Mohon tunggu...
agnes davonar
agnes davonar Mohon Tunggu... -

Agnes Davonar adalah dua bersaudara penulis online yang memulai kariernya dari sebuah blog. mereka terpilih sebagai The best asia pasifik writing blogger 2010, the most influental blogger 2009, Penulis terbaik pesta blogger 2009, Finalist microsoft bloggership 2010, the best writing inspiration detik.com 2009, penulis terbaik dsfl blogger 2009, Finalis jawaban blogger inspiration 2009. Selain aktif menulis di dunia online, Agnes Davonar juga telah melahirkan 7 novel yang semuanya mencetak best seller dan diterbitkan di Taiwan. Ia pernah tampil dalam acara kick Andy

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ayah Mengapa Aku Berbeda - Bagian 2

14 September 2010   16:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:15 14560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

cerita sebelumnya : setelah sukses dengan kisah masa kecilnya yang dibaca lebih dari 100,000 orang, dan lagunya di download lebih dari 16000 , kisah Angel berlanjut menuju masa ia remaja, ada kala baiknya membaca terlebih dahulu kisah masa kecilnya yang dulu di bawah link ini

http://hiburan.kompasiana.com/group/gosip/2009/11/12/ayah-mengapa-aku-berbeda/

hari ini...

Aku masih bisa ingat. Saat terakhir aku berhasil membuktikan kepada semua orang, akan karunia yang Tuhan berikan kepadaku. Tentang bagaimana aku terlahir tuli dan bisu berusaha untuk bersyukur akan kehidupan yang aku miliki. 5 tahun sudah berlalu dan kini aku telah menjadi gadis remaja yang tumbuh dan semakin mengerti arti perjuangan hidup. Agnes, sahabat yang telah melakukan beberapa kesedihan dalam hidupku, ia memutuskan pindah sekolah setelah kejadian panggung itu. Aku tidak pernah berharap itu semua terjadi. Tapi ia pergi…

Sahabat-sahabat Agnes yang dulunya membenciku, mereka tidak lagi mempermasalahkan kehadiranku di klub musik sekolah. Tapi mereka tidak pernah bicara padaku. Kalau boleh jujur, aku merasa sangat kesepian berdiri diantara mereka. Tak ada yang mau bicara padaku, kalaupun ada, hanya beberapa orang yang mau menerima aku sebagai gadis cacat diantara anak-anak normal lainnya. Tapi akhirnya aku melewatkan bangku sekolah menengah pertama dan akhirnya berpisah dengan semuanya karena sekolahku tidak memiliki tingkatan sekolah umum.

Kondisi ayahku membaik pasca serangan jantung itu. Ia kembali ke rumah dan menghabiskan waktunya hanya dengan beristirahat. Kami beruntung memiliki tunjangan pengabdian ayahku selama bekerja di perusahaan yang dulu ia bernaung. Aku tau, kehidupan semakin sulit karena keuangan kami tidak hanya bisa diandalkan dengan uang pensiun ayah. Aku ingin bekerja tapi usiaku masih 16 tahun. Tidak akan yang mau menerimaku sebagai pekerja sampingan terutama karena aku cacat.

Aku sekolah di tempat yang baru dan tak begitu jauh dari rumahku. Cukup berjalan kaki sekitar 15 menit lamanya. ketika aku, pertama kali menginjak ruang kelasku. Aku berharap pada Tuhan agar semua teman-teman baruku ini mau menerimaku. Ya semuanya, menerima tapi sebelum mereka menyadari kalau aku tuli. Aku bisa merasakan mereka membicarakan aku walaupun berbisik-bisik. Aku hanya tersenyum dan akhirnya mendapatkan satu teman yang pria yang agak gemuk bernama Hendra. ia memakai kacamata yang bulat dan pipinya yang tembem terasa lucu ketika tertawa karena akan memerah seperti tomat.

Ia sahabat baruyang mau menerima dan belajar untuk bicara perlahan denganku, kami duduk berdua dan hanya berdua di kelas ini yang bicara. Aku sudah biasa dengan sikap seperti ini, terlebih ketika Hendra bertanya padaku lewat tulisan di buku agar tidak terdengar yang lain.

“ Angel, apa kamu tidak merasa mereka menunjukkan sikap aneh?”

“ Ya, aku merasa dan tidak masalah..” tulisku.

Sebagian siswa di kelas mungkin bukan cobaan terberat bagiku, sampai akhirnya aku baru menyadari senior di sekolahku. Mereka mulai mencari masalah padaku, saat aku berjalan dan mereka berteriak padaku. Aku tidak mendengar. Mereka berpikir aku sombong dan tidak hormat pada mereka. 3 orang wanita yang tak kukenal mendekatiku.

“ kamu budek ya? Ga denger aku panggil kamu?”

Aku ingin jujur tapi aku tidak bisa katakan saat ini. Aku hanya terdiam, mereka mendorong tubuhku hingga aku terjatuh. Lalu Hendra muncul, ia menolongku.

“ Suruh teman kamu untuk menghormati senior!! Dipanggil pura-pura budek!!”

Hendra terdiam membangunkan aku, lalu bertanya mengapa tidak kau katakan saja keadaanku sehingga mereka paham aku bukan tidak mendengar panggilannya. Aku hanya tersenyum dan berkata cepat atau lambat mereka akan tau. Itu lah hari pertamaku di sekolah dan aku tau akan banyak cobaan yang akan datang padaku. Di sekolahku ini, klub bermusik hanya dikhususkan untuk angkatan kedua, dan siswa baru tidak akan bisa ikut hingga tahun kedua.

Saat pulang sekolah, aku berpikir untuk mencari buku pelajaran yang baru saja dikatakan oleh wali kelasku. Aku pergi ke toko buku, tanpa aku sadari saat aku pergi ke dalam toko buku tanpa membawa dompetku yang tertinggal di rumah sejak tadi pagi. Aku memang ceroboh hari ini. Ketika sudah mendapatkan buku yang aku mau dan saat itu di meja kasir, aku sangat panik karena tidak memiliki uang untuk membayar. Kasir perempuan itu melihatku dengan aneh dan seperti menunggu.

“ Totalnya 105.000 Rupiah?”

Aku tidak bisa bicara, sehingga aku terdiam. Seseorang pria yang usianya tak jauh dariku, muncul seperti pangeran.

“ Ini temanku, biar aku yang bayar” kata pria itu, aku melihatnya dengan kebingungan. Ia memberikan plastic berisi buku yang kubeli padaku, lalu berkata.

“ Aku sudah melihat kamu sejak tadi, kamu tidak membawa dompet kamu ya..”

Aku menganggukkan kepalaku, tak kupercaya pria yang berdiri didepanku ini begitu tampan. Kami berjalan hingga pintu keluar. Aku bingung bagaimana cara menyampaikan ungkapan terima kasih dan mengganti biaya yang ia keluarkan untuk belanjaanku.Aku menuliskan di kertas dengan merobek buku saku kecil yang selalu kusiapkan untuk orang yang tak mengertiku bicara dan ia melihatku dengan aneh.

“ Bagaimana caranya aku membayar kamu? terima kasih atau pertolongan kamu.” tulisku dan Ia melihatku dengan aneh, tapi mulai menyadari ada yang aneh denganku, hatiku terasa berat untuk mengatakan kalau aku cacat hingga akhirnya aku tak kuasa menuliskan keadaanku.

“ Ooo begitu, baiklah, namaku Ferly, kamu bisa mencari aku di café depan tempat aku bekerja sebagai pelayan kopi, lihat toko berlogo wanita itu bernama café cup.”

“ namaku Angel. Baiklah, aku besok akan datang lagi ya..”

Ia tersenyum padaku, aku pun pergi. Aku tidak tau apa yang harus aku katakan sebagai tanda perpisahan, tapi ia sungguh berkesan pada pandangan pertamaku.

***

Keesokan harinya, aku tidak pernah menduga kalau seisi sekolah sudah tau keadaanku yang cacat. Wali kelasku memang tidak sempat berbicara dengan anak-anak di kelas tentang keadaanku. Tapi sepertinya setiap aku melangkah ke kelasku, semua menatapku dengan aneh.Sampai akhirnya aku duduk di kelas dan Hendra langsung katakan padaku kalau semua sudah tau kondisiku. Aku tau Hendra cemas dan aku mencoba tegar dan berkata dengan begitu bukannya lebih baik untukku sehingga tidak ada lagi yang bisa kututupi.

Ketika jam istirahat sekolah, aku teringat akan roti bekal isi selai kacang yang ayah berikan padaku. Ia memasukkan kotak bekal itu didalam tasku. Aku ingin menyantapnya di taman sekolah bersama Hendra. karena disana konon banyak sekali siswa yang bermain basket dan aku ingin melihatnya. Saat aku terduduk dengan tenang disudut lapangan. Kakak seniorku yang kemarin mendorongku, muncul. ia melihat kotak makananku.

“ Aku baru tau kalau sekolah ini mengizinkan anak cacat untuk sekolah..” katanya kepada tiga orang sahabat disampingnya.

Aku tak berani menatap matanya, sedangkan Hendra disampingku menatap mereka.

“ Hei gendut. Suruh teman kamu kesini, aku ada tugas untuk mereka.”

“ Dia sedang makan..”

“ Aku tidak peduli, cepat..”

Hendra tak kuasa melawan, ia memegang pundakku. Kakak kelas itu memanggilku dengan jarinya seolah memanggil seekor anjing di jalan. Aku mendekati.

“ Bisa ngerti apa yang aku omong kan? Walau kamu tuli, harusnya kamu bisa mengerti apa yang aku omongin dari mulutku” katanya dan aku menganggukan kepala.

“ Kamu lihat di tengah lapangan itu, ada pemain basket dengan tulisan angka 22. Dekatin dia, dan suruh dia kemari..”

Aku menatap pria yang ia maksud dan aku hanya terdiam.

“ Buruan..” kata kakak kelasku dan aku terdiam tak ingin bergerak.

Satu diantara temannya yang bertubuh agak besar, lalu menarik tanganku. Hendra ingin menolongku tapi tak kuasa karena dua orang perempuan lain mencegahnya. Mereka mengacam akan memberikan hal yang lebih buruk bila ikut campur dengan urusan mereka. Aku tau aku tak berdaya ketika mereka menyeretku ke pintu gerbang basket.

“ Ingat, ini aku lakukan sebagai penegasan rasa hormat kamu kepada senior, namaku Maya, harusnya kamu tau, aku disini paling berbahaya..”

Aku terdorong hingga kedepan pintu gerbang dan beberapa orang sedang bermain basket. Aku berjalan perlahan dan mendekat kepada pria itu yang sedang bermain, tapi tanpa kusadari sebelum itu terjadi sebuah bola basket seberat 1/2kg menimpa kepalaku, aku tersentak kesakitan. Beberapa orang terdiam, Maya berlari padaku. Ia seperti berbeda,

“ Maaf, adik kelasku ini tuli..” kata Maya yang bersikap baik padaku.

“ Kamu gapapa..” kata pria dengan nomor 22 di bajunya.

“ Tentu dia tidak apa-apa.. aku akan mengurusnya..” kata maya.

Aku dapat merasa ada luka lecet di keningku, maya menarikku dan langsung berubah sikap ketika semua pemain basket itu tak melihat kami. Ia hanya bilang tugasku sudah selesai, jadi aku bisa merasa kalau aku tumbal untuk dia menarik perhatian orang itu. Aku tau aku tidak bisa berbuat apa-apa selain merawat lukaku sendiri. Hendra sudah ada di kelas dan dia melihat bagian keningku, aku bilang padanya tidak perlu melapor ke kepala sekolah karena ini hanya masalah kecil.

Aku pulang dengan sedikit luka yang kubersihkan dengan air tapi bekas goresan merah masih terlihat saat aku berkaca di cermin. Hari ini aku ingin mengembalikan uang pinjaman pembelian buku pada Ferly. Saat aku tiba di tempat yang ia bilang, aku melihatnya sedang berkerja sebagai pelayan. Aku tidak bisa memanggilnya sehingga aku hanya terdiam hingga salah seorang pelayan mendekatiku dan menawarkan aku tempat bila ingin menikmati hidangan di café itu.

Aku hanya terdiam, lalu sepertinya Ferly melihatku. Ia mendekatiku. Dengan cepat pelayan itu pergi dan membiarkan Ferly melayaniku. Ia melihatku dengan aneh, menanyakan luka di keningku, aku tersenyum dan menuliskan di kertas kalau aku hanya terjeduk pintu. Ia tertawa dan menawarkan sebuah kopi hangat. Aku pun menerimanya dan satu tempat telah ia sediakan untukku. Saat aku terduduk, aku baru menyadari kalau café ini memiliki piano yang indah di depannya. Aku rasanya ingin sekali menyentuh piano itu dan mendekatinya.

Saat aku menyentuh tooth piano itu, terasa lembut dan sepertinya dibersihkan setiap saat, tiba-tiba pundakku tersentuh oleh tangan dan aku melihat itu adalah Ferly.

“ Kamu sepertinya tertarik dengan piano ini?” tanyanya dan aku menganggukan kepala, lalu ia bertanya lagi “ kamu bisa main piano?” dan aku melakukan anggukan kepala yang sama. Dan pertanyaan terakhirnya “ Ayo coba main, aku jadi pengen denger”. Aku langsung mengambil posisi terduduk untuk merasakan piano indah itu tanpa basa basi.

Ketika aku selesai bermain, Ferly bertepuk tangan.ia memujiku dan berkata aku sangat berbakat. Mendengar semua itu, aku sangat senang. Saat aku sadar kalau tidak bisa bicara banyak padanya karena ia harus berkerja, aku menitipkan selembar kertas padanya dan menaruh uang yang ia pinjamkan padaku diatasnya. Lalu aku pergi. Saat aku berjalan pulang, ia mengejarku.

“ Kenapa pulang begitu saja.”

“ Karena aku tidak ingin menganggumu bekerja.”

“ Bosku ingin bicara padamu, sepertinya ia ingin memberikan kamu pekerjaan santai.”

Aku tidak pernah menduga kalau ternyata arunan musik yang aku mainkan membuat bos pemilik café memberikan aku kesempatan bekerja partime disana, aku bisa bekerja setiap pulang sekolah hingga pukul 4 sore, aku rasa ayah tidak akan melarangku untuk bekerja, karena tentunya ini aku lakukan dengan kesenangan tersendiri. Aku sudah bisa masuk bekerja besok, dengan gaji yang lumayan untuk ukuran seorang pelajar sepertiku. Yang perlu aku lakukan hanya cukup memberikan suasana indah di café itu.

Setelah hari itu, aku bekerja sambil menikmati suasana baru dalam hidupku, disini aku merasa di hargai sebagai manusia kebanding di sekolahku. Bila di sekolah, aku hanya seperti badut sirkiut yang hanya boleh terdiam tanpa bebas melakukan apapun, disini aku bebas melakukan apapun dengan jariku. Semua mendengar dan merasakan apa yang aku lakukan, setidaknya aku merasa bahagia. Tapi ada yang lain yang membuatku merasa aneh, semakin hari, aku merasa ada yang indah di perasaan hatiku, terutama saat menatap Ferly.

Ia pria yang baik dan banyak bicara padaku dengan dua lesung pipi yang manis. Aku memang tidak pernah tau latar belakang keluarganya, ia hanya bicara tentang hal yang bisa kami lakukan bersama-sama. Ia kadang membuatkan aku segelas susu coklat yang manis, sambil tersenyum. Itu membuatku bertanya-tanya.

“ Apakah ini yang dinamakan cinta?” Tanyaku dalam hati.

Kedekatan kami dalam satu pekerjaan, membuat aku rasanya tidak ingin jauh dari tempat ini. Aku selalu menunggu jam bunyi sekolah selesai, lalu pergi bersalin pakaian.Dan datang hanya untuk melihatnya. Keadaan itu berjalan baik hingga suatu ketika. Maya dan beberapa temannya datang ke Café dan melihatku ada disana. Tanpa aku sadari, kalau mereka ternyata mengenal Ferly.Hal pertama yang ia tanyakan padaku

“ Gadis cacat sedang apa kamu disini?” Tanya maya

Belum aku menjawab, Ferly datang, dan maya langsung memeluknya.

