Mohon tunggu...
Agisthia Lestari
Agisthia Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - Perempuan

Pembaca yang rakus

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menelusuri Pemikiran Politik Machiavelli dalam "The Prince"

25 Februari 2019   16:12 Diperbarui: 2 Juli 2021   07:21 6380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menelusuri Pemikiran Politik Machiavelli dalam "The Prince" | Kompas

Baca juga: Bupati Berpolitik Menggunakan Kekuatan Setan, Melebihi Mazhab Nicollo Machiavelli

Pada bab 1 berjudul "Bagaimana Seorang Pangerang Harus Menjaga Kepercayaan", Machiaveli mengatakan bahwa "penguasa yang bijaksana tidak perlu menjaga kepercayaan jika itu menghalanginya dari apa yang dia inginkan", ia menambahkan "Pun alasan legal tidak pernah mengecewakan seorang pangeran yang ingin membuat alasan atas pengingakaran janjinya" karena "manusia begitu sederhana dan begitu siap mematuhi kebutuhan saat ini, sehingga seorang penipu akan selalu menemukan seseorang yang membiarkan mereka dikelabui". Sebagai akibat alami dari pandangan itu, machiavelli menyarankan pangerannya untuk  curiga terhadap janji-janji orang lain.

The Prince sering disebut sebagai "buku pegangan bagi para diktator". Karier  Machiavelli dan tulisannya yang lain menunjukan bahwa secara umum dia condong kepada pemerintahan republik ketimbang ketdiktatoran. Tetapi, dia takut kelemahan politisi dan militer Itali, dan dia berharap ada pangeran yang kuat mempersatukan negara itu dan mengusir para tentara pendatang asing yang jutru merusak. 

Menarik untuk dicatat bahwa Machiavelli menyarankan kepada sang pangeran untuk mendekati kaum muda dengan pendekatan yang sinis dan tanpa ampun. Karena sejarah membutikan bahwa dirinya seorang idealis dan patrioktik, dan tidak begitu akrab dengan muslihat yang kerap dia sarankan.

Beberapa filsuf dengan semangat mencela Machiavelli. Selama bertahun-tahun, dia dikutuk sebagai titisan iblis, dan namanya disamakan dengan muka dua dan licik. (Tidak jarang, yang mengutuk dia adalah yang mereka yang mempraktikan apa yang dikatakan dalam The Prince- kemunafiikan yang secara prinsip diakui oleh Machiavelli).

Kritik atas Machiavelli secara moral tidak menandakan bahwa dia tidak berpengaruh. Melainkan lebih kepada bahwa ide-die Machiavelli tidak orisinil. Ada beberapa kebenaran dalam klaim seperti itu. Machiavelli menyatakan berulang kali bahwa dia tidak menyarankan kebijakan baru, tetapi lebih merujuk pada tehnik-tehnik yang telah dilakukan oleh banyak pangeran yang sukses dari waktu yang tidak diketahui. 

Faktanya, Machiavelli secara konstan menggambarakan sarannya dengan memberikan contoh langsung dari sejarah kuno atau kejadian-kejadian terakhir Italia. Cesare Borgia (yang dipuji Machiavelli dalam The Prince) tidak mempelajari tehnik-tehniknya dari Machiavelli, tetapi sebaliknya, Machiavelli belajar dari Cesare Borgia.

Walaupun Benito Musollini merupakan salah satu pemimpin politik yang memuji Machiavelli secara terbuka, tidak diragukan banyak figur politik penting yang membaca The Prince sepenuh hati. Konon kabarnya, Napolean tidur dengan buku The Prince dibalik bantalnya, dan begitu juga dengan Hitler dan Stalin. Tetap saja tidak jelas apakah taktik politik Machiavelli lebih lazim dalam politik modern dibanding dengan masa sebelum terbitnya The Prince. 

Itulah kenapa Micheal P. Hart menempatkan Machiavelli dalam urutan 79 dan tidak menempatkan dirinya dalam urutan yang lebih tinggi. Hal inilah yang kemudian menjadi kritis saya terhadap buku The Prince, meski tulisan Machiavelli sangat luar biasa sebagai sebuah pemikiran politik, dan salah satu tulisan terjujur yang pernah saya baca, saya tidak melihat perlunya hal itu diterapkan di masa sekarang. 

Baca juga: Politik dan Moralitas dalam Perspektif Niccolo Machiavelli

Hal ini tentu saja berkaitan dengan kondisi masyarakat dunia yang berubah sejak runtuhnya Komunisme di Uni Soviet dan kemenangan Amerika (yang sebetulnya tidak pernah diakui secara eksplisit) yang sekaligus menjadi penanda dimulainya era demokrasi pada hampir seluruh negara merdeka di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun