Wondo dan sito adalah sahabat sejati. Mereka selalu bersama sejak kecil Tanpa ayah dan ibu. Tempat tinggal mereka tidak menetap, dari satu desa ke desa lain, satu kota ke kota lain, dan begitu seterusnya. Dengan tujuan mencari uang dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Kebersamaan mereka yang sangat merekat tidak menjamin perawakan dan karakternya sama. Wondo orangnya tinggi, tubuh ideal, rambut gondrong, pemberani. Sedangkan Sito sebaliknya, ia pendek, dengan perawakan tubuh yang kurus, dan penakut. Pekerjaan mereka pun sangat berbeda dan bertolak belakang , Wondo bekerja sebagai pencopet dan penjudi ulung. Sito berprofesi sebagai marbot masjid.
Walau memiliki karakter dan sikap yang berbeda mereka tetap masih berhubungan. Beberapa kali Sito memberikan makannya untuk Wondo jikalau kelaparan dan tidak memiliki uang. Sebaliknya, Sito selalu dilindungi oleh wondo ketika ada orang yang berani menyentuhnya.
Siang itu pasar nampak ramai. Wondo terlihat serius, memperhatikan seseorang yang sedang terlibat aksi tawar menawar. Seorang ibu-ibu yang nampak sibuk untuk membeli suatu kebutuhannya. Hingga membuatnya tidak hati-hati dengan tas yang di selempangkannya.
Ini kesempatan bagi Wondo untuk bergerak. Ia melangkah, melihat ibu itu lengah ia langsung bergerak mendekat dan mengambil dompet di tasnya. Namun itu adalah hari naas baginya, ketika Wondo sedang merogoh tas sang ibu sudah selesai menawar pembeliannya dan menyentuh tangan Wondo. Wondo terkejut seketika.
"Copet.!" Ujar keras ibu itu.
Wondo berlari kalang kabut. Dengan cepat dan gesitnya ia berbelok ke kanan dan kiri. Beberapa yang tadi berada di sekitar terus mengejar. Sampai pada ruas jalan raya ia masih terus berlari. Siang itu nampak terik. Hawa panas menyengat tubuhnya. Keringat mulai menetes deras. Napasnya sudah tidak beraturan. Namun orang-orang semakin ramai mengejarnya.
Wondo semakin cepat berlari dan berusaha untuk semakin jauh meninggalkan orang-orang yang mengejarnya. Sampai akhirnya ia berhenti dan beristirahat sejenak. Wondo nampak lelah, ia menepi di sebuah toko yang tutup duduk sejenak sembari mengatur napas. Perutnya terasa lapar namun tidak memiliki uang untuk membeli makanan, semalam dia kalah berjudi dan uangnya habis seluruhnya.
"Oh ya Sito". Ia mendengus kecil. Tanpa pikir panjang ia segera berjalan menuju masjid yang ditinggali oleh Sito.
*
Sampai di masjid Wondo langsung menuju bagian kepengurusan. Disana ia tidak melihat Sito, karena lelah akhirnya memutuskan untuk duduk sejenak di halaman luarnya. Sedang nyaman bersandar untuk beristirahat sejenak Sito pun kemudian datang.