Mohon tunggu...
Agita Bakti Wardhana
Agita Bakti Wardhana Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kelontong bodoh, pemalas, tukang modus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Doa Ibu

9 September 2016   21:10 Diperbarui: 9 September 2016   22:14 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : metropolitan.id

Ricky berprofesi sebagai tukang pukul di ibukota. Tubuhnya tinggi besar dengan otot tangan yang kekar menjadikannya ketua diantara kawanan tukang pukul lainnya. Ia sebelumnya tidak memiliki naluri bahkan keberanian untuk berkelahi, namun berbeda urusannya dengan saat ini. Dia mampu untuk menghajar siapapun yang berani membayarnya.

Bayarannya setiap melaksanakan tugas terbilang cukup besar. Ia pun sudah memiliki fasilitas yang memadai akan kerjanya. Rumah yang terbilang mewah, mobil pribadi, juga asesoris lainnya dengan harga yang fantastis. Sungguh keberhasilan ini semua sulit terbayangkan sebelumnya. Hingga akhirnya ia ingin pergi ke kampung halaman asalnya untuk menengok sang ibunda dengan mobil pribadinya.

Setelah perjalanan kurang lebih tiga belas jam akhirnya ia sampai di sebuah desa yang merupakan tempat kelahirannya terdahulu. Ia mengendarai mobilnya dengan hati-hati, jalanan masih terbilang jelek sekali masih berupa tanah dan bebatuan. Mengendarakan terus mobilnya sampai terhenti di sebuah pos ronda. Ada dua orang duduk disana, salah satu diantaranya adalah Rohman yang tidak lain adalah teman masa kecilnya terdahulu.

"Woi man.". Seru Ricky yang turun dari mobilnya.

Roman terheran melihat seseorang yang bertubuh besar, tidak kelihatan dari jauh dia memarkirkan mobilnya. Rohman terus mengamati semakin dekat Rohman mengetahui bahwa dia adalah sahabatnya dulu Ricky.

Woi ki, behhhh dah sukses saja sekarang. Rohman bangkit dari duduknya untuk menyalami sahabatnya dulu. "Makin subur aja kamu, maklum dah sukses."

“Ah biasa aja.” Ricky membalas sembari memeluk kawan lamanya. 

Merekapun langsung menuju pos untuk sekedar duduk dan melepas rindu kawan lama.

*

Malam semakin larut, angin semakin kencang bertiup. Hawa dingin mulai masuk dan menyergah tubuh. Suara hewan dari rumput ilalang semakin terdengar nyaring.

“Eh man ku balik dulu ya.” Ricky bangkit dari duduknya untuk berpamitan dengan temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun