Mohon tunggu...
Agita Bakti Wardhana
Agita Bakti Wardhana Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kelontong bodoh, pemalas, tukang modus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Diary Penuh Luka

18 Juni 2016   22:03 Diperbarui: 18 Juni 2016   22:22 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : pixabay.com

Namun kemudian seorang sahabatku akmal, berasal dari golongan orang yang berada. Anak seorang salah satu pemilik kongsi bisnis terbesar di kotaku. Dia masuk mulai merusak segalanya dari sang wanita yang kukagumi. Awalnya pertemanan mereka kuanggap biasa. Hingga aku mengetahui sendiri betapa tindakannya merusak moral wanita tersebut. Hampir setiap hari mereka berkunjung ke sebuah kelab malam dan bersenang-senang.

Aku mencoba untuk menasehati akmal, namun dia mengadukannya pada Dewi, wanita yang dekat denganku. Kemudian dewi mencerca, memaki kasar, dan menghujatku tanpa etika dan sopan santun yang dahulu pernah ia bawa dari desanya ke kota ini.

"Kamu kenapa sekarang berubah dew?"Suaraku lirih bertanya padanya yang sedang marah.

"Tidak usah mempedulikan orang lain, urus saja dirimu sendiri ". Jawabnya lantang penuh emosi menatapku.

Aku terdiam seribu bahasa tanpa daya ketika mendengar cericauannya. Mengapa dengan cepatnya ia berubah hanya dengan ajakan dari sahabatku yang terbiasa hidup bersenang-senang? Apakah ia memiliki uang untuk bisa menyetarakan gaya hidupnya dengan akmal? Pikiran buruk menyergah membabi buta,  masuk, tercerna dalam akal seketika pikiran negatif ini muncul terhadapnya.

"Mungkin dia melacur agar bisa bergaya lebih hedonis dan terpandang di kalangan mahasiswa lain ". Tiba-tiba hatiku bergetar seketika memikirkan hal sedemikian rupa. Aku tidak mempercayai apa yang terlintas sejenak di kepala itu menjadi sebuah realita. Aku mendengar kabar dari kawan yang lain bahwasanya Dewi adalah seorang wanita hina yang terbiasa digunakan jasanya oleh para pria hidung belang dalam melampiaskan nafsunya.

Tiba-tiba jantung berdetak semakin cepat. Urat nadi semakin kencang dan cepatnya menggetarkan seluruh darah hingga membuatnya mengalir dengan deras. Air mata mulai tumpah turun. Tinggal menunggu waktu hati ini akan meledak dengan dentuman suara yang keras dan akan menghancurkan seluruh tubuhku.

Aku tidak percaya sebelumnya, ketika sepatah omong kosong peringatan dari ayah terbukti kebenarannya. Aku menangis keras tidak percaya dengan kenyataan yang terjadi. Ingin rasanya berbuat namun aku tidak bisa. Aku bukanlah Tuhan yang dengan mudahnya menepuk untuk menjadikan segalanya.

Sebuah diary panjang ini kutuliskan dengan penuh kemarahan dan kekecewaan yang luar biasa. Namun apa daya segalanya sudah terjadi dalam alam raya yang fana. Sebelumnya aku tidak pernah berpikiran bahwasanya dia akan melakukan perbuatan seperti ini. Aku lebih senang dirinya seperti dahulu yang sederhana seperti gaya hidupnya di desa.

Kututup diary panjangku penuh luka ini demikian dengan sebuah janji dan sumpah. Walaupun semua orang tidak tahu setidaknya kau diary dan semesta mengetahui apa isi sumpahku. “Aku tidak akan mulai mencinta hingga semesta membinasakan orang-orang seperti mereka, yang kuanggap sebagai makhluk paling hina di dunia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun