Mohon tunggu...
Humaniora

Alam dan Populasi: Tragedi Kepemilikan Bersama

13 Maret 2017   10:04 Diperbarui: 13 Maret 2017   10:14 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Coba kita perhatikan sejenak gambar di atas.

Keadaan seperti dalam gambar tersebut tentu sering kita alami, terutama bagi yang tinggal di kota-kota besar di Indonesia. Kemacetan menjadi sebuah hal yang lumrah, biasa, dan tidak lagi mengherankan. Bahkan saat ini kemacetan tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, seperti di kampung halaman saya, yang bahkan belum ada lampu merah dan tidak pernah macet pun  sekarang sudah tidak heran lagi dengan yang namanya macet.

Selanjutnya, pembahasan mengenai hal ini merupakan rangkuman dari tulisan Garret Hardin tahun 1968 yang berjudul Tragedy of The Common. Tragedy of the common dalam tulisan ini selanjutkan akan disebut dengan tragedi kepemilikan bersama. Esensi dari kata ‘tragedy’ yang digunakan bukanlah mengenai ketidakbahagian atau sebuah dukacerita namun menurut Whitehead, ‘tragedy’ di sini berarti kekejaman dalam bekerja untuk merebut sesuatu. Tragedi kepemilikan bersama ini muncul ketika manusia berusaha mengambil atau menggunakan sumber daya yang menjadi milik bersama untuk kepentingan pribadi serta merugikan makhluk lain. Bahwa pemikiran sumber daya alam sebagai milik bersama, akses bebas akan sumber daya alam pada akhirnya memicu eksploitasi yang berlebihan dan kerusakan lingkungan yang merugikan banyak pihak.

Pada kasus lain, tragedi kepemilikan bersama ini juga muncul dalam masalah polusi, tidak hanya polusi udara namun juga polusi terkait pembuangan sampah atau limbah ke perairan berupa sampah rumah tangga, bahan kimia, maupun bahan radioaktif. Pemikiran bahwa apa yang kita buang tidak sebanding dengan besarnya dunia yang kita tinggali membuat tumpukan sampah semakin meningkat tanpa adanya pengelolaan yang baik. Semakin besar jumlah populasi, semakin besar pula jumlah limbah yang dihasilkan. Ledakan penduduk juga menurut Hardin menyebabkan degradasi sumber daya alam. Malthus juga menyatakan bahwa pertumbuhan populasi jauh lebih cepat dari sumber makanan. Akibatnya, suatu saat akan terjadi perbedaan besar antara populasi dan kebutuhan akan sumber hidup. Itulah mengapa populasi perlu dikontrol.

Lalu bagaimana mengatasi tragedi kepemilikan bersama?

Untuk mengatasi tragedi kepemilikan bersama, solusi yang ditawarkan Hardin adalah dengan moralitas dan hati nurani. Kesadaran individu diperlukan ketika masalah sudah tidak dapat diselesaikan secara teknis. Kebebasan yang tidak bertanggung jawab akan merugikan serta menimbulkan penderitaan bagi banyak pihak. Ketika populasi meningkat dan keseimbangan alam terganggu, maka masalah akan semakin bertambah. Seperti yang Hardin katakan, dunia yang terbatas hanya dapat mendukung populasi yang terbatas pula. Jangan sampai ledakan populasi menjadi ancaman bagi generasi berikutnya. Memang diperlukan aturan yang mengikat dan bersifat memaksa seperti hukum tertulis, sanksi maupun aturan non formal. Namun dari semua itu, edukasi berperan penting dalam membentuk kesadaran akan kebebasan yang tidak merusak alam. Pemikiran untuk mengesampingkan kepentingan pribadi perlu dikembangkan demi keberlangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.  

Sumber:

Hardin, Garrett. (1968). The Tragedy of The Common. Science, New Series, Vol. 162, No. 3859 (Dec. 13, 1968), pp. 1243-1248. USA: America Association for the Advancement of Science diperoleh dari https://ayomenulisfisip.files.wordpress.com/2012/02/materi-1-hardin-1968-rational-choice-institutionalism.pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun