Mohon tunggu...
Syaiful Arifin
Syaiful Arifin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pokoknya Menulis

27 Maret 2016   02:54 Diperbarui: 27 Maret 2016   03:18 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya ingin menjadi penulis. Walaupun saya sulit membuat tulisan saya tidak peduli. Yang terpenting buat saya terus menulis tanpa henti agar cita-cita menjadi penulis tercapai. Kegiatan menulis saya dimulai sekitar satu minggu yang lalu. Sampai saat ini saya tekankan setiap hari harus menghasilkan tulisan. Tentu bukan tulisan yang bermutu. 

Karena menurut saya urusan mutu untuk penulis pemula seperti saya sangat tidak penting. Bahkan menajdi larangan keras memikirkan mutu disaat-saat memulai menulis. karena hal itu akan menghambat proses menulis itu sendiri. Terbukti setiap saya berpikir tentang mutu disaat saya mau menulis justru kegiatan menulis saya menjadi terganggu.

Oleh karenanya, saya tekankan pada diri saya hapus memikirkan mutu. Lagian, tulisan bermutu atau tidak tergantung dari yang menilai. Setiap tulisan mempunyai pembaca sendiri. Dan pembaca tentu berbeda-beda dalam menilai sebuah tulisan. Ada tulisan yang oleh sebagian orang dianggap tidak bermutu tetapi menurut pembaca yang lain justru dimasukkan kategori bermutu. Penilaian ini berdasarkan selera yang sangat subjektiv.

Selain itu, hambatan yang sering muncul pada penulis pemula seperti saya adalah tidak adanya ide yang bisa ditulis. untuk memecahkan hambatan ini saya memulai tulisan dengan apa yang saya alami sehar-hari. Sebenarnya ide untuk dijadikan tulisan berselewaran disekir kita. Hanya terkadang kita tidak peka melihtanya. 

Seapes-apesnya orang mustahil dia tidak punya ide. Lho kok bisa? Iya, karena selama kita masih bernafas pasti kita melihat, mendengar atau merasakan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari. Seperti melihat pengemis dijalanan, melihat berita di televisi dll. Mendengar orang bercerita tentang banyak hal dan merasakan suka dan duka dalam kehidupan sehari-hari. Ini semua bisa dijadikan ide untuk menulis.

Maka dari itu setiap yang saya lihat atau perasaan yang saya rasakan saya jadikan ide untuk menulis. hasilnya memang sederhana, hanya bercerita atau menjelaskan sesuatu yang bisa jadi tidak penting untuk dibaca orang lain. Tetapi ini bukan masalah buat saya. Karena yang terpenting menulis menulis dan terus menulis samapai capek. 

Disamping itu yang sering saya alami adalah tidak bisa mengembangkan ide yang sudah ditulis. akibatnya tulisan saya tidak lebih dari dua paragraf. Untuk mengatasi ini saya tulis apa saja yang ada di otak. Dan seringkali tidak nyambung dengan paragraf sebelumnya. Inipun juga saya biarkan. Pokonya saya bisa menulis sebanyak-banyaknya sampai isi otak saya habis tanpa sisa.

Terakhir yang sering saya alami adalah kehilangan motivasi. Motivasi adalah ruh setiap aktivitas termasuk menulis. tanpa motivasi seseorang tidak akan mampu mengalahkan godaan yang mengahmbat kegiatan menulis. karena motivasilah yang menggerakkan orang untuk beraktivitas. Memang bisa jadi ada orang beraktivitas tanpa disertai motivasi tetapi orang semacam ini berada dalam keadaan terkekang dan menderita. Aktivitas yang dilakukan hanya berangkat dari keterpaksaan. Dan hasilnyapun tidak akan maksimal karena tidak disertai tujuan yang jelas. Sehingga prosesnya asal-asalan.

Untuk menyikapi ini saya membayangkan tentang manfaat menulis. Disamping untuk menambah wawasan menulis adalah sarana untuk berbagi pada sesama. Dengan menjadi penulis kita bisa berbagi informasi kapada orang lain. Siapa tahu apa yang kita bagikan bermanfaat untuk orang lain. Apalagi di era globalisasi seperti sekarang ini yang ditandai dengan semakin pesatnya teknologi informasi, dimana sudah tidak ada sekat yang antara masyarakat global. Informasi yang datang dari dunia belahan barat degan cepatnya sampai ke belahan dunia bagian timur atau sebaliknya. Disamping itu banyak negara yang mempengaruhi pola pikir masyarakat lewat media diantaranya media tulisan. Karena berasal dari budaya yang berbeda maka tidak jarang opini yang berdar ditengah-tengah kita tidak sesuai dengan adat ketimuran. Maka diperlukan opini penyeimbang atas opini yang berdar.

Oleh karenanya dengan menjadi penulius kita bisa ikut meramaikan perang opini di dunia global. Dan kebetulan saya seorang santri yang sedikit banyak menguasai ilmu keagamaan. Degan modal ini bisa saya bagikan kepada masyarakat global dalam menyikapi sebuah peristiwa tentu dengan pandangan khas santri. Saat ini tidak dipungkiri, media-media yang dikonsumsi oleh masyarakat banyak berasal dari golongan yang tidak sesuai dengan semangat islam. Bahkan terkesan mendiskreditkan islam. 

Memang ada dari kelompok islam yang berupaya eksis tatapi mereka berasal dari golongan islam yang tidak toleran. Untuk itu diperlukan suara yang berasal dari kalangan santri untuk mengimbangi informasi yang beredar. Kenapa harus santri? Ya, karena santri adalah orang yang paham agama dan dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar jauh dari cara-cara kekerasan. itulah cara saya merawat motivasi agar tatap segar sehingga saya bisa terus menulis walaupun godaan yang menghampiri saya sangat besar. Melalui motivasi ini saya bisa dengan mudah melanjutkan kegiatan tulis menulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun