Mohon tunggu...
Agnikarma
Agnikarma Mohon Tunggu... -

N/A

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Angin Punggungan

16 Juni 2012   20:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:54 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1339879487475455322

Semburat cahaya melewati ranting-ranting, siang belum juga terik, namun nafasku satu-satu tertarik. Setapak berbaris jauh kedepan, menyembunyikan belokan sebelum turunan, dan diselanya pohon tua tidur nyaman, tumbang. Air panas menceritakan uap-uap tentang aroma belerang, agar siapapun yang melewatinya bisa melihat batas jurang. Puncak masih jauh, tapi paru-paruku mulai melenguh, dan sesekali mengepulkan asap, tembakau. Dedaunan jatuh tertiup angin, walaupun daun tak mengajak hatimu. Dan sampailah pada titik puncak, dimana harapan mengalir dan doa terurai. Ikut pergi bersama kabut yang berlalu, lalu pulang sendirian. Untuk edelweiss yang berkuncup segar, dan semua tentangmu yang belum juga layu. Dan untuk senyum bapak yang terkembang, melajukan perahu ceritanya kepada murid-muridnya. Gede-Pangrango, 3 Juni 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun