Mohon tunggu...
Syaiful Arifin
Syaiful Arifin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Biarkan Saya Terus Menulis

29 Maret 2016   00:02 Diperbarui: 29 Maret 2016   00:40 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya hanya ingin menulis agar unek-unek di hati saya keluar semua. Dengan begitu keadaan saya jadi plong. Saya hanya ingin menulis tentang apa saja yang saya anggap penting walaupun tidak penting menurut orang lain. Saya ingin terus menulis sampai semua isi otak saya habis tercurahkan pada lembar kertas putih. Sehingga saya bisa membaca isi otak saya seoalah-olah saya adalah orang lain yang ingin mengoreksinya. Saya ingin meulis tentang suka dan duka yang saya alami. Saya ingin meulis tentang persahabatan saya dengan teman-teman. Saya ingin menulis tentang hubungan saya dengan para guru yang telah mendidik saya sehingga menjadi orang yang berarti. Dan saya ingin menulis tentang hubungan saya dengan murid saya yang telah memberi saya pandangan lebih mendalam tentang mendidik murid.

Saya tidak perduli dengan kesulitan yang saya alami ketika akan atau sedang menulis. Kesulitan tersebut saya lawan terus sehingga saya sampai pada sebuah titik dimana saya lancar menuangkan isi pikiran tanpa ada kendala sedikitpun. Karena masih pemula tentu kesalahan tulisan saya berada dimana-dimana. Bahkan kalau diukur dengan teori menulis yang benar sangat jauh sekali, bahkan hampir saya tidak akan berhasil menulis. itupun saya tidak perduli. Yang saya inginkan adalah terus menulis setidaknya untuk diri sendiri bukan untuk dibaca orang lain sehingga walaupun banyak kesalahan tidak perlu diperbaiki.

Saya tidak mempunyai target khusus dalam menulis, tidak seperti kebanyakan orang yang belajar menulis yang memang agar menjadi penulis handal. Saya menulis karena saya ingin menulis. tidak lebih dari sekedar curhat mengeluarkan unek-unek yang bertumpu pada otak. Jadi, target menulis saya adalah membersihkan kotoran yang ada di otak. 

Dengan cara ini saya tidak perlu repot-repot mencari teori kemana-mana untuk memperbaiki tulisan. Teori bukan perhatian saya. Yang menjadi perhatian saya adalah semua isi otak saya. Keberhasilan saya dalam menulis diukur dari sejauh mana tulisan itu menampung semua yang menjadi isi otak. Bila isi otak masih ada sisa berarti saya mengalami kegagalan, karena tidak berhasil menuangkan semua ide. Begitu pula sebaliknya, ketika tulisan saya mencerminkan semua isi otak maka saya sudah dianggap berhasil menulis. karena memang tujuan menulis saya adalah menuangkan semua ide-ide yang berselewaran di otak. 

Dalam menulis saya mengalir saja mengikuti irama otak dan hati. Sehingga seringkali tulisan saya tidak runtut. Karena yang saya tulis pertama kali adalah apapun yang terlintas diotak. Setelah yang pertama selesai dilanjut dengan lintasan yang kedua begitu juga seterusnya. Padahal menurut teori menulis itu harus runtut mengikuti metode yang telah dibakukan. Lagi-lagi saya tidak peduli dengan teori tersebut. Karena teori itu bukan mempermudah dalam menulis justru mengekang dan menghalangi saya untuk terus menulis. jadi, sekali lagi jangan mengoreksi tulisan saya melalui teori-teori yang dibuat oleh ahli bahasa. Karena saya mempunyai teori sendiri yang berbeda jauh dengan teori para ahli.

Biarlah saya menerapkan teori saya sendiri dalam menulis. jangan menghalangi saya untuk terus menulis menggunakan teori saya sendiri. Bukankah setiap orang punya kekhasan tersendiri dalam melakukan apapun termasuk dalam menulis. Saya tidak mengnggap teori yang dibuat para ahli salah, teori itu benar adanya dan harus diakui keberadaannya. Siapapun harus mengakui kebenaran teori itu, termasuk saya sendiri. Tetapi dalam hal praktek menulis teori-teori yang njlimet itu tidak cocok untuk saya. Biarlah saya menulis sesuai selera saya begitu pula orang selain saya biarkan mereka menulis sesuai caranya masing-masing. Toh menulis itu Cuma menuangkan isi pikiran kedalam sebuah tulisan. Apa salahnya orang menuangkan pikirannya sendiri walaupun tidak mengikuti teori baku. Biarkan saya menulis sampai capek. Kalau saya capek berhenti sendiri kok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun