Mohon tunggu...
agnes bemoe
agnes bemoe Mohon Tunggu... -

penulis, 42 tahun, tertarik pada masalah humaniora, seni, sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Bunda Maria Nilo - Sebuah Wisata Rohani

28 Oktober 2010   03:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:02 1876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Pulau Flores di Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu tujuan wisata rohani di Indonesia. Selain ritual Tuan Ma di Larantuka, Flores Timur, tempat ziarah Maria Bunda Segala Bangsa di kota Maumere, Kabupaten Sikka, merupakan salah satu yang patut dikunjungi.
Terletak sekitar 7 km dari Maumere, tepatnya di Bukit Keling-Nilo, Desa Wuliwutik, Kecamatan Nita, patung perunggu yang didirikan mulai tahun 2004 ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para peziarah, baik dalam maupun luar negeri.
Pebruari tahun 2008 lalu saya bersama dengan ibu dan paman saya berkesempatan berziarah ke Nilo. Dari kota Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka, kami berangkat ke arah Barat Daya dan melakukan perjalanan sekitar 45 menit dengan menggunakan kendaraan pribadi. Melewati jalan lengang dengan hutan bambu di kiri kanan jalan, akhirnya kami sampai di jalan masuk ke tempat ziarah di bukit Keling-Nilo. Sampai di sini perjalanan jadi menarik. Karena patung Bunda Maria Nilo didirikan tepat di atas bukit maka mulai dari beberapa kilometer dari bawah bukit kita sudah bisa melihat patung Bunda Maria Nilo yang berdiri anggun dari kejauhan. Pertama-tama patung Bunda Maria terlihat sangat kecil, lalu lama kelamaan semakin besar dan semakin besar. Yang uniknya lagi, seolah-olah kita memutari Bunda Maria, atau seolah-olah Bunda Marialah yang memutari kita! Wah, sungguh asik menikmati perubahan pemandangan seperti itu! Apalagi, suasana di sekeliling jalan masih suasana yang sangat alami, hanya ada padang rumput dan pepohonan. Sungguh hijau dan segar! Namun, menurut paman saya, saat itu bukit menghijau karena sedang musim hujan. Bila kita datang pada musim kemarau, maka suasananya akan lain; kering dan kecoklatan. Wah, untung saja saya datang ketika musim sedang indah.
Akhirnya, sampai juga kami di gerbang lokasi patung Bunda Maria Nilo. Di sana kami harus mendaftar dahulu. Karena saat saya datang adalah bulan Pebruari, maka tidak banyak pengunjung yang datang. Namun, ketika melihat buku daftar pengunjung, saya terkejut sendiri: pengunjung ternyata tidak hanya dari Flores, atau bahkan Indonesia saja. Banyak pengunjung dari Jerman, Amerika, dan juga Jepang! Biasanya mereka datang pada bulan-bulan Mei atau Oktober, bulan-bulan yang dikenal sebagai bulan devosi kepada Bunda Maria. Untuk hari itu, nampaknya hanya saya dan rombongan saya saja yang jadi pengunjung. Maka, areal ziarah Bunda Maria Nilo seolah-olah jadi milik pribadi kami.
Dari portal ini kami masih harus berjalan kaki lagi sekitar setengah kilo untuk sampai di lokasi tempat patung berada. Dan akhirnya, sampailah kami di patung Maria Bunda Segala Bangsa. Melihat sendiri patung Bunda Maria Segala Bangsa itu dari dekat sungguh sangat menakjubkan! Patung yang memiliki tinggi sekitar 18 meter untuk patungnya saja, dan 28 meter bersama dengan fondasinya itu tidak hanya sangat besar, namun juga sangat indah, dengan latar belakang langit yang biru dan bersih!
Patung yang merupakan bangunan tertinggi di Kabupaten Sikka itu berdiri di atas ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut, menghadap ke arah utara kota Maumere. Jadi, patung Maria Bunda Segala Bangsa itu mengarah ke laut Flores, dengan kota Maumere persis di bawahnya. Seolah-olah Bunda Maria sendiri yang menjaga dan melindungi kota pantai yang cantik di daratan Flores itu. Dari areal ziarah sendiri kita bisa melihat kota Maumere lengkap dengan pantainya yang biru dan bersih di bawah. Dan konon, dari kota Maumere pun patung Maria Bunda Segala Bangsa ini bisa kelihatan. Saya membayangkan, mungkin persis patung Kristus Raja di Sao Paolo atau di Dilli.
Patung Maria Bunda Segala Bangsa sendiri dibangun di atas pondasi beton berupa tiang empat kaki yang dicat kecoklatan dan dihiasi dengan bermacam-macam motif tenun ikat Sikka. Di atas kepala patung Bunda Maria terdapat bintang, sementara kedua tangannya terbuka. Kedua kakinya berdiri di atas bola dunia yang dilingkari ular sambil memakan buah apel.
Di bawahnya disediakan tempat yang cukup luas untuk berdoa, lengkap dengan lilin dan korek api. Tidak jauh dari situ dibangun juga replika taman Getsemani, lengkap dengan patung Yesus yang sedang berdoa.
Patung yang dibangun oleh Tarekat Pasionis (CP) dengan kerja sama umat ini diberkati dan dibuka secara resmi sebagai tempat ziarah oleh Almarhum Uskup Agung Ende Mgr. Abdon Longinus da Cunha pada 31 Mei 2005, akhir bulan Maria. Tidak lama setelah itu, tepatnya Desember 2005, Keuskupan Maumere kemudian dibentuk dari wilayah Keuskupan Agung Ende. Bagi umat katolik Maumere ini tentu merupakan berkat yang tidak terhingga. Sampai sekarang mereka percaya, campur tangan Bunda Maria lah yang memungkinkan hal itu terjadi.
Patung seberat 6 ton ini juga ternyata tidak luput dari masalah. Pada 21 Januari 2006, hujan lebat dan angin kencang yang selama satu minggu penuh mendera kota Maumere menumbangkan patung Maria itu dari pondasinya. Konon, tangan dan mahkota patung menyentuh tanah tetapi kedua kaki patung masih tegak di atas bola dunia. Patung itu segera diperbaiki dan dibangun kembali.
Setelah itu tercatat sebuah kejadian “aneh” lagi menimpa patung tersebut. Pada tanggal 31 Agustus 2007 pagi hari banyak warga setempat melaporkan bahwa patung Bunda Maria berputar selama beberapa menit. Otoritas Gereja Katolik saat itu yang diwakili oleh P. Frans Fao, Vikjen Keuskupan Maumere menanggapi fenomena ini sebagai momen untuk berefleksi dan tidak ingin larut dalam sensasi yang ditimbulkan. Setelah itu tidak terdengar lagi berita aneh-aneh tentang patung Bunda Maria Nilo. 
Bagi saya sendiri, berziarah ke patung Maria, Bunda Segala Bangsa, sungguh memberikan perasaan lain. Perasaan aman, damai, dan tenang. Entahlah, mungkin karena melihat Bunda Maria yang begitu besar, namun anggun dan teduh. Beliau berdiri di atas sebuah bukit hijau. Bila kita menatap wajahnya, wajahnya seolah-olah bercahaya di bawah kilau sinar matahari. Langit biru dan awan putih seolah-olah dekat sekali dengan beliau, dan sesekali sekawanan burung terbang melintasi dan memencar di sekitar beliau. Wah, sungguh saya tidak mau menukar pengalaman ini dengan apa pun!

SEDIKIT TIPS
Bila anda bermaksud berziarah ke Nilo berikut hal-hal yang perlu anda perhatikan. Pertimbangkan untuk membawa makanan sendiri, karena di sekitar tempat ziarah tidak dijual makanan. Ada warung kecil di bawah, dekat gerbang masuk, namun makanan yang dijual di situ baru sebatas kue dan minuman.
Kota Maumere sendiri dapat dijangkau dari Denpasar atau Surabaya dengan pesawat (biasanya Merpati). Jangan lupa langsung memesan tiket pulang, karena biasanya sulit mendapatkan pesawat dari Maumere ke kota lain. Penginapan dan makanan mungkin terhitung lebih mahal daripada kota-kota wisata lain, oleh karenanya siapkan anggaran lebih untuk itu.
Perhatikan bahwa di Maumere tidak ada taxi resmi. Yang ada adalah mobil-mobil pribadi yang ditambangkan. Kita memang harus agak bertarik urat leher untuk menawar mobil semacam ini. Lebih baik lagi kalau anda sudah tahu nama penginapan yang jadi tujuan anda, karena kalau tidak, anda akan sangat kerepotan menghadapi para supir taxi ini. Dari Maumere ke Nilo sendiri sebenarnya ada angkutan umum, namun, bila barang bawaan anda tidak banyak, anda bisa naik ojek, dengan membayar Rp. 10.000,-.
Namun, percayalah, segala chaos di kota Maumere itu terhapus begitu sampai di Nilo! (db)

oleh: Agnes Bemoe

The island of Flores in East Nusa Tenggara Province is one of the spiritual tourist destination in Indonesia. In addition to Tuan Ma ritual in Larantuka, East Flores, the shrine of Mary Mother of All Nations in the town of Maumere, Sikka District, is one worth visiting.
Located about 7 km from Maumere, the capital of Sikka district, precisely in Keling-Nilo Hill, Wuliwutik Village, Nita, the bronze statue which was established from 2004 is the main attraction for pilgrims, both within and outside the country.
February of 2008 along with my mother and my uncle I had the opportunity to visit Nilo. From the town of Maumere, we went to South West and travel about 45 minutes by car. Passing through the deserted streets with bamboo forests on both sides of the road, we finally reached the entrance to the shrine on the Keling-Nilo hill. At this point the journey became interesting. Started from a few kilometers from the bottom of the hill we could see the statue of the Virgin Mary standing on Nilo hill gracefully from a distance. Firstly the statue looked very small, then gradually getting bigger and bigger. It was as if we circled the Virgin Mary, or as if Mother Mary rounded us! Wow, it was really cool to enjoy a change of scenery like that! Moreover, the atmosphere surrounding the road was still very natural, there was only grass and trees. It was green and fresh! However, according to my uncle, the hills turn green because it was the rainy season. When we arrived in the dry season, then the atmosphere would have been different; dry and brownie. Well, fortunately I came up when the season was beautiful.
Finally, we arrived at the gates of the location. There we had to register first. Because it was February, there were not many visitors. However, when we looked at the book list of visitors, for my own surprise: visitor was not only from Flores, or even Indonesia alone. There were many visitors from Germany, America and Japan as well! Usually they come in the months of May or October, the months which are known as the month of devotion to Mary. For that day, it seemed that only me and my family were visitors. Thus, the Nilo pilgrimage area seemed to be our personal property.
From this portal we still had to walk around half a kilo to get to the location where the statue was located. And finally, we arrived at the statue of Mary, Mother of All Nations. It was really amazing! The statue that has about 18 meters height for his image alone, and 28 meters along with the foundation was not only very large, but also very beautiful, with the clear blue sky as its background!
The statue which was the tallest building in Sikka district was standing on a height of 1,600 meters above sea level, overlooking the northern town of Maumere. So, the statue of Mary the Mother of All Nations leads into the Sea of Flores, with the town of Maumere just below. It was as if Mother Mary herself who maintained and protected that beautiful coastal city on the mainland of Flores. From the shrine area itself we could see the town of Maumere, with its blue calm beaches below. And it is said, from the town of Maumere the statue of Mary can be seen. I imagined, perhaps it was just like the statue of Christ the King in Sao Paolo or in Dilli.
The statue of Mary Mother of All Nations itself was built on concrete foundations in the form of four-foot pole painted brown and decorated with various motifs of Sikka’s woven. On top of the head of the statue there are stars, while her hands open. Her legs were standing on a globe circled by snake eating apple.
Beneath it there was ample places to pray, completed with candles and lighters. Not far from there was a replica of the garden of Gethsemane, with a statue of Jesus at prayer.
The statue which was built by the Order of Passionist (CP) was blessed and officially opened as a place of pilgrimage by the late Archbishop of Ende Mgr. Abdon Longinus da Cunha on May 31, 2005, the end of the month of Mary. Not long after that, precisely in December 2005, the Diocese of Maumere then formed from the territory of the Archdiocese of Ende. For Catholics of Maumere it was certainly an infinite blessing. Until now, they believe, it was the intervention of the Virgin Mary that allowed it to happened.
Yet, for this giant statue terrible thing was unavoidable. On January 21, 2006, after one full week of heavy rain and strong winds that attacked Maumere, the statue was toppled from its foundation. It was said that hands and crown of the statue touched the ground but both feet were still upright on a globe. The statue was quickly repaired and rebuilt.
After that a "strange" incident again hit the statue. On August 31, 2007, early morning, a lot of local residents reported that the statue of the Virgin Mary spinning for several minutes. At that time P. Frans Fao, The General Vicarist of  Maumere Diocese responded to this phenomenon as a moment to reflection rather than temporarily sensations. After that it seemed that there was no weird news about the statue of the Virgin Mary.
For me myself, a pilgrimage to the statue of Mary, the Mother of All Nations, really gave another feeling. It was the feeling of safe, peaceful, and calm. I don’t know, maybe it was because the size of statue which was enormous big. She stood gracefully and peacefully on a green hill. When we looked at her face, it seemed that her face was glowing under the sun. Blue sky and white clouds seemed very close to her, and sometimes flock of birds flew across and scattered around her. What a priceless experience!

LITTLE TIPS
If you intend to visit Nilo, the following things would be benefit to you. Consider bringing your own food, because there’s no food sold there. There are small shops near the entrance gate, but the food sold there is merely a cake and drinks.
Maumere City itself can be reached from Denpasar or Surabaya by plane (usually Merpati Airlines). Do not forget to book a ticket to go home immediately, because it is usually difficult to get a plane from Maumere to another city. Lodging and meals may be comparatively more expensive than other tourist cities, and therefore prepare the budget more for it.
Note that in Maumere there’s no official taxi. There are some private cars rented instead. We do have to bargain for this kind of car. It is better if you have already known the name of the inn, because if not, you will face great inconvenience caused by those “taxi” drivers.
Actually there are public transportation from Maumere to Nilo, however, if your luggage is not much, you can ride motorcycles (locals call it “ojek”), by paying Rp. 10.000, -.
For those who were never to Maumere before all of that was a real chaos! But, believe me, all the chaos in the town was erased when you got Nilo! (db)


by: Agnes Bemoe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun