini dengan Mbak Dija semakin inten berinteraksi lewat media teks. Dija selalu melarang ketika Mas Bimo hendak menelponnya, dengan alasan waktu dan tempat yang tidak memungkinkan untuk Si Dija mengangkat telpon.

Mas Bimo akhirnya tahu, Dija sudah berumur 32 tahun, janda ditinggal mati, beranak 1 dari keluarga yang sederhana di satu desa di ujung kota ini. Mas Bimo yang sudah 45 tahun dan Si Dija yang  juga sudah 32 tahun. Menjadikan alasan yang kuat buat Mas Bimo untuk melamarnya walau mereka belumlah ketemu. Memang benar ternyata kadang cinta melumpuhkan logika.

Kaget tentu saja Si Dija ini setelah membaca chat panjang dari Mas Bimo ini. Lelaki mapan juga tampan yang selama ini diam diam juga dia kagumi ketika membeli tiket di box penjualan karcis yang dia jaga.

Si Dija tidak menolak, tapi juga tidak serta merta mengiyakan. Dia pingin ketemu dulu sebelum melangkah lebih jauh. Tantu sebagai lelaki yang baik, Mas Bimo mengiyakan. Singkat kata singkat cerita diaturlah hari, jam dan tempat mereka bertemu.

Mas Bimo sudah 15 menit menunggu di satu rumah makan yang mereka pilih menjadi tempat bertemu. Di sruputnya kopi hitam yang sedari tadi ada didepannya. Bersamaan dengan itu, Si Dija sudah ada dihadapannya. Sambil memberi senyum manisnya. Ya, senyum yang selama ini Mas Bimo rindukan.

Dengan jilbab coklat muda yang anggun. Dija memberi salam dengan menyatukan kedua telapak tangannya di dada, sambil sedikit menunduk disertai senyumannya tentu saja. Mas Bimo hanya terkesima melihat itu semua, sampai akhirnya lupa buat mempersilahkan Dija duduk.

Dengan sedikit gugup Mas Bimo mempersilahkan wanita pujaannya duduk. Selalu dibalas dengan senyum indahnya, Si Dija duduk dihadapan Mas Bimo. Ketika Mas Bimo menanyakan Dija mau minum apa, dijawab dari mulut Si Dija ini dengan kata yang terbata bata yang susah dimengeti, sambil menunjuk satu gambar menu. Mas Bimo cuma bisa menahan nafas sesaat  dan pikirannyapun buyar entah kemana, Dija si pemilik senyum manis itu ternyata gagu. Tuna wicara....

Akhirnya selamat buat Mas Bimo dan Mbak Dija. Semoga selalu menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Amin

Sekian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun