Mohon tunggu...
Agnes Sekar Langit
Agnes Sekar Langit Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Hai, selamat membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Deja vu Sebuah Firasat atau Ingatan?

29 Mei 2021   10:00 Diperbarui: 29 Mei 2021   10:13 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Déjà vu berasal dari bahasa Perancis yang artinya sudah pernah melihat. Istilah Déjà vu dicetuskan oleh Emile Boirac, seorang filosofis ilmuwan asal Perancis pada tahun 1876.

Menurut beberapa ilmuwan dan peneliti déjà vu sekaligus pakar psikologis kognitif, salah satunya yaitu Anne Cleary dalam Jurnal Association For Psychological Science : Déjà vu An Illusion Of Prediction menjelaskan bahwa déjà vu adalah sebuah ingatan jangka pendek yang masuk ke dalam ingatan jangka panjang dalam jangka waktu yang sangat cepat. Dengan kata lain, rasa pernah melihat atau bertemu dengan seseorang muncul dari ingatan beberapa detik yang lalu, ketika kita pertama kali bertemu dengan orang tersebut. Déjà vu mulai dipahami secara ilmiah sebagai fenomena ingatan. Terlepas dari kemajuan ilmiah baru-baru ini, teka-teki yang tersisa adalah hubungan yang diklaim antara déjà vu dan perasaan firasat.

Berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa déjà vu dapat di dorong oleh ingatan yang tidak diingat dari pengalaman masa lalu yang berhubungan dengan situasi saat ini, kami mencari bukti kemampuan prediksi berbasis memori selama keadaan déjà vu. Hasilnya menunjukkan bahwa perasaan firasat selama déjà vu terjadi dan bisa bersifat ilusi. Bias metakognitif yang dibawa oleh negara itu sendiri dapat menjelaskan hubungan khusus antara déjà vu dan perasaan firasat.

Dalam artikel New Scientist : Mystery of Déjà vu Explained dijelaskan bahwa besar kemungkinan bahwa perasaan déjà vu yang kita alami merupakan hasil dari kesalahan kognitif kita dalam memanggil sebuah ingatan spasial yang sudah tersimpan dalam otak kita. Perasaan déjà vu yang muncul ketika kita sedang menuju ke sebuah tempat baru itu bisa jadi muncul karena tempat baru yang kita kunjungi tersebut memiliki pola atau pattern spasial yang mirip dengan sebuah tempat yang pernah kita kunjungi sebelumnya, yang sudah terekam dalam otak kita.

Nah, ketika kita sedang mencoba untuk memanggil ingatan tersebut, terjadilah sebuah kegagalan. Hasil temuan tersebut pun sebenarnya juga diperkuat lagi dengan studi lain yang dimuat dalam Jurnal Behavioral Neuroscience : Decision Making and Reward in Frontal Cortex yaitu dilakukan menggunakan fMRI menunjukkan bahwa bagian frontal di otak kita yang aktif ketika sedang mengalami déjà vu. Padahal, bagian frontal otak kita ini sebenarnya bukanlah bagian yang bertanggungjawab terhadap kemampuan spasial ataupun ingatan, melainkan bagian yang berperan dalam proses pengambilan keputusan. Besar kemungkinan karena adanya kegagalan dalam memanggil ingatan seperti yang saya jelaskan tadi mengakibatkan munculnya semacam konflik dalam otak kita. Maka dari itu, terjadilah semacam resolusi konflik yang berlangsung dalam bagian frontal cortex yang mengakibatkan munculnya perasaan déjà vu. Singkatnya, déjà vu ini muncul sebagai bentuk resolusi konflik pada memori ketika kita melihat sebuah tempat baru yang memiliki pola atau pattern spasial dengan sebuah tempat yang sudah pernah terekam dalam otak kita.

Bagaimana déjà vu dalam perspektif Islam? Jawaban bisa ditemui pada Surat Al-Hadid ayat 22 yang memberikan isyarat bahwa segala sesuatu yang belum terjadi, sudah tertulis dalam kitab. Semua peristiwa di bumi dan perbuatan kita sudah ada sejak dahulu. Kemudian, satu persatu terjadi sesuai dengan urutan kejadian. Pada waktu yang sama akan terekam dalam syaraf penyimpanan otak. Gejala déjà vu ini memperluas makna pernah yang kemudian dikaitkan dengan masa yang pernah kita alami sebelumnya. Ini bukan aneh tetapi nyata adanya sebab Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.

Apabila dilihat dari sisi ilmu psikologi déjà vu erat kaitannya dengan respons otak membuat anda berpikir itu sudah pernah terjadi sebelumnya. Jika dilihat dari perspektif Islam semua hal sudah tertera pada kitab suci Al-Qur’an.

Referensi :

  • Cleary, A. and Claxton, A., 2018. Déjà Vu: An Illusion of Prediction. Psychological Science, 29(4), pp.635-644.
  • Kennerley, S. and Walton, M., 2011. Decision making and reward in frontal cortex: Complementary evidence from neurophysiological and neuropsychological studies. Behavioral Neuroscience, 125(3), pp.297-317.
  • Hamzelou, J., 2021. Mystery of déjà vu explained – it’s how we check our memories. [online] New Scientist. Available at: [Accessed 21 May 2021].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun