Mohon tunggu...
Agung Handoko
Agung Handoko Mohon Tunggu... -

Senang dengan sesuatu yang menantang dan dalam prinsip hidupnya setiap mengerjakan sesuatu berusaha untuk seoptimal mungkin serta hidup harus selalu diisi dengan berbuat dan belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bike to Work ala Mbah Dalidjo

7 Desember 2009   04:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:02 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Bike to Work" istilah atau nama yang mungkin tidak asing lagi bagi kita, terlebih yang berdomisili di Jakarta dan image kita akan menerawang pada kelompok orang-orang yang bersepeda pada saat berangkat maupun pulang kerja. Mereka-mereka yang tergabung didalamnya bisa dikatakan termasuk orang yang peduli akan pentingnya kesehatan maupun kebersihan lingkungan dari pencemaran udara.

Berkaitan dengan komunitas Bike to Work, saya mencoba untuk flashback ke tahun 1989-an, saat saya mengenal seorang bapak tua murah senyum berusia sekitar 75 tahun (lebih tepat disebut Mbah) bernama Dalidjo yang sehari-hari sebagai pegawai honor dan bertugas mengantar makanan ransum untuk petugas di beberapa tempat jaga suatu kantor institusi. Dalam menjalankan tugasnya beliau selalu berseragam lengkap walaupun warnanya sudah mulai lusuh namun masih tampak sewarna dengan seragam yang digunakan pegawai di Institusi tersebut, dilengkapi dengan topi pet yang sudah pudar dan selalu bersepatu boot warna hitam kusam dan yang terpenting selalu setia menemani adalah sebuah sepeda tua lengkap dengan keranjang besar dikiri-kanannya yang terbuat anyaman bambu. Walaupun nampak tua, sepeda tersebut terlihat tangguh, setangguh sipengayuhnya.

Jadwal kerja rutinnya dan hampir dapat dipastikan selalu tetap waktu adalah mengantar makanan ransum sehari tiga kali (pagi, siang dan sore) dan yang cukup mengejutkan adalah jarak yang harus ditempuhnya dalam sehari mencapai total 30 km, karena harus tiga kali pula pergi pulang dari rumahnya ketempat kerja. Semuanya dikerjakan tanpa mengenal kondisi cuasa (All Weather Man), hanya jika sedang musim hujan saja beliau melengkapi diri dengan jas hujan made by Dalidjo yang terbuat dari lembaran lebar plastik transparan.

Untuk menata agar efisiensi mengenai cara kerjanya, saya pernah menyarankan, agar kembali ke rumah dilakukan setelah semua pekerjaannya selesai (pada sore hari setelah mengantar makanan ransum terakhir). Dengan sopan Mbah Dalidjo ber "argumentasi" bahwa saran tersebut tidak mungkin dijalani, karena sehari tiga kali pula (saat berada di rumah) beliau harus memberi makan ayam kampung peliharaannya yang berjumlah sekitar 18 ekor, dimana makanan yang diberikan berasal dari nasi sisa-sisa makanan ransum yang mungkin tidak dimakan oelh petugas. Ayam-ayam tersebut harus terpelihara dengan baik, karena merupakan "aset/tabungan" dia dan isterinya. Alasan beliau memilih untuk memelihara ayam ini adalah karena dalam kondisi emergensi akan lebih mudah dan lebih cepat untuk dijual. Suatu pelajaran sederhana namun penting, yaitu sebuah contoh nyata hubungan simbiosis mutualisme yang masa sekolah dulu istilah tersebut sering kita dengar, selain itu dengan sederhana pula beliau mempunyai perencanaan cukup matang jika menghadapi kondisi emergensi (emergency plan).

Melihat semangat kerja dan kesehatan Mbah Dalidjo yang tampak selalu prima, saya tergelitik untuk mencoba mencari bocoran siapa tahu ada resep tradisional yang bisa dimanfaatkan, yang jelas satu trik sudah didapat yaitu berolahraga (kalau perlu setiap hari) seperti yang beliau lakukan dengan bersepeda menempuh jarak 30 km sehari yang mungkin juga beliau sendiri tidak menyadari jika bersepeda tersebut membuatnya lebih sehat.

Selain itu Mbah Dalidjo cukup akomodatif dan mau berbagi perihal resep agar hidup sehat, beliau memberikan sebuah statement (istilah pejabat sekarang) yaitu "Kerjakan setiap pekerjaan dengan hati ikhlas". Kalau boleh saya ibaratkan .... dalam sebuah permainan catur, saya telah dibuat mati langkah oleh seorang bapak tua dan menghadapi ungkapan tersebut, saya cuma bisa menelan ludah dan menatap dengan penuh rasa kagum pada seorang Dalidjo tua. Kembali saya dibuat terbingung-bingung dengan ucapan Mbah Dalidjo, bingung bagaimana cara memaknai dan menggali serta menerapkan sebuah kalimat yang cukup singkat tersebut. Untuk menggali makna dengan berbekal background knowledge yang kita miliki, mungkin kalimat itu bisa kita cerna dengan mudah, namun untuk saat ini bagi kita yang sangat sulit adalah mengaplikasikannya, apalagi dalam situasi kondisi kehidupan yang ada seperti saat ini.

Beberapa tahun berselang, pada sekitar bulan September 2003 (setelah mendapat mutasi kebeberapa daerah), saya berkesempatan kembali ke Institusi tempat awal saya berkerja, salah satu rencana saya adalah mencari seorang bapak tua bernama Mbah Dalidjo. Berdasarkan informasi yang saya peroleh, ternyata pada awal tahun 2003 beliau telah meninggal dunia, karena usia yang sudah lanjut. Untuk memastikan hal ini saya mencoba datang ke rumah beliau dan menemui isterinya dan mendapat penjelasan bahwa Mbah Dalidjo meninggal usia magrib dan dalam kondisi sehat (sesampai di rumah setelah mengantar makanan ransum untuk makan malam). Beliau wafat setelah menjalankan tugas secara paripurna untuk hari itu dan saya berpikir, beliau betul-betul seorang kepala rumah tangga yang mulia karena pada akhir hayatnyapun tidak mau menyusahkan keluarganya (meninggal dalam keadaan sehat), sehingga beliau masih bisa mewariskan "tabungan" untuk isterinya.

Setelah kepergian beliau, saya kembali menerawangkan ingatan saya kemasa lalu dimana saat awal-awal bertemu dengan Mbah Dalidjo. Banyak sekali makna maupun falsafah hidup yang dapat digali dari beliau, mulai dari ke-ikhlasan, kesehatan dan perencanaan masa depan walaupun semuanya dikemas dengan cara yang sangat sederhana.

Terimakasih Tuhan, Engkau telah mempertemukanku dengan seorang Dalidjo yang telah banyak sekali mengajari bagaimana memaknai dan menjalani hidup. Andaikan masih diberi kesempatan yang lebih lama lagi untuk mengenal Dalidjo, mungkin akan lebih banyak lagi hikmah menjalani hidup yang bisa saya dapatkan. Tapi kita semua tidak ada yang pernah tahu rahasia Tuhan dan tidak pernah tahu seberapa banyak yang akan diberikan Nya untuk kita. Tugas kitalah sebagai umat Nya adalah berkewajiban untuk menggali dan menggali terus tentang makna hidup, dan cobalah memulai dari lingkungan sekitar kita.

Selamat Jalan Mbah Dalidjo, semoga Bike to Work mu bisa menyemangati kita semua untuk hidup lebih sehat lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun