Mohon tunggu...
Agung Hidayat
Agung Hidayat Mohon Tunggu... -

aku yang dipatahkan dan mematahkan.\r\nkonsep dunia terkadang sempit, sebatas diperlakukan dan melakukan.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pakis Itu Merajuk

21 Januari 2014   20:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:36 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1390310511658502583

[caption id="attachment_291294" align="aligncenter" width="597" caption="© istimewa"][/caption]

Pakis itu masih merajuk pada jendela

Daunnya menyalak pada kaca

Tapi tak segalak raja-raja

Yang masih tidur guling dikamar masing-masing

Sebab tiada satu pun selir bisa digilir

Karena malam tadi hujan memakan bumi

Mengunyahnya berulang-ulang lewat rintik tajam

Persis taring singa diasah intan kalimantan

Lalu

Raja-raja hanya jadi penghuni gua

Dan stalaktit suatu waktu bisa menghujam

Iman mereka yang rapuh meninggalkan gua

Berlari menuju kota mencari cinta

Dari para pelacur atau tuna wisma

Perkosa ramai-ramai, mabuk tujuh hari tujuh malam, dan senggama sampai siang

Pakislah yang bikin runyam tanah basah

Dapat dibayangkan zaman tiada hujan

Tanah tak kenal basah, pakis tidak tumbuh lagi

Takkan ada sejarah nilai rupiah jatuh

Sebab raja-raja bangun tidur mengambil kutang pesuruh

Menari-nari sekitaran komplek dan menampilkan kelaminnya yang syahdu

Pikgondang, 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun