Segera setelah menerima Kartini Award dari Ibu Negara, Ani Yudhoyono, sebagai salah satu Perempuan Inspiratif di antara 100 Perempuan Inspiratif Se-Indonesia 21 April 2011 lalu, Alfonsa Horeng berangkat ke Paris memenuhi undangan UNESCO untuk berperan serta dalam ajang ISEND2011 Europe (International Symposium and Exhibition on Natural Dyes 2011) yang diselenggarakan di La Rochelle, Perancis. Perempuan penggiat tenun ikat yang diundang langsung oleh pihak penyelenggara di Perancis ini menjadi satu-satunya duta dari Indonesia dalam ajang yang diikuti oleh 56 negara itu. Di depan 526 hadirin di Espace Encan Building, Pimpinan Koperasi Perempuan Tenun Ikat “Lepo Lorun” Flores ini membawakan presentasinya yang berjudul “The Magic of Natural-Dyed Ikat in Flores Culture and Integrity Development in Women’s Weavers Cooperative”. Dengan dipandu oleh moderator Dr. Beatriz O. Devia Castillo dari Universite Fransisco Jose de Caldas, Bogota, Kolombia, Alfonsa memaparkan bahwa dari waktu ke waktu terjadi keseimbangan dalam kesetaraan gender di komunitas yang dibinanya. Sejalan dengan itu peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan berkembang secara sinergis. Dalam era yang makin mengglobal adat istiadat lokal masih dipegang teguh walaupun mereka juga tidak tertutup dengan perubahan transisi tatanan gaya hidup masa sekarang. Dalam kesempatan itu perempuan yang tampil unik dengan mengenakan pita merah-putih di dada dan mengenakan pakaian adat daerah Sikka (Flores, NTT) yang khas itu memaparkan juga tentang penggunaan pewarna alam dari tumbuhan tropis dalam produk tenun ikat oleh kaum perempuan penenun dalam koperasi yang dibinanya. Menurutnya, ini merupakan salah satu ilmu lokal yang sangat bernilai tinggi untuk diteliti dan dipelajari lebih lanjut. Tidak hanya memberikan presentasi, di sessi lain dalam ISEND2011 kali ini Alfonsa juga tampil langsung sebagai pengajar dan mendemonstrasikan penggunaan mordant alam dan pewarna alam dari tumbuhan tropis (yang dalam bahasa Sikka disebut ai reo nora bola uta ulit yaitu penggunaan kulit kayu reo dan kulit kayu kepok hutan untuk menghasilkan warna coklat pada produk tenun ikat). Presentasi ini kontan disambut dengan antusias. Kaum akademisi dan peserta seminar yang hadir tak segan-segan memberikan pertanyaan. Beberapa diantaranya bahkan siap untuk melakukan kunjungan studi langsung ke Flores Indonesia. Selain sebagai pembicara seminar dan pengajar dalam workshop, Alfonsa juga mengambil peran dalam acara peragaan busana. Yang membanggakan, tenun ikat Flores yang merupakan salah satu mahakarya anak bangsa itu ditempatkan di urutan pertama dalam penataan produk yaitu di pintu gerbang ruangan Fashion Exhibition. Produk sarung ikat yang dikenakannya tenyata diminati kaum akademisi dan bahkan terjual. Menurut Alfonsa, hasil penjualan ini digunakannya lagi sebagai modal tenaga kerja bagi ibu-ibu penenun di kampung yang masih antri menunggu difasilitasi. Tidak berhenti sampai di Perancis saja, setelah event di La Rochelle ini Alfonsa yang rela meninggalkan karir bagusnya demi tenun ikat ini langsung ke Amsterdam pada 1 Mei 2011 untuk memberi presentasi lagi tentang tenun ikat kepada masyarakat Indonesia yang tinggal di Amsterdam. Presentasi ini tak pelak membuat masyarakat Indonesia yang tinggal di Belanda makin mencintai Indonesia; Indonesia tidak hanya memiliki budaya yang cantik dari Indonesia Barat saja tetapi juga keunikan dari Indonesia Timur. International Symposium and Exhibition on Natural Dyes 2011 (ISEND2011 Europe) yang diselenggarakan dari 25-30 April 2011 ini disponsori oleh UNESCO dan Ministry of Ecology and Development, Republic of France. Kegiatan yang dilaksanakan dengan kerja sama National Centre of Scientific Research di Paris ini diperkuat dengan sebuah Scientific Committee yang terdiri dari tim akademisi international dari beberapa negara yang dalam event ini terdiri dari 12 orang doktor dan professor. Dengan menghadirkan para ahli di bidangnya masing-masing event berskala internasional ini sangat efisien sebagai ajang bertemu antar akademisi dan praktisi untuk membangun wadah kebersamaan menciptakan lingkungan dunia yang bertumpu pada keberlangsungan hubungan manusia dan alamnya. *** 21 Mei 2011 Sumber: Alfonsa Horeng Ditulis kembali oleh: Agnes Bemoe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H