Mohon tunggu...
Agita Bakti Wardhana
Agita Bakti Wardhana Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kelontong bodoh, pemalas, tukang modus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menelisik Lebih Jauh Yayasan Lentera Surakarta ADHA (Anak dengan HIV/AIDS)

23 Juni 2016   11:21 Diperbarui: 24 Juni 2016   18:57 3009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
yayasan lentera surakarta : dok.pri

Mungkin tidak ada benak dalam diri kita untuk berpikiran bahwasanya ingin mengidap sebuah penyakit, apalagi penyakit demikian sangat berbahaya. Terlebih penyakit itu bermula hanya karena keturunan dan menimpa kita yang berasal dari orang tua. Sungguh tidak mungkin kita mau mendapatkan hal seperti itu. Tetapi, hal demikian benar adanya terjadi di Yayasan Lentera Surakarta yang bertempat di belakang Graha Indosat Solo. Belasan anak yang singgah disana sudah divonis positif mengidap HIV/AIDS.

Kemarin sore saya bersama tiga teman kampus lainnya mengunjungi Yayasan Lentera Surakarta, dimana tempat ini menjadi penampungan anak penderita HIV/AIDS. Terdapat belasan anak yang tinggal disana dengan bantaran usia dua hingga tiga belas tahun. Rumah singgah yang mereka tempati hanya berupa sebuah rumah kontrakan tahunan yang sewaktu-waktu masa kontraknya bisa habis ataupun tidak diperkenankan kembali memperpanjang masa kontrak di rumah tersebut.

Sebuah yayasan yang dinamakan Lentera Surakarta didirikan oleh Pak Puger Mulyono. Sehari-harinya ia bekerja sebagai juru parkir di sepanjang jalan Slamet Riyadi. Setiap harinya ia harus berbagi waktu bersama keluarga, serta anak-anak yang menempati  yayasan tersebut. Bahkan dengan penghasilan yang minimpun ia mencoba mengalokasikan sebagian pendapatannya kesana, guna memenuhi kebutuhan yayasan.

Semua kebutuhan akan rumah singgah ia kelola bersama rekannya Pak Yunus. Dengan menyisihkan penghasilannya yang sedikit juga bantuan dari beberapa donatur mereka bisa memenuhi kebutuhan yayasan tersebut. Besarnya biaya pengeluaran di rumah singgah itu meliputi pengobatan rutin, kebutuhan sehari-hari, juga kebutuhan sekolah anak-anak lainnya. Dengan penuh tekad dan semangat akhirnya beliau bisa bertahan untuk terus mengelola yayasan sampai sejauh ini.

Tidak sedikit dari para warga sekitar yang menolak keadaan anak yang sudah divonis menderita penyakit demikian. Mereka masih khawatir akan keberadaan anak-anak penderita HIV/AIDS ini menularkan penyakitnya kepada anak-anak lainnya. Terlebih, perlakuan diskriminatifpun kepada mereka oleh warga sekitar, guna menghindari penyakit tersebut menular kepada warga lainnya.

Saat masuk ke dalam rumah singgah yang dihuni belasan anak tersebut,terlihat keceriaan terjadi disana. Seperti anak pada umumnya, mereka juga selalu bermain bersama dalam lingkup rumah kontrakan tersebut. Namun tidak seperti anak seumuran lainnya yang bermain bersama teman diluar rumah. Mereka tidak melakukan hal demikian, pasalnya warga sekitar takut akan bahaya penyakit itu menular.

pak puger bersama salah seorang anak penderita hiv/aids. dok.pri
pak puger bersama salah seorang anak penderita hiv/aids. dok.pri
Sebelumnya Pak Puger hanya menampung satu orang yang ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya, dan keluarga besarnya takut untuk merawatnya. Sampai disitu Pak Puger mencoba menitipkan anak tersebut pada panti asuhan, namun panti asuhan menolaknya karena alasan penyakit demikian. Akhirnya atas inisiatifnya sendiri beliau mencoba mengajak rekannya Yunus untuk mendirikan sebuah yayasan untuk anak yang sudah mengidap penyakit HIV/AIDS.

Beberapa kali belasan anak ini harus dihadapkan pada situasi yang sulit, dimana mereka harus berpindah-pindah tempat tinggal atas penolakan dari warga sekitar. Hingga akhirnya Pak Puger bersama rekannya Pak Yunus mendapatkan sebuah tempat tinggal yang layak yang ada di pemukiman warga. Namun penolakan masih saja terjadi di tempat ini, beberapa anggota keluarga yang tinggal di sekitar terlihat keberatan dengan keadaan mereka. Akan tetapi, Pak Puger bersama rekannya Pak Yunus sudah mengantisipasi jikalau hal-hal buruk terjadi dalam rumah singgah ini.

Menurut Pak Puger kurangnya sosialisasi dan edukasi ke pemukiman penduduk membuatnya dihindari dari lingkungan. Sebagian besar warga tidak mengetahui sejauh mana penularan penyakit HIV/AIDS ini terjadi. Mereka hanya mengetahui bahwasanya penyakit ini sangatlah berbahaya.

Belum lama ini rumah singgah kedatangan lima orang anak yang baru saja ditinggal oleh orang tuanya. Kelima anak tersebut berasal dari kota yang berbeda diantaranya, dua orang dari Kediri, dua orang dari Wonogiri, dan satu lagi dari Salatiga. Tentu ini menambah pekerjaan untuk Pak Puger saat ini.

Setiap harinya beliau harus beberapa kali pulang pergi mengantar dan menjemput anak-anak ke sekolah. Pun dengan adanya tambahan anak tentu pengeluaran harian beliau semakin bertambah. Terlebih kesibukkan lainnya lagi saat pemeriksaan rutin kerumah sakit. Sebagian besar dari mereka sulit sekali untuk diajak pergi kerumah sakit. Dengan berbagai cara ia mencoba meluluhkan anak-anak agar mau dan segera sembuh dari penyakit yang di deritanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun