Mohon tunggu...
agnes davonar
agnes davonar Mohon Tunggu... -

Agnes Davonar adalah dua bersaudara penulis online yang memulai kariernya dari sebuah blog. mereka terpilih sebagai The best asia pasifik writing blogger 2010, the most influental blogger 2009, Penulis terbaik pesta blogger 2009, Finalist microsoft bloggership 2010, the best writing inspiration detik.com 2009, penulis terbaik dsfl blogger 2009, Finalis jawaban blogger inspiration 2009. Selain aktif menulis di dunia online, Agnes Davonar juga telah melahirkan 7 novel yang semuanya mencetak best seller dan diterbitkan di Taiwan. Ia pernah tampil dalam acara kick Andy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

The Happiness – Cerpen 151

13 Juni 2012   05:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:02 1600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13395658251039798612

” Karena  sekeras apapun kesenangan  yang didapatkan karena materi, ia tidak akan pernah bisa memberikan kebahagiaan sejati, sebab kebahagiaan  sejati tercipta karena keikhlasan, kasih sayang dan ketulusan sesama untuk saling melengkapi”

agnes davonar

Menjadi kaya dalam kehidupan adalah anugerah yang tak ternilai yang kehidupan. Anugerah yang mengajarkan bahwa apapun bisa kita lakukan ketika kita menjadi kaya. Tapi, kaya tidak selalu indentik dengan kebahagiaan. Ada hal lain yang harus dicari dalam kehidupan selain menjadi kaya semata tapi bagaimana membahagiakan diri kita dengan cara melihat kebahagiaan orang lain terlebih dahulu. Aku kaya dan memiliki segalanya dalam hidup. Tapi semua bukan karena hasil yang aku dapatkan. Warisan yang diberikan oleh kedua orang tuaku saat mereka meninggal karena kecelakaan. Semua yang aku mau dalam kehidupan, selalu aku dapatkan. Entah itu mobil baru, rumah baru atau apapun yang bisa aku miliki kecuali satu hal. Kebahagiaan sejati. Aku melihat sendiri bagaimana orang yang aku cintai, disaat aku sedang tak ada disampingnya dan ia mengatakan bahwa “ gue Cuma cinta sama duit dia.. mana mau gua sama dia, uda gendut, jelek, pendek, hidup lagi..” Saat itu, aku hancur tak kuasa menahan rasa sakit hati. Ia yang aku cintai, mendapatkan segalanya yang ia inginkan, ia kenakan dan ia impikan. Ternyata hanya mengejar materi yang aku miliki. Hancur karena sikap dan caranya mencintaiku membuat aku kehilangan rasa bahagia. Uang yang aku miliki tidak lagi bisa membuatku bahagia. Mungkin sesaat saat aku menghamburkan uangku, aku bahagia tapi  beberapa saat kemudian aku menjadi hampa. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk pindah dari kehidupanku, menuju tempat pamanku keluar negeri. Meninggalkan semua apa yang kumiliki untuk mencari kebahagiaan. Ide itu aku dapatkan saat aku berhenti di sebuah jalan di lampu merah kolom jembatan. Aku melihat dua orang pemulung bersama gerobak sampahnya. Walau pasangan itu tidak memiliki apapun, saat pria yang aku rasa suaminya hendak pergi bersama gerobaknya, ia mencium kening sang istri dengan hangat, saat itulah aku sadar. Bahagia tidak harus selalu mewah. Ayah juga pernah mengatakan padaku, bahwa sebelum seseorang menjadi kaya, ia harus menguatkan dirinya dari kekayaan hati barulah jasmani. Ayah juga memulai hidupnya dari susah dan dari kesusahan itulah ia belajar untuk menjadi lebih baik dan baik sehingga ia menjadi kaya. Tapi aku sejak kecil telah dimanjakan dengan kehidupan, sampai kedua orang tuaku meninggalpun aku tidak pernah merasakan susah. Akhirnya, aku berpikir dalam-dalam sebelum mengambil sebuah keputusan besar untuk mencoba menjadi orang sulit. Atas saran pamanku, aku pun melakukan secara diam-diam. Saat itulah aku memutuskan untuk meninggalkan rumahku yang besar, kartu kredit milikku, atm dan hanya membawa 700.000 Rupiah sebagai bekal hidupku untuk tekadku selama beberapa hari mencari arti kebahagiaan dengan menjadi orang yang tak memiliki apapun. Aku menukar hidupku dengan supir pribadiku yang lajang dan sederhana. Aku tinggal dirumah susun miliknya, meminjam bajunya yang kebetulan tubuhnya sebesar aku. Aku memindahkan dia dalam rumahku. Di rumah susun kecil itulah aku tinggal. Tanpa alat-alat canggih dan hanya kipas angin kecil yang membuat rumah itu tetap sejuk Hal pertama yang aku lakukan adalah, mencoba membayangkan tidur dirumah yang kecil dan tanpa AC ini dalam hidupku malam itu, nyatanya aku tidak sanggup tertidur. Saat aku memejamkan mata. Pintu rumah terketuk kencang, aku keluar dan membuka pintu. Melihat seorang ibu yang ragu ketika melihatku keluar dari rumah. “ ada apa ya bu?” “ maaf saya pikir mas jamil ( supirku)..” “ pak jamil keluar kota.. saya sepupunya Seno.. ada apa bu?” kataku berpura-pura. “ saya mau minta tolong, seperti biasa.. kalau malam pak jamil suka bantuin jaga keponakan saya..” “ oh begitu..emang ibu mau kemana?” “ mau kerja mas.. ya sudah tak apa.. saya pamit dulu..” Terlintas olehku menjadi ingin tau dan membantu setelah melihat wajah ibu itu kecewa. “ Bu.. kalau gitu biar saya yang jagain keponakan ibu aja.. gimana?” Ibu itu tersenyum lalu mengantarkan aku ke rumahnya yang hanya berbeda dua blok dariku. Saat aku melihat keponakannya aku baru sadar, keponakannya sangat istemewa. Ia mengalami autis. Namanya Hendra. Gemuk dan usianya sudah 14 tahun. Aku menjaganya, ibu yang bernama Maria itu mengatakan bahwa ia akan bekerja hingga pukul 12 malam dan kembali lebih awal. Aku tidak berani bertanya perkerjaan yang ia lakukan. Saat itu pukul 8 malam. Ibu itu berpamitan pada Hendra. Meninggalkan kami berdua. Aku bermain beberapa permainan dengan Hendra. Tak kusangka supirku jamil begitu baik hati hingga rela menjaga Hendra disaat ibu itu bekerja. Tiba-tiba perutku terasa lapar, aku pun mengajak Hendra untuk makan dibawah rumah susun. Kami makan nasi goreng di jalanan. Hendra walau autis tapi bisa diajak bicara dengan baik. Ia bicara singkat bahwa ibu Maria adalah penyanyi hebat. Kami makan bersama. Sampai akhirnya malam tiba ibu maria pulang lebih awal pukul 11. Ia berterima kasih padaku. Aku pun bertanya. “ ibu maaf, kalau boleh tau ibu kerja apa ya semalam ini?” “ saya kerja jadi cleaning service di klub malam. maaf ya..merepotkan..” “ oh saya yang harus minta maaf. “ Kami sempat bercerita dan aku mengerti mengapa ia bekerja, Hendra yatim piatu sepertiku. Ibu maria masih muda dan belum memiliki anak ketika ia ditinggal pergi suaminya memutuskan untuk merawat Hendra dengan penuh kasih sayang. Ketika pagi ia akan bekerja menjadi tukang cuci dan malam ia akan bekerja sebagai clearning service, usianya sudah 40 tahun tapi ia tidak pernah mengeluh bekerja pagi dan malam untuk kehidupan Hendra. Baginya Hendra adalah kebahagiaan utama dalam hidupnya. Malam itu aku tertidur tapi mendapatkan satu pelajaran bahwa kebahagiaan bisa diraih dengan menjaga dan merawat orang yang kita sayangi tanpa pambrih. Keesokan harinya, aku terbangun kesiangan. Perut terasa lapar dan mencari makan disekitar rumah susun. Usai santap nasi goreng. Aku tak sengaja melihat beberapa orang tukang kebersihan seperti memasukan seekor anjing yang mati ke dalam mobil sampah. Aku melewatkan hal itu dan Saat aku melihat taman begitu indah terpikir untuk beristirahat menikmati taman di rumah susun, seorang pria tua mendekat padaku. Ia berjalan dengan tongkat perlahan. Matanya terkena katarak, jadi agak sulit melihat. “ anak muda, kamu melihat Boby main disini..?” “ kayaknya enggak Kek, daritadi saya sendirian disini. kenapa ya?” “ si Boby ilang. Padahal kakek mau ajak dia untuk pergi temenin kakek.. biasanya dia pulang kalau sudah jam siang begini.. tapi sudah daritadi dia gak pulang-pulang.. dasar anak nakal” “ kakek memangnya mau kemana?” “ untuk apa kamu tanya-tanya, memangnya mau anterin..” kakek itu jutek. “ ooo enggak kek, Cuma pengen tau..” Kakek itu berpaling meninggalkanku, belum beberapa langkah tiba-tiba ia nyaris terjatuh karena tersandung batu. Aku mendekat membantunya berdiri tegak. “ hari ini ulang tahun nenek, kakek harus cepat-cepat kesana.. nanti dia marah..” Merasa iba dan kasihan. Akhirnya aku pun bersedia mengantarkannya, toh aku tidak tau harus melakukan apapun. Kakek berjalan lambat dan aku menuntunnya. Entah dimana rumah nenek itu, sampai akhirnya aku baru sadar. Kami naik angkot dan berhenti di sebuah pemakaman. Kakek itu ternyata hendak berziarah ke makan istrinya yang sudah meninggal. Istrinya baru meninggal setahun lalu. Kakek itu menghanturkan doa dan kasih sayang begitu dalam walau nenek itu telah meninggal. Kakek bercerita kalau mereka tidak memiliki keturunan dan aku jadi bertanya-tanya siapa boby. “ boby itu anjing kesayangan kakek dan nenek, walau anjing kampung. Tapi dia sudah kami anggap anak sendiri..” Aku  ingin tertawa ketika mengetahui bahwa anak yang dicari kakek itu ternyata hanyalah seekor anjing. Akhirnya aku berjanji untuk membantu mencarinya, kakek begitu senang tapi ketika ia menunjukkan ciri-ciri anjingnya. Aku baru sadar, boby adalah anjing yang tadi siang aku liat sedang dibuang tukang bersih karena sudah mati. Aku pun menyembuyikan hal itu, mengantarkan sang kakek hingga ke rumah susun yang sama denganku. Ia berterima kasih padaku, berharap anjingnya pulang. Walau aku tau, tidak akan mungkin kakek bisa bertemu boby lagi. Aku belajar mengerti arti kehilangan, tapi kakek yang ikhlas ini begitu tabah menghadapi kehidupan. Mecintai orang yang sama dalam kehidupannya walau telah berbeda alam. Kasih baginya terhadap anjing yang sudah dianggap anak sendiri adalah kasih yang sama kepada siapapun. Tak bisa kubayangkan ketika ia sadar, bahwa Boby sudah tiada. Malam itu aku merenung dan seperti hari sebelumnya tanpa keberatan aku merawat Hendra. Hendra yang autis berkata padaku. Satu hal yang membuatku terkejut tentang impiannya. “ aku ingin seperti yang lain, cepat besar, biar bisa jagain ibu Maria.. mau sekolah.. kuliah dan kerja..” katanya tulus dan aku sadar ini hal yang mustahil. Pendidikan selalu mahal bagi orang-orang seperti Hendra, bahkan terkadang Hendra tidak akan diterima dalam sekolah umum seperti yang ibu Maria katakan padaku. Mungkin itu alasan mengapa ia tidak bersekolah hingga detik ini. walau aku yakin keterbatasannya tidak akan membuat ia berhenti bermimpi. Aku merenung malam itu, berpikir apa yang terjadi dalam hidupku saat ini berbeda dengan apa yang aku rasakan di hari-hari sebelumnya. Aku juga telah kehilangan kedua orang tuaku dan merasa sendirian terlebih dihianati oleh orang yang aku anggap tercinta. Tapi mereka yang aku temui hari ini telah membuatku merasa lebih beruntung. Esok, aku harus memberitahu kepada kakek tentang nasib Boby. Sebaiknya ia tau sehingga tidak mencari keberadaan Boby. *** Keesokan harinya… Saat aku mendatangi kamar susun kakek, ia sedang berada diluar merenung dibalkon. Seorang diri dengan mengusap air mata. Ia melihatku dengan kesulitan, mungkin karena kataraknya. Ia mengatakan padaku tentang kematian boby sebelum aku mengatakan. Aku tau ia bersedih, aku pun bertanya apa yang ia harapkan dalam hidup. Ia hanya ingin bisa melihat dengan sempurna, sayang sekali lagi ia tidak bisa melakukan itu karena biaya operasi yang mahal. Aku ingin membantu, tapi mungkin aku bertahan untuk sementara ini. Sepulang dari itu, aku melihat sebuah kejadian yang membuat nyari jantungku copot. Aku menemukan seorang perempuan yang hendak melompat dari rumah susun. “ hei –hei kenapa mau lompat?” teriakku. “ jangan mendekat.. atau aku lompat..” “ kenapa mau lompat?” “ percuma ada di dunia ini, Cuma bisa bikin hati hancur. ..” Darah terlihat dari tangannya, sepertinya ia habis melukai urat nadinya, tiba-tiba ia hilang keseimbangan dan aku segera menangkap tubuh perempuan itu. Untungnya ia belum sempat naik ke atas balkon dan jatuh ke arah lantai balkon. Aku membawanya ke rumah sakit, dokter mencoba menyelamatkan hidupnya dan wanita itu beruntung dapat hidup kembali. Ketika ia tersadar,  aku mengenalkan diriku padanya, ia menangis disampingku. Bercerita tentang laki-laki yang meninggalkannya setelah tau ia hamil. “ kenapa harus ambil jalan pintas?” “ terpaksa, aku malu, hidup dengan keadaan seperti ini?” “ tapi kamu kan masih muda dan masa depan masih panjang?” “ dengan anak di perut tanpa ayah? Siapa yang mau kasih makan hidup anak ini?” Aku terdiam, aku sadar. Hal yang dialami gadis ini sama denganku. Hancur karena cinta. Tapi darinya aku jadi sadar betapa bodohnya bila aku melakukan hal yang sama. Aku tau namanya Angel, ia ketakutan membayangkan masa depannya tapi ia menyesali apa yang telah ia lakukan ketika ia mendapatkan kesempatan kedua dalam hidupnya. Saat aku hendak meninggalkan rumah sakit, suster mencegatku untuk memintaku membayar biaya Angel. Aku sadar, aku tidak memiliki banyak uang saat ini. tapi kejamnya kehidupan, bila aku tidak membayar saat itu, maka Angel harus angkat kaki dari rumah sakit itu. Sisa uang terakhirku, aku berikan sebagai jaminan dan aku akan kembali termasuk kartu pengenalku. Kini aku tidak punya uang sama sekali, bisa saja aku kembali ke rumahku untuk mendapatkan atm dan kartu kredit. Tapi aku sudah berjanji sebelum tiba hariku, aku tidak akan melakukan itu. Aku berjalan pulang jalan kaki sejauh bermil-mil jauhnya sampai kakiku terasa perih, hujan datang membuat aku harus berteduh di halte. Saat itu sudah malam, tanpa aku sadari disampingku terdapat keluarga kecil yang pernah aku yakin pernah kulihat. Sepasang suami istri yang tinggal dalam gerobak. Mereka melihatku dan pria itu membiarkan istrinya tertidur di gerobak sedangkan ia duduk disamping menjaga agar hujan tidak menimpa gerobaknya dengan papan ditangannya sebagai payung.  Dalam keadaan seperti itu, ia melempar senyum padaku. Hujan pun berhenti dan bajuku basa kuyup. Istri pria itu keluar dari gerobak. Ia membawakan aku sebuah handuk miliknya. “ Mas, udaranya dingin, gak baik kalau basah kuyup, pakai ini keringin dulu..” Aku menerima tawaran itu walau sadar handuk itu tidak begitu bersih. Saat tubuhku mulai kering, sepasang suami istri itu menawarkanku makan malam bersama mereka dengan lauk seadanya. Aku memang lapar dan saat melihat nasi dingin dan ikan asin yang mereka santap. Rasanya aku begitu bahagia sekali bisa menyantapnya. Mereka bercerita bahwa mereka tidak memiliki tempat tinggal sejak rumah mereka digusur untuk pembangunan kota. Dalam keadaan sulit dan apa adanya, mereka tetap bersyukur dan bersama. Sesuatu yang tak akan pernah aku temui dalam hidupku sebelumnya. Saat aku hidup, ayah dan ibu terlalu sibuk sehingga mereka tidak pernah bertemu denganku. Bahkan saat meninggal pun aku tidak tau mereka sedang berlibur. Setelah makan sederhana itu aku pulang, aku kembali dan baru ingat bahwa aku harus menjaga Hendra. Tapi waktu itu sudah malam, saat aku datang untuk mengetuk pintu rumah ibu Maria, ia muncul dan mengatakan bahwa malam ini ia tidak bekerja. Aku lega dan merasa tenang karena ibu Maria menyakinkan aku bahwa ia tidak bekerja bukan karena aku tidak menjaga Hendra, tapi memang ia libur hari ini. aku pun berpamitan dan kembali ke rumah. Saat aku hendak pergi ibu Maria memberikan aku sesuatu. “ Mas, ini ada uang tak seberapa buat untuk kopi..” katanya padaku. “ gak usah Bu.. gak usah..” “ jangan begitu. Ambilah.. rejeki jangan pernah ditolak.” Aku pun tak menolaknya walau uang itu tak seberapa dan hanya cukup untuk membeli rokok sebungkus tapi setidaknya bisa membuatku makan untuk esok, ibu itu walau hidup dengan kekurangan tapi ia tidak kikir untuk memberikan aku sebagian pendapatannya yang tidak seberapa. Aku melewatkan banyak hal dalam hidupku hari ini. membayangkan mereka yang hidup dengan segelitir masalah tapi mampu bertahan dengan kebahagiaan, aku pun merenung seharian untuk mengambil keputusan bertahan dalam keadaanku seperti hari ini tanpa uang dan tapi mencoba bertahan. Keesokan harinya, aku kembali ke rumah sakit. Aku senang melihat Angel yang lebih bersemangat dari hari kemarin. Ia mulai membaik. “ setelah ada kehidupan kedua yang di kasih Tuhan, aku jadi memutuskan untuk terus berjuang sama anak ini.. walau tanpa ayahnya..” “ aku senang dengarnya.. kamu harus semangat ya..” “ aku jadi gak enak sama kamu.. kamu gak kenal aku bahkan aku gak tau nama kamu. Kamu uda sibuk ngurusin aku.. sampai biaya rumah sakit kamu yang talangin.. aku berhutang banget..” “ gak usah dipikirin.. yang penting aku minta kamu lebih bertanggung jawab sama hidup kamu.. dan anak kamu ya..” “ kalau kamu kasih nama anakku seperti kamu kelak? Kamu keberatan?” “ ehm.. boleh.. namanya Martin saja..” “ baiklah akan kuberikan nama itu buat anakku..” Angel berjanji padaku. Sepulang dari rumah sakit, aku meminta Jamil menjemputku sambil membawa atm dan kartu kreditku. Saat itulah, aku mengambil keputusan dalam hidupku. Membantu mereka semua yang bertahan dalam kekurangan tapi masih berusaha untuk bahagia. Menjadi diriku yang dulu untuk memberikan apa yang bisa kuberikan kepada mereka, sebuah pelajaran yang tentang hidup yang tidak bisa dibeli dengan uang. tapi pengalaman yang tak ternilai daripada harta kekayaan. Aku menyerahkan bantuan kepada Angel, uang untuk masa depan dia dan anaknya. Ia menangis saat aku membantunya. Tapi bukan  karena aku memberikan uang yang membuatnya bahagia, tapi melihat ia bermimpi akan masa depannya lah yang membuat ia bahagia. “ Ada kehidupan kedua yang layak aku pertahankan dan Tuhan telah memberikanku kesempatan untuk itu, kebahagiaan bersama anak yang kelak lahir. Ingatlah cinta tidak selalu bisa menghancurkan kehidupan..karena kehidupanlah yang menciptakan cinta”  katanya padaku dan aku setuju dengan hal itu. Sebab aku pernah hancur karena cinta dan penghianatan. Tidak seharusnya aku menyerah karena cinta, sebab bukan cinta yang membuat segala kebahagiaan tapi biarkan cinta yang melahirkan kebahagiaan apa adanya. Aku pun berajak pergi menemui dua orang pasangan suami dan istri yang tinggal di gerobak. Mereka menyambutku dengan senyum dan kesederhanan yang sama.  Aku Memberikan rumah susun milik Jamil sebagai rumah mereka. Jamil akan pindah ke rumahku untuk menjaga rumahku saat aku pergi dari tempatku. Aku berharap mereka bahagia tanpa perlu lagi ketakutan melihat air hujan setiap harinya. Mendapatkan tempat yang layak untuk menghabiskan masa masa tua dalam hidup mereka bersama dalam sebuah keluarga abadi. “ kebahagiaan tidak harus selalu dengan apa yang kita tempati dan gunakan, kebahagiaan bisa ada karena kita yang merasakan dalam keadaan apapun, apapun yang terjadi dalam hidup kami. Kami selalu mencoba bahagia dan bersyukur” kata nenek yang membuatku belajar itu benar. Melanjutkan perjalananku, aku mengunjungi ibu Maria dan Hendra yang sedang bersama sambil nonton televisi. Aku memberikan Maria tabungan bagi masa depan Hendra. Aku berharap ibu Maria tidak lagi harus bekerja menjadi Cleaning service di klub. Ia bisa membuka warung kecil di dekat rumah susun dengan modal tabungan yang kuberikan. Hendra bisa mendapatkan kesempatan sekolah dalam hidupnya agar ia bisa mencapai impiannya membalas semua jasa-jasa kebaikan ibu Maria.  Mereka bersuka cita dan itu membuatku bahagia melihat mereka tidak lagi harus sedih saling meninggalkan. “ ketulusan yang mereka berikan padaku, walau hanya memiliki kesederhanaan dan pendapatan apa adanya, mengajarkan aku akan keikhlasan. Keberanian dan kasih sayang tanpa melihat fisik. “  pelajaran yang aku dapatkan dalam kehidupan ibu Maria dan Hendra. Setelah memastikan mereka mendapatkan kehidupan yang layak dan masa depan yang baik. Aku pun meneruskan tugas terakhir dari orang yang mengajarkan aku untuk kerelaan melepas apa yang hilang dalam kehidupan. Kepada kakek, aku membantu membuat terang di matanya dengan membiayai operasi kataraknya. Aku juga membawa Anjing kecil kesayangan keluargaku yang telah aku pelihara dengan lama  supaya bisa menjadi pengganti Boby yang telah pergi. Aku percaya ia akan merawat dengan penuh kasih sayang dan aku lega melihat masa depan kakek yang tak lagi harus mengunakan tongkat  lagi kelak untuk melihat jalan karena matanya akan menjadi lebih baik dari saat ini setelah operasi katalak. “ Hidup dengan merelakan orang yang telah pergi dalam hidup kita dengan ikhlas adalah cara terbaik kita untuk meciptakan kebahagiaan, sebab kehilangan bukanlah penyesalan, kehilangan adalah hal yang harus kita jalani dan hadapi” kata kakek padaku. Aku mengerti, kehilangan orang tuaku memang telah membuatku aku jatuh dalam kesepian tapi bukan alasan untuk tidak melanjutkan kehidupan. Aku harus bisa melanjutkan kehidupan yang seharusnya aku jalanin lebih baik dari hari ke hari. Aku harus ikhlas melepas kepergian ayah dan ibuku dan melihat lebih jauh dengan apa yang bisa aku lakukan untuk membuat nama keluargaku tetap dan dan baik. Dan aku tidak pernah menyesal mencoba hidupku dalam keadaan titik nol. Karena dari mereka orang-orang yang aku temui, aku mengerti bahwa kebahagiaan tidak selalu karena materi, tapi kebahagiaan bisa kita dapatkan dengan cara membuat orang lain menghargai kita. Aku pun pergi, pergi meninggalkan tanah air untuk menemui pamanku disana setelah mengerti bagaimana mencari kebahagiaan sesungguhnya. Memulai hidupku sebagai orang yang tidak hanya berpikir kebahagiaan hanya karena harta, tapi mungkin ada hal lain yaitu. Kasih sayang, ketulusan dan kesederhanaan. tamat follow my twitter http://www.twitter.com/agnesdavonar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun