Sinar mentari mulai menyengat, kala seorang juru parkir sedang memarkirkan kendaraan pribadi hingga minibus yang ada di sepanjang jalan slamet riyadi. Tubuh gempalnya berlari kian kemari ketika melihat kode kendaraan yang ingin parkir ataupun keluar dari perkantoran sepanjang jalan.
Puger Mulyono, seorang bapak dengan empat anak ini sehari-hari berprofesi sebagai juru parkir. Dari pekerjaannya ia memperoleh pendapatan sekitar lima puluh ribu setiap harinya. Dari penghasilannya yang terbilang sangat minim itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Namun disisi lain, Puger juga harus menyisakan sedikit uangnya untuk anak-anak yayasan yang diasuhnya.
Yayasan Lentera Surakarta
Yayasan Lentera Surakarta didirikan sekitar tahun 2012, merupakan sebuah tempat penampungan anak-anak yang menderita penyakit hiv/aids. Belasan anak-anak pengidap HIV tertampung disana. Mereka berasal dari daerah asal yang berbeda-beda. Puger mendapati anak-anak tersebut ketika dihubungi oleh beberapa pihak termasuk rumah sakit.
“Setiap mendengar kabar dari pihak tertentu ataupun rumah sakit bahwa, ada anak yang mengidap penyakit hiv/aids saya buru-buru datang untuk mengambilnya. Karena pihak keluarganya sudah tidak mau lagi menerimanya karena takut virus itu akan menular.” Ujar puger.
Dengan mengambil anak-anak yang sudah tidak dikehendaki oleh keluarganya ia berusaha menampung dengan wujud cinta kasih dan kepedulian, berbentuk sebuah rumah singgah. Rumah singgah itu berada tak jauh dari tempat ia bekerja memarkir kendaraan. Sembari bekerja sesekali ia menyempatkan waktu untuk menengok keadaan anak-anak yang berada di rumah singgah.
Ketika dia datang sorak keceriaan anak-anak terlihat disana. Wajah anak-anak penuh keceriaan itu terpancarkan ketika sang bapak juru parkir itu datang. Mereka terlihat manja kepada puger yang merupakan pengasuh sekaligus orang tuanya saat ini.
Niat baik puger dengan rekan-rekannya mengurus ADHA (Anak Dengan HIV/AIDS) tidak selalu mendapat respon positif dari masyarakat. Beberapa kali warga melakukan penolakan terhadap anak-anak yang menempati rumah singgah tersebut.
Puger berkisah, para warga yang menolak kebanyakan karena khawatir akan keberadaan anak-anak penderita HIV/AIDS ini menularkan penyakitnya kepada anak-anak lainnya.