Mohon tunggu...
Inovasi

Ideologi Lingkungan

7 Maret 2017   22:05 Diperbarui: 7 Maret 2017   22:51 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Filsafat tradisional dibagi menjadi teori-teori konsekuensial (teologikal) seperti utilitarianisme serta teori-teori non-konsekuensial (deontologikal) seperti filsafat yang berbasis hak (right-based philosophies). Filsafat lingkungan mengadopsi dua pendekatan dasar tradisional tersebut, juga memiliki cabang pendekatan non-tradisional yang dikenal sebagai deep ecology dan ekofeminisme (Warren, 1998a dalam Buhr & Reiter, 2006). Dengan demikian, filsafat lingkungan dapat dibagi dalam sudut pandang yakni antroposentris (berpusat pada manusia) dan ekosentris (berpusat pada lingkungan), yang keduanya tidak dapat dibandingkan karena adanya perbedaan standar (Attfield, 2003; Purser et al., 1995 dalam Buhr & Reiter, 2006). Ada beberapa varian dalam sudut pandang ini, Gray et al. (1996, dalam Buhr & Reiter, 2006) memberi tujuh klasifikasi kerangka untuk menjelaskan beberapa cara umum dalam kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat memandang hubungan organisasi-masyarakat:

  • Kapitalis murni (pristine capitalis), pandangan dominan dalam akuntansi dan keuangan di mana satu-satunya kewajiban korporasi adalah menghasilkan uang untuk pemegang saham;
  • Expedients, orang-orang dengan pandangan jangka panjang  yang menyadari bahwa kesejahteraan ekonomi dan stabilitas hanya dapat dicapai dengan menerima tanggung jawab sosial tertentu;
  • Pendukung kontrak sosial (social contract proponent), yang memiliki pandangan bahwa perusahaan dan organisasi ada karena izin dari masyarakat dan karenanya terdapat tanggung jawab untuk menghormati dan menanggapi masyarakat;
  • Social ecologist, orang-orang yang peduli terhadap lingkungan sosial dan merasa bahwa organisasi-organisasi besar telah berpengaruh dalam menimbulkan berbagai masalah sosial dan lingkungan yang mereka seharusnya juga berpengaruh dalam mengatasi masalah-masalah ini;
  • Sosialis (socialist), yang percaya bahwa harus ada penyesuaian yang signifikan terhadap kepemilikan dan struktur masyarakat.
  • Feminis radikal (radical feminist), yang percaya adanya kesalahan mendasar dengan konstruksi agresif maskulin dalam sistem sosial dan sehingga ada kebutuhan nilai-nilai yang lebih feminin seperti cinta, belas kasih, dan kerja sama.
  • Ekologi mendalam (deep ecologist), yang percaya bahwa hak keberadaan manusia tidak lebih besar dari bentuk kehidupan yang lain.

Pandangan-pandangan tersebut dapat dipisahkan menjadi sudut pandang antroposentrisme atau ekosentrisme:

  • Antroposentris

Kapitalis murni dan expediantsberkaitan dengan ekonomi neo-klasik yang berdasar pada kerangka pikir utilitarian yang secara sempit dan rasional berfokus pada kepentingan diri. Kepentingan individu diistimewakan atau berada di atas kebutuhan kolektif dan masyarakat dipahami sebagai produk dari perjuangan kompetitif yang diwujudkan melalui kekuatan pasar. Peran pemerintah dalam pandangan ini adalah untuk melindungi hak hidup, kebebasan, dan hak milik. Alam hanya diukur berdasarkan kegunaannya bagi manusia dan nilainya bersifat instrumental (Birkeland et al, 1997, dalam Buhr & Reiter, 2006).

Pandangan yang berpusat pada manusia yang berhubungan dengan sudut pandang lingkungan terkait pengambilan keputusan yang melibatkan tindakan seperti pengurangan polusi, konservasi sumber daya dan restorasi. Dalam pandangan ini, manusia dianggap sebagai penjaga dan pemelihara alam yang memiliki kewajiban untuk mengembangkan dan menyempurnakan alam (Buhr & Reiter, 2006).

Ekologi sosial dan sosialis berusaha untuk menempatkan manusia dalam konteks alam dan mengkritik segala bentuk dominasi khususnya sebagai negara bangsa, kedua perspektif ini terkonsentrasi pada kekuatan ekonomi, otoritarianisme, ideologi represif, dan banyaknya mesin ekoteknologikal (Clark, 1998 dalam Buhr & Reiter, 2006).

Ekofeminisme merupakan istilah umum untuk berbagai perspektif yang berfokus pada persamaan antara dominasi perempuan dan dominasi alam (Warren, 1994 dalam Buhr & Reiter, 2006). Pandangan dasar dalam ekofeminisme adalah bahwa masalah tidak berpusat pada manusia tetapi androsentrisme, konsep tertentu tentang kelelakian. Masalah bukan pada laki-laki namun pada cara berpikir yang merendahkan perempuan dan alam. Kerangka konseptual ini memiliki tiga elemen, yaitu hierarki nilai, dualisme nilai, dan logika dominasi (Warren, 1998 dalam Buhr & Reiter, 2006). Ekofeminisme berusaha untuk memahami persamaan dan perbedaan antara manusia dan alam (Buhr & Reiter, 2006).

Ekologi mendalam berusaha pada mendorong adanya sikap egalitarian antara manusia dengan seluruh entitas ekosfer (Fox, 1998 dalam Buhr & Reiter, 2006). Prinsip yang menyatukan gerakan ini mencakup keyakinan bahwa baik manusia maupun bukan manusia, memiliki nilai instrinsik sehingga manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keberagaman ini kecuali untuk memenuhi kebutuhan vitalnya (Naess, 1998 dalam Buhr & Reiter, 2006).

Adanya filsafat dan ideologi lingkungan serta pemahamannya membawa pengaruh yang penting bagi lingkungan. Laporan pertama tahun 1990, para pekerja melihat ketika mereka melakukan sesuatu yang baik bagi alam maka alam juga memberikan lingkungan hidup yang baik dan menyehatkan. Transformasi wacana lingkungan dibagi menjadi tiga gelombang oleh Elkington (1997, 2004 dalam Buhr & Reiter, 2006) yakni Hari Bumi tahun 1970, Hari Bumi tahun 1990 dan Hari Bumi tahun 1999. Sedangkan menurut Eder (1996 dalam Buhr & Reihet, 2006) dibagi dalam tiga fase yakni, akhir tahun 1960-an ketika adanya ketidaksesuaian antara ekologi dan ekonomi yang akhirnya menimbulkan masalah, pendekatan regulasi yang mendominasi aksi dan wacana tentang lingkungan, dan pertengahan 1990-an ketika  terjadi normalisasi budaya terkait dengan kepedulian lingkungan.

Berdasarkan pada filsafat atau ideologi lingkungan, hidup seharusnya dapat dijalankan berdasar pada lingkungan hidup pula. Maka dengan adanya filsafat lingkungan, tidak sekadar menjadi solusi terhadap persoalan lingkungan namun juga menjadi pengubah pola pikir manusia untuk dapat peduli dan memperhatikan lingkungan hidup.

Sumber:

Buhr, N. Reuter, S. (2006). Ideology, the Environment, and One Worldview: A Discourse of Noranda’s Environmental and Sustainable Development Reports. Diakses pada 18 Februari dari https://ayomenulisfisip.files.wordpress.com/2012/02/materi-2-ideology-the-environment-and-one-world-view1.pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun