Mohon tunggu...
agni malagina
agni malagina Mohon Tunggu... -

pengamat naga kecil Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kepolisian Kota Kendari tidak serius mereformasi diri?

24 Januari 2011   17:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:13 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kronologis tilang dan “Kesalahan” Polsek Kemaraya kota Kendari, Sulawesi Tenggara

TKP: di depan Polsek Kemaraya

Tgl 24 Januari 2011, pukul 22.30 wita

Beberapa hal di bawah ini saya tuliskan untuk membagi cerita kepada para pembaca sekaligus merupakan bentuk keprihatinan terhadap kepolisian Republik Indonesia. Terlebih saya masih kecewa terhadap polisi berkaitan dengan kasus rekening gendut dan Gayus Tambunan belakangan ini.


  1. Tidak ada papan pengumuman “mohon maaf mengganggu perjalanan anda karena sedang diadakan razia berkala”
  2. Menyuruh pengendara minggir dengan teriakan “minggir,minggir”. Dengan tidak berpakaian petugas polisi lengkap tanpa nama di dada, hanya menggunakan setelah jaket hitam, berlengkapkan senter rondan dan topi biasa alias preman.
  3. Meminggirkan pengendara motor dengan teriakan dan bentakan.
  4. Memberitahukan hendak menilang tanpa mengikuti prosedur penilangan sebagai berikut: hormat grak kepada pengendara, mengatakan maaf mengganggu kenyamanan anda, kami sedang ada pemeriksaan. Lalu setelah kedapatan tidak membawa SIM langsung diminta ke meja petugas.
  5. Keadaan di meja petugas: meja panjang dengan 2 petugas yang mencatat surat tilang, tanpa kotak tempat meletakan kunci dan atau stnk. Sehingga keadaan meja berantakan.
  6. Para korban berdiri tidak sesuai aturan, tidak antri. Petugas suka-suka memanggil nama sesuai stnk yang dipegang terlebih dahulu.
  7. Petugas menanyakan hal-hal yang tidak termasuk dalam form tilang seperti asal universitas dan jurusan, asal daerah, suku.
  8. Petugas meletakan buku pasal-pasal hukum tilang wilayah Makasar. Apakah wilayah Kendari tidak punya? Aneh sekali. Setelah ditanya lebih lanjut, petugas menyampaikan bahwa aturan tersebut adalah perda wilayah Makasar. Dia juga mengatakan bahwa dia tidak tahu apakah perda semacam ini sudah ada di Kendari atau belum.
  9. Petugas menanyakan apakah akan membayar 50 ribu atau sidang langsung? Padahal kalau mau mengikuti pasal terkait (Makasar) harus membayar 250.000 rupiah.
  10. Petugas tidak membacakan pasal yang berkaitan dengan kesalahan pengendara yang kena tilang sesuai prosedur. Langsung mencatat nama, menawarkan tilang atau bayar. Jika memilih bayar, mendapat lembar warna merah.
  11. Polisi tidak memberikan kertas biru kepada pelanggar. (Perbedaan lembar biru dan lembar merah: lembar biru berarti pelanggar akan dipanggil sidang langsung 2 minggu kemudian membayar uang sidang sesuai ketetapan sidang dengan cara transfer ke BRI dan uang ini akan masuk ke dalam kas pajak negara. Lembar merah diberikan setelah pelanggar memberikan 50ribu rupiah di tempat saat tilang artinya pelanggar diwakili sidang oleh polisi, pelanggar bebas langsung boleh pergi, ditengarai uang tidak akan masuk ke dalam kas pajak negara dan uang tersebut tidak akan diketahui rimbanya. Lembar merah ini berpotensi terjadi pungli/korup dan atau melanggengkan budaya suap).
  12. Petugas sempat kelabakan ketika ditanya apakah boleh mengambil kertas biru.
  13. Petugas berkeras tidak mau memberikan kertas biru. Terjadilah perdebatan. Kawan saya mengetahui bahwa ada aturan pasal yang memperbolehkan pelanggar (tidak membawa SIM) mengambil kertas biru untuk sidang. Anehnya, petugas yang menilang ini harus berkonsultasi dengan pihak lain/atasannya tentang perdebatan tarik ulur meminta kertas biru, akhirnya seorang koleganya memperbolehkan kertas biru diambil oleh kawan saya. Artinya, petugas tilang tersebut tidak memahami aturan tentang kertas merah dan kertas biru.
  14. Petugas tampak panik mengetahui saya memegang hp dan bertanya apakah saya sedang merekam atau tidak. Saya diam saja tertawa-tertawa.
  15. Pada saat bersamaan ada pengendara/pemilik mobil yang pengemudinya tidak membawa SIM, stnk ditahan, lalu pengendara berkata sedang bicara di telepon dengan POLDA, lalu memberikan telp kepada seorang petugas polisi yang agak keren (kemungkinan polisi agak senior), polisi berbicara pada orang di dalam telp, kemudian menutup telp. Polisi menegur pemilik mobil tersebut karena dikatakan bahwa si pengendara harus menghormati tugas polisi (saya sempat bangga pada polisi ini) namun kemudian berjalan pelan menuju meja tempat mengumpulkan stnk dan kunci, mengambilnya perlahan (stnk belum dicatat), dan membawanya menemui pengemudi mobil dan pemiliknya yang mengaku kawan dekat POLDA, ayah masuk ’ICU’. Tak lama supir dan pemilik kendaraan ini menghilang, pergi dengan mobil sedannya, tanpa ada proses pencatatan seperti yang terjadi pada kawan saya. Aneh sekali. Semua orang menjalani proses pencatatan, baru bisa pergi, tetapi kedua orang ini tidak.

Melihat beberapa fenomena (yang sempat saya rekam dengan hp beresolusi rendah) di atas saya memiliki beberapa kesimpulan:


  1. polisi di kota besar sedikit lebih baik dan ramah (mungkin karena banyak masyarakat sadar hukum dan aturan  tilang menilang)
  2. reformasi di tubuh kepolisian belum begitu berhasil
  3. polisi di daerah masih arogan terhadap masyarakat sipil yang sangat ketakutan mendengar kata tilang. Mungkin karena polisi merasa berkuasa, padahal polisi adalah abdi masyarakat yang seyogyanya melayani masyarakat dengan baik, santun dan sopan.
  4. masih terjadi praktek pungli di tubuh kepolisian
  5. semua itu menunjukkan reformasi kepolisian khususnya dalam menjalankan pelayanan kepada masyarakat disangsikan dan dipertanyakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun