Hai semuanya!
 Ini adalah artikel pertama yang saya buat di KOMPASIANA dan sebetulnya ini juga kali pertama saya membuat atau menulis artikel. Maka dari itu, saya membuat artikel ini berdasarkan pengalaman saya sendiri agar saya tidak bingung harus membuat artikel seperti apa dan bagaimana saya memulainya jika bukan dari pengalaman saya. Artikel ini akan menceritakan tentang Freelancer.
Selamat membaca!
Menjadi freelancer khususnya SPG tidaklah mudah. Banyak sekali syarat-syarat yang harus dimiliki agar dapat terpilih atau lolos.
Contoh, untuk menjadi SPG X harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Minimal tinggi 163cm
- Rambut panjang
- Berat badan proposional
- Aktif
- Tidak manja
- Putih
- Oriental atau Blasteran
- Berpengalaman
Jika saya ingin menjadi SPG X, maka saya harus memenuhi kriteria di atas. Jika ada kriteria yang tidak terpenuhi, maka saya tidak lolos.
Semakin tinggi kriterianya, maka semakin besar pula fee yang di tawarkan. Fee SPG pun beragam, mulai dari Rp. 150.000, Rp. 200.000, Rp. 350.000, Rp. 700.000, hingga Rp. 1.000.000 per shiftnya. Bayangkan jika kalian baru berumur 17 tahun dan memiliki kriteria di atas. Dalam sehari kalian akan mendapatkan setidaknya Rp. 350.000 per hari. Dan jika dalam 10 hari kalian akan mendapatkan Rp. 3.500.000. Sebulan? Rp. 10.500.000
Ternyata hanya bermodal cantik, tinggi, dan tidak perlu S1 kalian bisa mendapatkan penghasilan yang cukup dan tentunya di atas UMR.
Saya akan menceritakan pengalaman pertama saya menjadi SPG.
Awal mulanya, saya tidak mempunyai niat untuk menjadi freelancer. Saya menganggap bahwa anak kecil untuk apa bekerja. Bukankah tugas saya hanya belajar, mendapat prestasi yang bagus dan meraih cita-cita? Selain itu, umur saya yang pada saat itu masih 17 tahun (kelas 2 SMA) tidak mungkin untuk menjadi freelancer. Tetapi pada akhirnya saya memutuskan untuk menjadi freelancer karena suatu alasan tertentu.
Dimulai pada teman saya, sebut saja Jessica. Jessica adalah sahabat baik saya sejak kelas 2 SD. Sayangnya, saat masuk SMA kita terpisah. Saya masuk ke SMA dan Jessica masuk ke SMK. Semenjak terpisah, komunikasi kita tetap berjalan lancar. Hanya saja waktu untuk bertemu sudah berkurang karena masing-masing dari kami sudah mempunyai teman baru.