“ Ferly, maaf ya!! Aku sudah lama tidak sempat kesini, sebab aku sibuk.. “

“ Gapapa. Tumben kesini..”

“ Lagi jalan-jalan ke mal sama teman-teman, eh tau-taunya ketemu sama adik kelasku ini? Sedang apa dia disini?”

“ Loh kalian sudah saling kenal ya..”

“ Yaiyalah, mana ada di sekolah kami yang tidak kenal gadis cacat ini..” celetuk teman Maya.

Maya menyipitkan matanya ke temannya yang bicara dan langsung mengatakan hal yang baik tentangku.

“ Tentu saja, aku selalu bersikap baik kepada adik-adik kelas, bukan begitu Angel?”

Aku melempar senyum dan aku tau sebaiknya aku pergi membiarkan Ferly bersama mereka. Saat itu aku merasa bingung, melihat Maya begitu mesra pada Ferly. Bahkan mereka berpegangan tangan. Aku bermain musik sambil menatap mereka secara sembunyi-sembunyi dan perasaanku sungguh tidak tenang hingga Maya pergi dari café itu. Ferly mendekatiku dan bicara padaku.

“ Maya bilang padaku, kalau kamu perlu bantuan di sekolah, kamu bisa minta tolong padanya, karena ia kan menolong kamu..” kat Ferly dan aku tersenyum.

“ Kalau boleh tau, kalian ada hubungan apa?” tanyaku dalam sebuah kertas dan Ferly seperti bingung.

“ Aku dan dia hanya teman baik. kami sudah kenal cukup lama. Ceritanya panjang.. nanti kapan-kapan aku ceritakan padamu. Aku sudah cukup lama bicara padanya hari ini dan harus bekerja. Ok?”

Ferly dan aku berjanji pulang bersama untuk melihat toko buku. Saat kami disana, ia melihat sebuah gelas dan berisikan piano kecil, ia bilang padaku kalau gelas itu sangat lucu. Lalu aku Tanya padanya, “kenapa kamu tidak beli kalau lucu”. Aku akan beli pada saat nanti kalau sudah gajian, karena aku harus menabung dulu untuk cita-cita dan impianku. “ apa impianmu?” tanyaku dan ia bilang, “ aku ingin menjadi pilot dan aku harus menabung untuk kuliahku kelak..”

Aku tersenyum dan hari itu aku pulang dengan bayangan-bayangan kejadian di benakku tentang impian Ferlu menjadi pilot, tak bisa kubayangkan wajahnya yang tampan dengan seragam pilot. Tapi ada pula yang menganggu pikiranku, tentang kedekatan maya dan Ferly. Aku bingung perasaan ini, apakah ini yang disebut cemburu??. Kami pulang dan berpisah di busway terakhir sebelum akhirnya aku melihat senyumnya padaku untuk terakhir dan ia membuatku terharu karena sudah bisa mengucapkan salam perpisahan dengan bahasa tangan.

***

Pagi itu, saat pulang sekolah. Aku hendak pergi menuju tempat kerjaku. Tanpa aku duga, Maya dan teman-temannya sudah menungguku di depan kelas. Ia menatapku dengan tajam. Ia menarikku ke sudut ruangan. Tak ada yang melihat kami. Ia memintaku untuk berhenti bekerja di café itu karena ia tidak senang melihatku dekat dengan Ferly dan info itu ia dapatkan dari teman-temannya yang melihatku bersama Ferly di mal. Aku terdiam, ancaman pertamanya adalah mendorong tubuhku hingga terjatuh lalu menarik kerah bajuku.

“ Akan ada yang lebih buruk lagi dari ini bila aku masih melihatmu disana..”

Aku terdiam dan menahan tangisku.Aku tau aku tidak berdaya melawan ancamannya. Aku berjalan tanpa arah menuju rumahku. Ayah melihatku pulang lebih awal dan merasa aneh. Ia bertanya padaku mengapa tidak bekerja seperti biasanya. Aku tersenyum dan berkata kalau aku sedang tidak enak badan. Hari itu aku menahan hatiku untuk bertemu Ferly. Dan aku tak tau kapan lagi aku bisa menuju kesana karena bila aku kesana aku akan menjadi lebih buruk dari hari ini.

Seminggu kemudian. Aku tidak lagi pernah menginjakkan kakiku di café. Tiba-tiba saat aku berjalan pulang. Ferly ada didepan sekolahku. Ia menggunakan motornya. Mendekatiku, aku merasa aneh.

“ Kamu kemana aja? Kok tidak pernah muncul di café lagi..”

Aku terdiam lalu, dia memberikan helm satunya kepadaku dan menyuruhku untuk pergi dengannya. aku ragu tapi akhirnya tak kuasa ketika ia menarik tanganku. Tanpa aku sadari saat kami pergi, salah satu teman maya melihatku. Kami pergi ke sebuah taman tak jauh dari sekolahku, berhenti dan terduduk. Ferlu menatapku. Ia bertanya banyak hal, apakah aku sedang sakit? Ataukah aku sedang bermasalah. Aku tersenyum dan berkata kalau aku tidak apa-apa, aku hanya bilang kalau banyak tugas sekolah yang harus keselesaikan sehingga tidak mungkin bisa membagi waktu.

Ia memberikan aku sebuah amplop yang dititipkan oleh bos, itu adalah gaji pertamaku. Aku tersenyum dan merasa bahagia karena inilah uang pertama yang kuhasilkan dengan keringatku. Lalu ia berkata.

“ Besok datang ya, aku ulang tahun. Dan aku ingin kamu ada di café.. bos ingin merayakan bersama anak-anak yang lain.. seperti biasa saat kamu selesai pulang sekolah.. berjanjilah padaku..”

Aku tersenyum dan berjanji pada Ferly untuk datang. Setelah itu ia mengantarkan aku pulang, untuk pertama kalinya seorang pria turun bersamaku di depan rumahku. Dan aku merasa bahagia. Pesan terakhirnya padaku “ Ceritakanlah apapun yang menjadi masalah di hatimu, karena aku siap mendengarnya.”. aku tersenyum dan berjanji untuk bercerita bila memang sudah saatnya. Ferly pulang dengan salam tangannya yang ia pelajari sendiri kepadaku dan aku membalasnya, sepertinya kami sudah menjadi tulis saja. Menjelang malam aku bergegas untuk mencari kado terbaik untuknya. Tak kusangka gaji pertamaku kubelikan untuk orang yang kusukai.

Aku pergi ke mal dimana saat itu aku dan Ferly pernah pergi ke toko buku dan melihat sebuah benda unik, sebuah sebuah gelas cantik yang berisi piano kecil di tengahnya, jadi bila kita menatap dari luar terasa seperti sebuah piano dalam kotak kaca. Aku akan membelikan ini untuk Ferly sebagai kado ulangtahunnya. Sepulang dari mal, aku membungkusnya dengan rapi dan menuliskan kalimat-kalimat ulang tahun sewajarnya, aku akan membawa kado itu esok dan sepulang dari sekolah.

Keesokan harinya saat aku hendak berangkat menuju café, Maya dan teman-temanya menyeretku ke ruangan volley indoor sekolahku. Mereka mengajakku ke dalam ruangan penyimpanan bola, dan menatapku dengan tajam. Menghinaku sebagai gadis tidak tau malu.

“ Kamu itu sudah cacat, kenapa sih ga jadi orang cacat aja hidupnya, kenapa sih mesti gatel gangguin Ferly, dia itu punya aku tau? Teriak Maya.

“ Kalau diajak dengan mulut saja kamu tidak mau dengar, lebih baik mulut kamu ini aku buat cacat sekalian seperti telinga kamu ya..” kata maya sambil mengambil bola basket dan melemparkan nya ke wajahku. Hidungku berdarah dan tak bisa berbuat apa-apa karena semua teman-temannya memegang kedua tangan dan badanku. Aku berteriak kesakitan dan tak kuasa menahan sakit,darah di hidungku yang menetes tak membuat mereka kasihan.

“ Kamu tau, aku tidak suka dengan wajahmu sejak kamu pertama kali di sekolah ini, aku tidak ingin kamu ada disekolah ini lagi, sudah masih mending diterima di sini, sekarang mau merebut orang yang aku suka, kamu benar-benar gadis cacat tidak punya malu.”

Seseorang dari mereka mengambil tasku dan memeriksa kalau aku memiliki sebuah kado. Maya membukanya, aku tidak bisa berbuat apa-apa. “ Kado apa ini?” tanyanya. Aku terdiam.

“ Percuma gadis cacat tidak akan bisa bicara.. buka saja.” Sebut temannya.

Ia melihat tulisan tanganku dan surat kado itu kutulisan nama Ferly. Maya langsung teringat kalau hari ini adalah ulang tahun Ferly.Ia mengatur rencana saat itu juga. Mereka mengurungku di ruangan sempit itu tanpa cahaya dan pergi membawa kadoku. Aku berteriak-teriak tak ada yang mendengar. Dan maya pun pergi ke pesta ulang tahun Ferly.Aku menangis tak ada yang bisa kulakukan, aku sudah berjanji untuk datang, kini semuanya jadi berantakan, hidungku kesakitan dan darah terus mengalir.

Maya tiba di ulang tahun Ferly, ia membawakan kado milikku padanya. Ferly bingung, karena ia yakin pesta ini hanya untuk karyawan kafe tanpa undangan dari luar termasuk Maya. Ia meminta Ferly membuka kado itu dan betapa bahagianya Ferly karena kado itu adalah barang yang ia sukai. Maya memberikan ciuman padanya. Sedangkan aku, aku merasa kehabisan nafas dalam ruangan tanpa oksigen. Saat aku merasa akan mati, seseorang muncul, seorang pria yang tak pernah aku duga, ia adalah pria berpakaian 22 yang dulu sempat diminta Maya untuk berkenalan.

Ia banyak bertanya padaku dan melihat lukaku, ia membawaku ke ruangan pengobatan. Namanya Martin, ia bertanya padaku tentang keadaanku, tapi aku tidak pernah bercerita padanya dan tidak ingin ia tau keadaanku dilakukan oleh Maya. Aku langsung meminta izin pulang, aku merasa sudah membaik. Ia menatapku.

“ Kalau kamu ingin cerita, kamu tidak usah ragu, ceritakan masalahmu padaku..” kata Martin.

Aku tersenyum dan pergi. Berjalan dengan air mata karena kehilangan banyak hal di hari ini, terutama untuk memberikan hadiah kepada Ferly. Hidungku terasa sakit dan ketika aku berjalan menuju gerbang pintu rumahku, tak jauh dariku sebuah motor berhenti. Ferly muncul didepanku. Ia Tanya padaku, mengapa aku disini. Aku menangis dan memeluknya, ia sadar sejak awal ada yang tidak beres dengan semua ini, hari sudah sore dan aku tidak muncul dalam pestanya dan ia pun mencoba kerumahku dan ayahku bilang aku tidak ada dirumah dan ia sudah menungguku 2 jam disini.

“ Kamu kenapa menangis?” kata dia sambil menghapus air mataku. Aku tidak bercerita sesungguhnya selain melukiskan gambar hati dengan tanganku di dadanya,

“ Apa ini Angel?” Tanya dia. Gambar itu adalah ucapan selamat ulangtahunku padanya. Ia tersenyum dan mengajakku untuk pergi minum eskrim bersama.

Aku pun mengurungkan niatku pulang dan pergi bersamanya, kami mencoba eksrim di sebuah tempat eskrim didepan taman. Bercanda ria, ia menatapku dengan bahagia dan akhirnya aku bertanya padanya tentang impian dan ia bilang, ia ingin menjadi pilot dan terbang di angkasa. Ketika itu ia bertanya balik dan aku menjawab,

“ Aku hanya ingin menjadi orang yang berarti bagi orang lain, dengan keadaanku yang tuli dan bisu, hal terbaik dalam hidupku adalah membuat orang bahagia.”

“ Kamu sudah berhasil..” katanya dan aku terdiam.

“ Kamu sudah membuatku bahagia dengan melihatmu..” kata Ferly dan aku tersipu malu. Dan tiba-tiba ia mengatakan sesuatu padaku

“ Angel, kalau kita harus berpisah, maka simpanlah aku dalam hati. Tapi kalau kita harus bersama, kita harus bersama untuk selamanya.”

Aku terhenyut dengan kalimat-kalimatnya, ntah apa yang ia maksud dengan selamanya yang pasti aku berharap itu kelak terjadi. Malam itu begitu indah, walau aku kehilangan kado yang ingin kuberikan padanya. Kami melewatkan hingga larut sebelum aku pulang dengan tersenyum dan ayah melihatku. Aku tak bicara apa-apa selain memasukin kamarku untuk bercermin. Melihatku wajahku yang memar dan tapi rasa sakit itu hilang karena hari ini.

***

Aku pikir aku akan menjadi gadis yang bahagia tapi setelah hari itu, Ferly tidak pernah lagi muncul. aku bingung, seminggu sudah aku bekerja tanpa ada dia. Bos pun tidak mengatakan apapun padaku selain bilang kalau ferly cuti untuk urusan keluarga. Aku terus menunggu hingga tak sadar waktu telah berjalan sebulan lamanya. Ada rasa kehilangan dan sedih ketika aku bermain musik tanpanya. Hingga akhirnya tak terasa 2 bulan berlalu. Bos memberikan aku sebuah surat yang dikirimkan oleh Ferly untukku.

Aku membacanya. Betapa sedihnya aku, ketika ia bilang ia akan pergi melanjutkan sekolah pilotnya di luar negeri, ia meminta maaf padaku tidak sempat mengucapkan selamat berpisah padaku.Aku membacanya di taman sekolah sambil berlinang air mata. Martin, pemain basket. Mendekatiku. Ia melihat air mataku. Ia mendekat dan aku terkejut, ia bicara dengan bahasa tangan. Ia bertanya padaku kenapa aku menangis. Lalu aku bertanya balik bagaimana ia bisa bicara dengan bahasa tangan. Ia tersenyum kalau neneknya dulu juga sama sepertiku dan ia sempat belajar.

Aku tersenyum, akhirnya di sekolah ini ada yang bisa mengerti apa yang kubicarakan selain Hendra. sayangnya aku tau, aku harus menjaga jarak dengan Martin kalau tidak ingin menjadi sasaran Maya. Banyak mata-matanya yang akan memperhatikan aku bila bersama Martin, sehingga aku pun tidak bisa lagi mendekat pada Martin. Suatu ketika, saat aku bekerja, bos terlihat tegang, ia mengatakan sesuatu ketika mendengar suara telepon dari orang yang tak asing baginya..

“ Itu telepon dari ibu Ferly, untuk kita semua. Berita duka kalau Ferly mengalami kecelakaan motor dan meninggal..”

Tasku terjatuh dari tanganku, air mataku menangis. Aku berlari tanpa arah. Aku terdiam disudut jalan diantara keramaian.Menangis, seperti seorang anak kehilangan ibunya. Martin tiba-tiba muncul padaku, ia mendengarkan semua kesedihanku, ia memintaku kuat dan aku memintanya untuk mengantarkan aku ke tempat melayat Ferly. Ia bersedia menemaniku. Saat aku datang, aku tak mampu lagi melangkahkan kakiku ketika melihat wajah ferly terpampang diatas peti tempatnya beristirahat. Aku tau tidak ada yang bisa aku lakukan selain, melakukan sesuatu untuk terakhir baginya.

Aku mendekati sebuah meja piano yang digunakan untuk mengiringi lagu-lagu doa untuk mengenang Ferly. Aku meminta izin untuk melakukan hal terakhirku kepada Ferly. Seseorang yang pergi tanpa sempat aku ucapkan perpisahan bahkan kejujuran di hatiku kalau aku memang mencintainya. Walau aku terbatas oleh keadaan.

Sahabatku, Ferly ataukah orang yang kucintai, dengarkan lagu ini. Kenangan untukmu yang terakhir..

Selamat jalan…

untuk mendengarkan lagu ciptaaan kedua Angel silakan download

http://www.4shared.com/audio/mFqBeVOR/shandy_putra_-_Flowing_tears.html

nantikan seri ketiga serial ini bersamaan dengan peluncuran bukunya chocolatos love and life story dan berjudul sama " Ayah mengapa aku berbeda ".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun