Harun Ar-Rasyid adalah anak yang sangat cerdas. Sejak dini, Ar-Rasyid berguru kepada Yahya bin Khalid untuk mendalami pendidikan dan administrasi Islam[2]. Saat remaja pada masa pemerintahan ayahnya, AlMahdi mempersiapkan Ar-Rasyid sebagai khalifah dengan mengangkat Harun Ar-Rasyid sebagai panglima militer di Ash-Sha'ifah pada tahun 163 dan 165 H. Sedangkan pada tahun 164 H, Al-Mahdi melimpahkan tanggung jawab sebagai wali kota wilayah barat mulai dari wilayah Anbar hingga seluruh perbatasan Afrika[3].
Â
Harun ar-Rasyid menikah dengan gadis Arab bernama Zubaidah dan dikaruniai anak bernama Al-Ma'mum, Al-Amin dan Al-Mu'tashim[4]. Pada Sabtu malam tanggal 14 Rabiul Awwal 145 H, Harun Ar-Rasyid menggantikan saudaranya Al-Had yang meninggal dunia ketika ayahnya diangkat menjadi khalifah Dinasti Abbasiyah dengan gelar Ar-Rasyid. Saat itu usianya masih 25 tahun[5].
Â
Harun Ar-Rasyid dikenal sebagai pemimpin yang menjaga dan melestarikan nilai-nilai syariah dan hukum Allah. Dalam beribadah, beliau melaksanakan salat sunnah seratus rakaat setiap harinya, kecuali pada saat beliau sakit. Saat khalifah Harun Ar-Rasyid menjabat seluruh kebutuhan pokok masyarakat dapat terpenuhi, bahkan dapat memberikan pakaian musim panas dan musim dingin bagi para narapidana.
Â
Pada malam hari, Khalifah Harun Ar-Rasyid mengamati dan melihat keadaan umatnya dengan berjalan berkeliling dan menyamar sebagai umat, yang kemudian menanyakan keinginan dan pendapat masyarakat tentang pemerintahan Harun Ar-Rasyid. Apalagi Harun Ar-Rasyid sangat mencintai ulama dan menjamin kesejahteraan para guru[6].
Â
Perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan sangat besar, karena ia banyak menerjemahkan buku-buku dari berbagai bahasa asing ke dalam bahasa Arab. Mengutip penjelasan Ali bin Abi Thalib, terdapat tiga ulama fiqih pada masa pemerintahannya, yaitu: Imam Malik bin Anas yang merupakan guru dari putra Khalifah Harun Ar-Rasyid, Imam Muhammad bin Idris Syafi'ina, dan Imam Ahmad bin Hambal[7].
Â
Khalifah Harun Ar-Rasyid gugur memimpin pasukannya menuju Khurasan. Di tengah perjalanan, penyakitnya kembali kambuh ketika sampai di kota Niin di bulan Syafar, dan penyakit itu membawanya ke Rahmatullah. Khalifah Harun Ar-Rasyid wafat pada Sabtu malam Jumadil Akhir 193 H.[8]