Mohon tunggu...
Agistina Sekarini Kanika
Agistina Sekarini Kanika Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers Mahasiswa

Seorang mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pekalongan yang tertarik dibidang menulis dan jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Efek di Rumah Aja, dari Tangkap Ayam hingga Sebar e-Book Ilegal

1 April 2020   11:12 Diperbarui: 1 April 2020   16:54 2940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: business.currys.co.uk

Bosen nih di rumah aja. Bagi mereka yang memiliki kepribadian extrovert akan sulit untuk berdiam di rumah, seolah-olah ia sedang dipenjara sementara akibat melakukan kesalahan. Ia harus mengekspresikan diri di rumah saja. 

Namun, berbeda dengan mereka yang memiliki kepribadian introvert. Nah, kata-kata ini sering aku lihat di beberapa postingan WhatsApp story atau Instagramstory nih. 

Katanya Bagi kaum introvert engga kaget kalau disuruh diam di rumah. Kaum introvert biasanya lebih suka di rumah, malas ngapa-ngapain kalau enggak penting. 

Nah, di masa-masa di rumah aja seperti ini, ada beberapa kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah salah satu dampaknya pada institusi pendidikan yang memberlakukan sistem pembelajaran daring.

Bagiku yang sekarang sudah menjadi mahasiswa tingkat akhir yang hanya sibuk memikirkan kapan wisuda, sebenarnya perlu Alhamdulillah karena tidak perlu menyetok banyak kuota, tidak sering sambat, dan tidak perlu mantengin ponsel tiap saat untuk menunggu kelas online dimulai. Eitss. 

Tapi tidak sekadar Alhamdulillah banget, karena akupun juga merasakan dampak dari pembelajaran daring yakni bimbingan online yang saat kirim file revisi ke dosen dibalasnya dua minggu setelahnya, ujian proposal online waktu itu temanku yang mengalami katanya online tapi masih aja ada dosen yang suruh mahasiswa datang kerumah untuk ujian, ntar habis itu penelitian online, wisuda online. 

Ini engga kebayang sih nantinya kalau wisuda online, mahasiswa, rektor, beserta jajarannya streaming melakukan prosesi wisuda di rumah masing-masing. 

Bahkan bisa jadi mahasiswa disuruh pakai toga dibuat video lalu pindahin tali toga sendiri dan dikirim ke dosennya. Kalau kamu enggak kuat, bayangin aja. Eh engga usah.

Nah, akhir-akhir ini aku kesal dengan postingan teman-teman di sosial media. Bukannya memanfaatkan kuota untuk pembelajaran daring tetapi mereka malah main tangkap ayam, sapi, telur ayam, cacing. 

Mereka berlomba-lomba mengcapture atau screenshot video ayam dan sapi di dalam garis yang berbentuk hewan tersebut. Efek di rumah engga nernak ayam atau sapi mungkin ini solusinya buat belajar tangkap mereka. 

Kalau cacing? Loh bukannya setiap hari kamu mabar cacing yang makan pizza dan sejenisnya sampai skor jutaan ya? Masih belum puas? Terus nih jadi, kalian mengharap kebirokrasi agar ada uang registrasi dikembalikan berapa persen guna uang internet yahh buat main tangkap-tangkapan itu? Hehe, becanda. Santailah.

Menurutku sih lumayan, kalau ada kampus atau sekolah yang memberikan uang registrasi untuk biaya internet selama 3 bulan. Selain ngobatin sambat, kita bisa nernak ayam, sapi, tiap lagi sambat atau gabut. Tapi, nih bagian yang bikin kesal dan heran ketika seseorang berhasil menangkap ayam atau sapi dia kurang kerjaan banget.

Udah nangkap ayam di dunia maya, terus buat temen dunia mayanya yang berhasil nangkap ayam akan diposting foto cantik, ganteng, alay, until tomorrow-nya di snap dengan caption ada yang membohongi publik. 

Iya, captionnya itu sesuai keinginan dari si temannya. Ku kira waktu itu ada permainan asik yang bisa ngilangin gabut di saat corona menjamah dunia. 

Waktu itu aku buka story WhatsApp hampir semua kontak nangkapin ayam, dan hampir lebih dari 10 foto orang yang mereka posting. Yuk mana nih suaranya buat kalian yang engga nyoba nangkapin ayam atau sapi?

Ketika ternak ayam, sapi, cacing sudah reda permainannya kini muncul lagi kehebohan lain. Waktu itu aku sengaja mengkhatamkan story teman-teman, dan sekelibat ada postingan Dua Novel Tere Liye (Pulang dan Pergi) dalam bentuk PDF. Jika berminat silahkan chat. #dirumah aja #yukmembaca #jagajarakdulu. 

Nah tidak hanya buku Tere Liye saja, buku-buku penulis best seller lain pun juga ada. Awalnya aku tidak perduli dengan postingan seperti itu, lalu lama kelamaan makin geram. Makin banyak yang membagikan postingan tersebut. 

Spam di story orang iya, dan melanggar peraturan iya. Ternyata hal ini sudah tersebar luas, hingga membuat para penulispun merasa geram. Geram banget. Sebal banget. Kesal stadium akhir kayaknya.

Sebelum menelisik beberapa akun penulis, ada teman yang posting bahwa ia mengakui salah telah ikut membagikan PDF secara cuma-cuma. Elahhh, ingin ketawa jadinya. 

Ternyata mereka yang menyebarkan itu mendapat amanah dari yang memberikan PDF nya, jadi harus disebar kembali karena amanah. Amanah darimana nih? Kwkwkwk.

Katanya ajakan #yukmembaca tapi kalau yang dibaca adalah buku PDF Ilegal gimana dong? Beberapa penulis pun angkat bicara menyoal hal ini mulai dari Boy Candra, Syahid Muhammad, Rintik Sedu, Fiersa Besari dan masih banyak lainnya. 

Dalam postingan Instagram Syahid Muhammad (@iidmhd) memang beberapa waktu lalu, salah satu penerbit membuat program e-bookgratis terbitannya di google play book dengan waktu terbatas. 

Hasilnya yang download ratusan ribu! Nah sebenarnya program ini baik, karena membantu pemerintah dalam menikmati hari-hari di saat himbauan dilarang keluar rumah selama karantina.

Yahh! Dari sinilah yang bikin menyesal banyak 'orang baik', eh. Orang baik yang menyebarluaskan e-book secara gratis tanpa izin, diluar waktu yang ditentukan dan tanpa hak resmi merupakan salah satu pelanggaran hukum. 

Adapula penerbit dan penulis yang sebenarnya tidak bahkan belum membuat program e-book gratis tetapi diluar sana sudah tersebar dengan mulus.

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UU Hak Cipta menjelaskan bahwa hanya pencipta atau pemegang hak cipta yang berhak mengumumkan atau memperbanyak e-book tersebut, atau dengan kata lain untuk mengumumkan atau memperbanyak e-book harus dilakukan seizin dari pecipta atau pemegang hak cipta. 

Mulai sekarang berhenti yaa sebar kayak gituan. Kasian para penulis dan penerbit. Bayangin kalau kamu penulis. Nangis berdarah pasti. 

Enggak mau kan disaat corona bertamu eh kamu bukannya diisolasi di rumah tapi malah diisolasi di penjara. Ingat lagi nih pasal 72 ayat (1) UU Hak Cipta menjelaskan bahwa jika tujuannya untuk disebarluaskan atau untuk kepentingan komersial, maka hal tersebut termasuk pelanggaran hak cipta. 

Demikian pula pada Pasal 2 ayat (1) UU Hak Cipta yang menegaskan terkait perbuatan mengunduh hak cipta tersebut dengan tujuan untuk dinikmati atau kepentingan sendiri maka dikategorikan pelanggaran hak cipta "merugikan kepentingan ekonomi yang wajar". 

Nah, kalau mau menyuarakan gerakan #yukmembaca bisa tuh beli buku best seller dengan harga terjangkau di penerbit yang asli. Banyak pilihan judul, dan pastinya enggak bajakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun